Ditabrak pria tampan

Sesampainya di ruko Ci Fani, Nesha segera pergi ke ruangan Ci Fani. Suasana ruko sepi karena hari minggu para karyawan libur.

"Ci mana barangnya?", tanya Nesha sesampainya di depan si bos.

"Itu barang ada di depan, Nesha. Ada satu karung. Nih alamat sama fakturnya", Ci Fani menyodorkan selembar kertas. Diterimanya kertas itu oleh Nesha dengan perasaan gembira. Biasanya jika ada pengiriman seperti ini, ia akan mendapat uang lembur sebesar lima puluh ribu. Uang yang terbilang sedikit bagi sebagian orang, namun nominal besar bagi Nesha.

"Siap, Ci", Nesha mengangkat tangan bak hormat upacara. "Sono pergi. Udah ditunggu sama customer", titah Ci Fani.

Nesha menaikkan barang itu ke sepeda motor beat milik Ci Fani yang digunakan sebagai inventaris toko. Dengan cekatan ia mengaitkan tali karet melilit ke karung yang akan dikirimnya. Ia menilik lagi alamat yang akan dituju dan menghapal rute yang akan dilewati nanti.

Ia melajukan motor dengan kecepatan sedang sembari melihat kanan kiri pemandangan malam hari. Angin malam yang sejuk menerpa pipinya yang tak terbungkus helm. Terasa menyenangkan setiap kali ia mendapat tugas seperti ini. Dapat uang lembur, dapat pula bonus jalan-jalan. Ya, meskipun jalan-jalannya sekedar melihat suasana jalan.

Brak!

"Aaaa.." Tiba-tiba motor Nesha ditabrak seseorang dari belakang. Sontak ia oleng dan hampir terjatuh. Untungnya ia sigap menahan motornya dengan kaki kiri. Ia meminggirkan motornya dan turun, lalu melihat siapa yang sudah menabraknya.

"Astaghfirullah.. Mas kalau naik motor hati-hati dong!" Tegur Nesha dengan sedikit kesal. Pria bertubuh tinggi dan memakai jaket ojol itupun turun dari motor Nmax yang dikendarainya.

"Maaf, Mbak. Tadi saya lagi nggak fokus", ucap pria itu sambil melepas helmnya.

"Ya Allah... Dia ini artis apa bukan, ya? Ganteng banget. Suaranya juga.. Astaghfirullah." Batin Nesha yang sempat kagum dengan penampilan orang yang menabraknya lalu kembali tersadar.

Nesha melihat bagian belakang motornya. "Astaghfirullah", gumamnya ketika melihat bagian spakbor belakang pecah. "Ci Fani pasti marah-marah nih", gumamnya.

"Maaf mbak, saya lagi terburu-buru. Saya akan ganti rugi. Tapi nggak bisa sekarang." Pria itu tampak panik dengan wajah pucat.

"Apa pria ini sedang ada orderan ya? Kasihan. Tapi aku pun juga perlu dikasihani kalau sampai dimarahin Ci Fani dan disuruh ganti yang rusak."

"Saya juga terburu-buru, Mas. Tapi ini gimana?" Nesha menunjuk spakbor yang pecah. "Nanti saya dimarahin bos saya. Ini motor punya bos saya", ia pun mulai ikut panik.

"Saya beneran akan ganti rugi. Tapi sekarang saya harus pergi. Ada hal yang mendesak", pria itu terus mengatakan hal yang sama, begitu pun Nesha yang terus mendesak pria itu untuk bertanggung jawab atas kerusakan yang dialaminya.

Mereka berdua pun mulai beradu mulut dan membuat orang-orang yang lewat berhenti sejenak menyaksikan kegaduhan di pinggir jalan.

"Mbak, tolong.." Pria itu menangkupkan kedua tangannya. "Ibu saya pingsan dan masuk IGD", mohon pria itu dengan wajah panik.

Nesha mengamati wajah tampan didepannya. Bukan seperti seorang penipu atau sedang berbohong. Mungkin ibunya beneran sakit, batin Nesha mulai ragu.

"Saya kasih nomor saya ini. Saya akan menghibungi anda kalau urusan saya sudah beres dan mengganti rugi motor anda", tawar pria itu sambil menyodorkan ponselnya. Akhirnya Nesha pun luluh dan menyimpan nomor pria ojol tak dikenalnya itu.

"Nama anda siapa?" Nesha mengetik nomor pria itu. " Garvi", jawab pria itu singkat dan Nesha pun menyimpan nomornya. Lalu mempersilahkan penabrak itu pergi. Orang-orang yang berkerumun pun buyar. Nesha juga mulai melajukan motornya lagi menuju alamat pengiriman.

Pukul 21.15 Nesha sudah kembali dari pengiriman dan balik ke toko. Dengan ragu ia menemui Ci Fani untuk mengatakan tentang kecelakaan yang di alaminya.

"Ci tadi saya ditabrak dari belakang pas dijalan", ucap Nesha lirih. Dengan langkah cepat Ci Fani menghampiri karyawannya itu.

"Lu orang tak apa?", tanya Ci Fani sambil memegangi kacamatanya. Nesha menggeleng lemah. Membuat bosnya mengerutkan dahi. Karena biasanya setiap pulang dari mengantar barang, wajah Nesha pasti gembira.

"Lu orang kalau tak luka, tumben diam saja?" Ci Fani menyelidik Nesha yang tampak beda. "Barang selamat, kan?"

"Iya, Ci. Tapi.." Nesha menjeda kalimatnya. Takut kalau bosnya akan marah. "Tapi spakbor belakang motor Cici pecah", gumam Nesha melanjutkan kalimatnya dan menjelaskan kronologi kejadian.

"Oh ya ampun..ya ampun!" Ci Fani menepuk jidatnya. Lalu diikuti omelan-omelan panjang seperti rel kereta. Nesha hanya bisa menunduk mendengarkan omelan sang bos.

"Kalau begitu lu orang punya uang lembur saya tahan dulu sampai itu yang nabrak ganti rugi. Baru nanti uang kamu aku kasih. Kalau orang itu lari, uang kamu hilang plus potong gaji buat benerin saya punya motor", ucap Ci Fani dengan nada khas sambil menggeleng-geleng kepala. "Besok-besok lu orang jangan kasih pergi kalau ada kejadian kayak itu. Bisa saja dia mau lari dari tanggung jawab. Ya sudah, pulang. Sudah malam."

Nesha pun berpamitan pulang. Ia berjalan gontai. Sepanjang perjalanan bayangan nasi goreng Mang Udin yang nikmat pun memudar karena uang lemburnya yang hilang.

Sesampainya di rumah, Nisha dan Bu Rumi masih asyik menonton sinetron diruang tamu. "Assalamualaikum", salam Nesha, lalu keduanya kompak menjawab.

"Bapak mana, Bu?" Tanya Nesha saat menatap ruang tamu tanpa bapaknya. Biasanya mereka akan berkumpul di depan televisi bersama. "Bapakmu dipanggil kerumah Pak Haji Sobari. Suruh bantu persiapan katanya", jawab Bu Rumi sambil mengamati tangan Nesha yang kosong.

"Nasi gorengnya mana?" Tanya Bu Rumi.

"Nggak beli, Bu. Soalnya tadi ada kejadian", jawab Nesha dengan nada lesu.

"Halah bilang aja kamu nggak mau beliin nasi goreng, kan? Pasti kamu udah makan sendiri disana, ya, kan?" Cecar Nisha.

"Astaghfirullah. Aku beneran nggak beli kok. Karena uang lemburku masih di tahan sama Ci Fani."

"Alasan itu dia, Bu. Emang dasar pelit. Nggak mau beliin kita", tuduh Nisha.

Bak sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah ungkapan yang cocok dengan situasi Nesha saat ini. Sudah dia hampir jatuh, disuruh ganti rugi dan di omeli Ci Fani, masih saja dituduh. Kesabaran Nesha benar-benar sudah di ubun-ubun.

"Kalau kamu punya duit, beli sendiri sono!" bentak Nesha. Membuat Nisha dan Bu Rumi terkejut.

"Kamu berani, ya bentak adikmu!" Bu Rumi membentak balik Nesha. "Lagian cuma perkara nasi goreng aja", imbuhnya.

"Kalau emang perkara nasi goreng itu sepele, kenapa harus nuduh Nesha?"

"Adikmu kan cuma tanya, Nes."

"Itu nggak nanya, Bu. Tapi nuduh."

"Kamu berani ya bantah ibu sekarang?" Bu Rumi mulai terpancing emosi.

"Ibu kenapa sih selalu aja belain Nisha? Aku ini anak ibu apa enggak, sih?"

"Kamu tuh anak..." Bu Rumi mengerjapkan mata hampir mengatakan hal sesuatu, namun segera sadar.

"Anak apa? Anak angkat? Anak pungut? Atau anak tiri?" Kini Nesha sudah berderai airmata.

"Kamu tuh juga anak ibu! Ngomong ngawur kamu. Sudah sana masuk kamarmu."

Segera Nesha masuk kamar dan menguncinya rapat-rapat. Hatinya selalu sakit setiap ibunya tak pernah sekalipun berpihak padanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!