Bab 4 Menerima Tawaran

Nayla baru saja keluar dari kamar rawat pasien ketika tiba-tiba seseorang menyapanya.

"Permisi, Nona...," suara seorang wanita membuat Nayla menoleh.

Nayla tersenyum sopan. "Ya, ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" tanyanya ramah.

Wanita itu mengulurkan tangan, memperkenalkan diri, "Nama saya Gabriella Mahesa, biasa dipanggil Gaby."

Nayla menerima uluran tangan itu, memperkenalkan dirinya juga, "Saya Nayla Ardiansyah, Nyonya. Senang berkenalan."

Setelah perkenalan singkat, Gaby bertanya dengan lembut, "Nayla apakah kamu sedang sibuk?"

Nayla, meski sedikit gugup, menggeleng sopan. "Kebetulan sekarang jam istirahat saya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?"

Gaby tersenyum lega. "Kalau begitu, bisakah kita berbicara sebentar? Kita cari tempat yang nyaman."

"Baik, Nyonya," jawab Nayla, meski hatinya bertanya-tanya apa yang sebenarnya ingin dibicarakan wanita ini.

Mereka berjalan beriringan menuju taman rumah sakit. Suasana sore itu cukup tenang, hanya terdengar suara burung dan sesekali deru angin.

Setelah menemukan bangku kosong, mereka pun duduk.

Gaby membuka pembicaraan dengan nada hangat, "Mungkin kamu heran kenapa saya, orang asing. Tiba-tiba mengajakmu bicara."

Nayla tersenyum kecil, menunggu penjelasan.

"Tadi tanpa sengaja saya melihat bagaimana kamu memperlakukan pasien yang kamu rawat," lanjut Gaby. "Saya bisa melihat kesabaran dan ketulusanmu saat merawatnya. Tidak semua orang punya ketulusan seperti itu."

Nayla menunduk malu. "Itu memang sudah menjadi tugas saya, Nyonya. Tapi jujur, saya memang sangat menyukai pekerjaan ini. Merawat orang lain membuat saya merasa berguna."

Gaby mengangguk mengapresiasi. "Kamu pasti orang yang kuat ya, Nayla? Kalau boleh tahu, kamu tinggal dengan siapa?"

Sejenak Nayla terdiam, lalu menjawab dengan suara sedikit bergetar, berusaha tetap tegar, "Saya tinggal bersama ayah saya, Nyonya. Ibu saya sudah lama meninggal dunia."

Wajah Gaby ikut berubah sendu mendengar jawaban itu. Ia lalu bertanya, "Ayahmu, apakah beliau sehat?"

Nayla menggelengkan kepala perlahan. "Ayah saya sakit parah, Nyonya. Beliau mengidap gagal ginjal stadium lanjut dan harus menjalani cuci darah rutin. Saat saya bekerja, bibi saya—adik ayah—yang membantu menjaga beliau di rumah."

Mendengar itu, hati Gaby terasa tersentuh. Ia bisa memahami beban berat yang Nayla pikul. Biaya pengobatan seperti itu tentu sangat besar.

Setelah beberapa saat terdiam, Gaby akhirnya mengutarakan maksud pertemuannya.

"Sebenarnya, Nayla, ada sesuatu yang ingin saya tawarkan," ucapnya perlahan. "Putra saya, Leon, mengalami kecelakaan sekitar sebulan yang lalu. Akibatnya, ia mengalami kelumpuhan. Selama ini, saya sudah mencoba mempekerjakan beberapa perawat, tapi tak satu pun yang bertahan. Leon menjadi sangat temperamental sejak kejadian itu."

Nayla mendengarkan dengan seksama.

"Saya membutuhkan seseorang yang sabar... seperti kamu," lanjut Gaby penuh harap. "Saya ingin menawarkan pekerjaan kepada kamu, untuk menjadi perawat pribadi putra saya di rumah."

Nayla terkejut. Ini jelas di luar dugaan.

"Dan saya sangat berharap pada mu, Nay," sambung Gaby cepat, menangkap keraguan di mata Nayla. "Saya akan memberikan bayaran yang sangat layak. Mengenai pekerjaanmu di rumah sakit ini, biarkan saya yang berbicara dengan pihak manajemen. Dan satu lagi, saya harap kamu bisa tinggal di rumah saya, supaya bisa selalu ada untuk Leon."

Nayla terdiam. Banyak hal berkecamuk dalam pikirannya. Ia sadar, tawaran ini bisa membantu biaya pengobatan ayahnya, tapi tentu ini bukan pekerjaan mudah.

Dengan hati-hati, Nayla berkata, "Maaf, Nyonya Gaby. Sebelum saya memberikan keputusan, izinkan saya berbicara dulu dengan ayah dan bibi saya."

Gaby mengangguk penuh pengertian. "Tentu saja, Nayla. Saya paham ini bukan keputusan yang mudah. Tapi saya berharap kamu mau mempertimbangkannya."

Gaby lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan menyerahkan sebuah kartu nama kepada Nayla.

"Ini kartu nama saya. Kamu bisa menghubungi saya kapan saja setelah kamu berdiskusi dengan keluargamu," kata Gaby sambil tersenyum lembut.

Nayla menerima kartu nama itu dengan kedua tangan. "Terima kasih, Nyonya Gaby. Saya akan segera memberi kabar."

Mereka pun berpisah dengan perasaan berbeda. Nayla membawa harapan baru untuk keluarganya, sementara Gaby membawa sedikit kelegaan, berharap Tuhan membukakan jalan agar Nayla menjadi jawaban atas kebuntuannya selama ini.

Setelah jam kerja selesai, Nayla segera pulang ke rumah sederhananya.

Rumah kecil itu mungkin tak seberapa, namun bagi Nayla, di sanalah semua kenangan masa kecilnya tersimpan. Di dinding ruang tamu, masih tergantung beberapa foto keluarga yang sudah mulai memudar warnanya, menjadi saksi bisu kasih sayang seorang ibu yang kini telah tiada.

Kini, rumah itu hanya dihuni Nayla dan ayahnya yang tengah sakit.

Rumah bibi Nayla, adik dari sang ayah, berada persis di sebelah rumah mereka. Sejak ibunya meninggal, sang bibi-lah yang selalu hadir, membantu dan menjaga mereka berdua tanpa mengeluh.

Malam itu, setelah makan malam sederhana bersama, Nayla sengaja meminta bibinya untuk tidak buru-buru pulang.

"Bibi, jangan pulang dulu, ya? Ada hal penting yang ingin Nayla bicarakan," pinta Nayla lembut.

Sang bibi, seorang wanita paruh baya berhati hangat, mengangguk. "Ada apa, Nak? Ceritakan saja."

Ayah Nayla yang duduk bersandar di kursi roda juga memandang putrinya penuh perhatian.

Nayla menarik napas dalam-dalam, berusaha menyusun kata-kata.

"Siang tadi, saat Nayla kerja di rumah sakit, ada seorang yang menemui Nayla," Nayla mulai bercerita. "Beliau menawari Nayla sebuah pekerjaan , untuk menjadi perawat pribadi putranya yang sedang lumpuh akibat kecelakaan."

Sang bibi dan ayahnya menyimak dengan seksama.

"Nayla sempat ragu...," lanjut Nayla, suaranya bergetar, "karena pekerjaannya bukan hanya merawat, tapi Nayla juga harus tinggal di rumah mereka, supaya selalu bisa mengurus putranya."

Sang bibi bertanya lembut, "Bagaimana dengan pekerjaanmu di rumah sakit, Nak?"

Nayla menjawab, "Nyonya Gaby—beliau yang menawarkan pekerjaan itu—katanya akan berbicara langsung dengan pihak rumah sakit. Jadi Nayla tidak perlu khawatir soal izin atau cuti."

Ayah Nayla masih diam, wajahnya tampak berat.

"Bibi..." Nayla menoleh pada bibinya dengan mata berkaca-kaca, "Selama Nayla menginap di rumah majikan, Nayla mohon... tolong bantu jaga Ayah. Nayla tidak mungkin tenang kalau tidak ada yang menemani Ayah di rumah."

Sang bibi, dengan suara yang sedikit bergetar menahan haru, menjawab, "Tentu, Nak. Selama ini juga Bibi sudah menganggap kalian seperti anak sendiri. Bibi akan bantu semampu Bibi."

Nayla menggenggam tangan bibinya erat, berusaha menahan air mata.

"Lagipula," lanjut Nayla, berusaha tersenyum, "kalau Nayla menerima pekerjaan ini, Nayla bisa mendapatkan gaji yang lebih besar. Uang itu bisa Nayla pakai untuk biaya cuci darah Ayah, beli obat, dan juga sedikit-sedikit bantu kebutuhan Bibi."

Sang ayah yang dari tadi hanya diam akhirnya bersuara, suaranya parau dan berat.

"Maafkan Ayah, Nak... karena sakit ini, kamu harus bersusah payah."

Nayla segera berlutut di depan ayahnya, memegang kedua tangan lelaki tua itu.

"Jangan pernah berkata seperti itu, Ayah," ucap Nayla sungguh-sungguh. "Bagi Nayla, merawat Ayah adalah kehormatan. Ini adalah cara Nayla membalas semua kasih sayang Ayah sejak Nayla kecil."

Sang ayah menunduk, matanya memerah, menahan air mata yang hampir jatuh.

Suasana malam itu penuh dengan kehangatan meski sederhana.

Mereka bertiga, keluarga kecil yang saling mencintai, saling menguatkan satu sama lain di tengah ujian hidup yang berat.

Setelah suasana sedikit tenang, Nayla kembali berkata, "Besok Nayla akan menghubungi Nyonya Gaby untuk mengabarkan keputusan Nayla. Mohon doanya, ya, Bibi... Ayah..."

Sang bibi dan ayahnya mengangguk penuh restu.

Dengan tekad yang bulat, Nayla pun bersiap untuk memasuki babak baru dalam hidupnya, dengan harapan bahwa semua yang dilakukannya ini kelak akan membuahkan kebaikan bagi keluarganya.

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

Tuhan buka jalan utk biaya pengobatan papanya Naila & kebutuhan bibinya..yg sabar & kuat y Nai..Tuhan besertamu 🙏

2025-06-01

1

Ververr

Ververr

Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!

2025-05-01

2

lihat semua
Episodes
1 bab 1 Luka Yang Bertambah
2 Bab 2 Dinding Keputusasaan
3 bab 3 Menemukan Sebuah Harapan
4 Bab 4 Menerima Tawaran
5 Bab 5 Awal Perjalanan Baru
6 Bab 6 Pertama Kali Merawat Tuan Muda
7 Bab 7 Gaya yang Norak
8 Bab 8 Memakai kan Pakaian
9 Bab 9 Selamat Malam
10 Bab 10 Pergi ke Taman
11 Bab 11 Membelikan Baju
12 Bab 12 Membawa pesanan
13 Bab 13 Marah
14 Bab 14 Tidak Akan Pergi
15 Bab 15 Mulai Bangkit
16 Bab 16 Maaf yang Terucap
17 Bab 17 Kembali Memulai
18 Bab 18 Kembali
19 Bab 19 Biarkan Saja
20 Bab 20 Kepikiran
21 Bab 21 Perasaan yang Tak Biasa
22 Bab 22 Tidak Terima
23 Bab 23 Penasaran
24 Bab 24 Pembelaan
25 Bab 25 Gara-gara Bersin
26 Bab 26 Ada Rasa Manis-manisnya
27 Bab 27 Pemberi Harapan Palsu
28 Bab 28 Tertawa Bersama
29 Bab 29 Ancaman
30 Bab 30 Penyelamatan
31 Bab 31 Dekapan Hangat
32 Bab 32 Diusir
33 Bab 33 Firasat
34 34 Kabar Buruk
35 Bab 35 Perpisahan yang Tak Diinginkan
36 Bab 36 Tetap Tegar
37 Bab 37 Tidak Sesuai Rencana
38 Bab 38 Sakitnya Disini
39 Bab 39 Persyaratan
40 Bab 40 persiapan
41 41 Fitting
42 Bab 42 Kembali Membuat Rencana
43 Bab 43 Pagi Yang tak Biasa
44 Bab 44 Dirumah pun Bisa
45 Bab 45 Alamat Palsu
46 Bab 46 Gugup
47 Bab 47 Menyatakan Cinta
48 Bab 48 Tidak Diizinkan Masuk
49 Bab 49 Awal yang Baru
50 Bab 50 Mandi Bersama
51 Bab 51 Kekanak-kanakan
52 Bab 52 Berteman
53 Bab 53 Tidak Boleh
54 Bab 54 Sepasang Mata
55 Bab 55 Terpesona
56 Bab 56 Berbagai Rasa
57 Bab 57 Terapi
58 Bab 58 khawatir
59 Bab 59 Hanya Dengan Senyuman
60 Bab 60 Sudah Tidak Berguna
61 Bab 61 Ingin Merebut
62 Bab 62 Memilih Parfum
63 Bab 63 Masih Ingat
64 Bab 64 Kembali Bertemu
65 Bab 65 Penasaran
Episodes

Updated 65 Episodes

1
bab 1 Luka Yang Bertambah
2
Bab 2 Dinding Keputusasaan
3
bab 3 Menemukan Sebuah Harapan
4
Bab 4 Menerima Tawaran
5
Bab 5 Awal Perjalanan Baru
6
Bab 6 Pertama Kali Merawat Tuan Muda
7
Bab 7 Gaya yang Norak
8
Bab 8 Memakai kan Pakaian
9
Bab 9 Selamat Malam
10
Bab 10 Pergi ke Taman
11
Bab 11 Membelikan Baju
12
Bab 12 Membawa pesanan
13
Bab 13 Marah
14
Bab 14 Tidak Akan Pergi
15
Bab 15 Mulai Bangkit
16
Bab 16 Maaf yang Terucap
17
Bab 17 Kembali Memulai
18
Bab 18 Kembali
19
Bab 19 Biarkan Saja
20
Bab 20 Kepikiran
21
Bab 21 Perasaan yang Tak Biasa
22
Bab 22 Tidak Terima
23
Bab 23 Penasaran
24
Bab 24 Pembelaan
25
Bab 25 Gara-gara Bersin
26
Bab 26 Ada Rasa Manis-manisnya
27
Bab 27 Pemberi Harapan Palsu
28
Bab 28 Tertawa Bersama
29
Bab 29 Ancaman
30
Bab 30 Penyelamatan
31
Bab 31 Dekapan Hangat
32
Bab 32 Diusir
33
Bab 33 Firasat
34
34 Kabar Buruk
35
Bab 35 Perpisahan yang Tak Diinginkan
36
Bab 36 Tetap Tegar
37
Bab 37 Tidak Sesuai Rencana
38
Bab 38 Sakitnya Disini
39
Bab 39 Persyaratan
40
Bab 40 persiapan
41
41 Fitting
42
Bab 42 Kembali Membuat Rencana
43
Bab 43 Pagi Yang tak Biasa
44
Bab 44 Dirumah pun Bisa
45
Bab 45 Alamat Palsu
46
Bab 46 Gugup
47
Bab 47 Menyatakan Cinta
48
Bab 48 Tidak Diizinkan Masuk
49
Bab 49 Awal yang Baru
50
Bab 50 Mandi Bersama
51
Bab 51 Kekanak-kanakan
52
Bab 52 Berteman
53
Bab 53 Tidak Boleh
54
Bab 54 Sepasang Mata
55
Bab 55 Terpesona
56
Bab 56 Berbagai Rasa
57
Bab 57 Terapi
58
Bab 58 khawatir
59
Bab 59 Hanya Dengan Senyuman
60
Bab 60 Sudah Tidak Berguna
61
Bab 61 Ingin Merebut
62
Bab 62 Memilih Parfum
63
Bab 63 Masih Ingat
64
Bab 64 Kembali Bertemu
65
Bab 65 Penasaran

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!