Pupus

Taman yang elok dengan bunga-bunga cantik, rerumputan hijau, dan pepohonan yang rindang. Suasana yang begitu nyaman untuk bersantai. Di sinilah Ryan dan Ria berada. Sejak tadi Ria masih terjebak dalam tidurnya. Ryan sengaja menggendongnya ke sini. Dia tak tega membangunkan Ria yang tertidur pulas di pangkuannya.

 Lima belas menit berlalu, Ryan mulai menyadari Ria akan segera bangun. Entah mengapa dirinya seolah melayang. Dia melihat Ria yang mulai membuka matanya. Ryan sudah tak sabar menantikan reaksinya. Baginya saat Ria marah justru malah terlihat lucu apa lagi saat ngambek, sungguh mirip sekali dengan anak kecil.

 Aku membuka mata dan mulai mengerjap. “Lho kok aku ada di sini?” batinku. Lalu, aku segera mengambil posisi duduk.

“Ngapain kamu hah!” teriakku.

“Nungguin kamu bangun,” jawabnya santai.

“Apa?”

 Aku masih terus bertanya-tanya, mengapa aku bisa tidur di pangkuannya. Apa dia menggendongku dari mobil. Astagfirullah keterlaluan banget nih orang. Aku segera beranjak pergi meninggalkannya.

“Ria kamu mau ke mana?” teriaknya.

 Aku pura-pura tak mendengar dan terus saja melangkah. Langkah yang membuat jarak di antara aku dan dia. Ryan mengejarku, dia memintaku mendengar penjelasannya dulu. Dia juga meminta maaf jika perlakuannya kurang tepat. Aku sudah muak dan memutuskan untuk pulang saat itu juga.

 Ryan menatap kepergianku dengan sedih. “Aku mau kasih kejutan buat kamu, tapi ternyata malah hal di luar dugaanku terjadi,” sesalnya sambil meremas kotak di sakunya. Kotak itu berisi sebuah cincin. Dia bermaksud untuk melamar Ria di taman ini. Namun, ekspektasinya tak menjadi realita.

 Ryan duduk di rerumputan sambil menunduk. Dia meremas rumput di sana. Kemudian, kedua tangannya diletakkan di atas kepala. Dia menjambak rambutnya sendiri, mengacak-acak sampai berantakan. Tatapan matanya berubah menjadi kosong. Pikirannya mulai melayang menerka-nerka apa jadinya jika dia tak mengambil kesempatan menggendongnya ke taman? Mungkin saja dia akan diterima.

****

 Fina yang melihatku baru saja kembali dengan wajah bersungut-sungut membuatnya curiga. “Kenapa?” tanyanya. Aku hanya menoleh sambil menggelengkan kepala kemudian, berlalu begitu saja. Fina yang merasa aneh dengan gelagatku memutuskan untuk membuntuti sampai ke kamar. Dia duduk di sampingku, menatapku dengan jeli layaknya seorang detektif. Aku yang mulai risi dengan sikapnya mendengus kesal.

“Kenapa? Ga biasanya seorang Ria bertingkah kaya anak kecil minta permen. Cerita dong ke aku!” bujuk Fina.

“Fin…”

“Ya kenapa?”

“Ga jadi deh aku mau istirahat. Kamu keluar gih!” usirku.

“Jadi ini aku diusir nih, beneran?” tanyanya memastikan.

 Aku mengangguk lemah. Fina yang kali ini begitu terlihat begitu peka sejak menyandang status sebagai jomblo pun akhirnya keluar. Aku menghempaskan punggungku di kursi. Kepalaku mendongak, menatap langit-langit. Pikiranku kembali melayang saat aku memarahi Ryan. Hmm lebih tepatnya Kak Ryan sih. Apa aku tadi terlau kasar yah?

 Notifikasi pesan beruntun di ponselku terdengar begitu nyaring. Sanggat menyebalkan. Aku pun tak menghiraukannya. Sampai dering ponsel yang menandakan panggilan suara masuk seolah menggema di telingaku. Mau tak mau aku harus mengangkat panggilan itu.

“Halo. Assalamualaikum,” suara orang di seberang sana terdengar begitu asing. Aku belum menyahut justru memperhatikan nomor ponsel yang sedang menghubungiku.

“Halo, halo, apa suara saya terdengar halo. Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam. Ini siapa ya?” tanyaku.

“Syukurlah kamu baik-baik aja. Panik aku tadi.”

“Tunggu sebentar kamu siapa? Kenapa panik?”

“Ini aku Ryan. Oh, aku tahu kamu ga save nomorku kan?”

 Entah mengapa mendengar penuturan sang pemanggil aku jadi jengah. Kuputuskan sambungan itu segera. Baru ingin mematikan daya ponselku, dia melakukan panggilan lagi. Rasanya aku ingin melempar ponselku, tapi aku sadar nanti malah rugi sendiri. Jariku dengan cepat menggeser tombol merah, memutus panggilan itu. Kemudian, kumatikan daya pada ponselku agar tak bisa lagi dihubungi. Hati yang tidak karuan ini membuatku ingin bersembunyi di kamar dan menenggelamkan diri di kasurku.

****

 Ryan sangat merasa bersalah dengan kelancangan dirinya sendiri. Jujur dia khawatir akan keadaan Ria yang sempat seperti singa mengamuk. Berulang kali dirinya mengirimkan pesan, tak satu pun mendapat balasan. Jangankan dibalas, dibaca saja tidak. Akhirnya, dia memutuskan untuk meneleponnya dan seperti sebuah keberuntungan saja teleponnya diangkat oleh Ria. Walaupun, pada akhirnya diputuskan secara sepihak karena tahu yang menghubunginya adalah Ryan.

Tidak apalah setidaknya Ryan sudah tahu dia baik-baik saja itu sudah cukup. Tetapi, kemarahannya masih tersirat dengan jelas dari perlakuan Ria padanya.

“Lalu, aku harus bagaimana meminta maaf padanya kalau begini? Menyebalkan sekali, baru ketemu udah jadi musuh. Coba saja tadi aku tidak sembarangan memindahkannya di pangkuanku. Ah, bodohnya aku…” sesalnya.

 Ryan berpikir keras untuk mencari cara yang tepat agar bisa meredakan amarah Ria. Tiba-tiba dia tersenyum, sepertinya ide brilliant telah mampir di otaknya yang nyaris dipenuhi oleh konsep-konsep anak Teknik. Dia kembali terdiam, mencoba membayangkan reaksi Ria. Kepalanya pun menggeleng cepat.

“Mana mau maafin aku kalo caranya romantis. Hmm… saat ini yang terpenting dimaafkan dulu. Urusan dapetin hatinya bisa nanti-nanti.”

“Eh tapi kalo malah keduluan orang lain gimana?”

 Dugaan yang mampir di otaknya semakin membuat Ryan gelisah. Perselisihan yang terjadi hari ini mungkin akan membuat dirinya dicap sebagai lelaki yang buruk oleh Ria. Sehingga, sudah dapat dipastikan bahwa 99,99% dirinya akan langsung ditolak. Semakin dipikirkan membuatnya semakin bimbang dengan perjuangan cintanya. 

Ternyata jatuh cinta kali ini tidak main-main. Perasaan cocok sudah jelas tergambar dari obrolan masa lalu. Ryan kembali tersenyum dan kali ini lebih lebar dengan disertai aura semangat yang luar biasa. 

“Masih ada peluang 0,01% buat dapetin hatinya. Yah, walaupun ga yakin banget sih, tapi harus tetap berjuang.”

Sedari awal mengenal Ria. Ryan memiliki pandangan yang berbeda dari orang kebanyakan. Ria adalah orang spesial yang hadir dan mewarnai masa-masa kuliahnya dulu. Sampai dia bertekad akan menemukannya di dunia nyata bukan sekedar kenalan di dunia maya lagi.

****

Di dalam kamar bernuansa biru muda dengan lukisan tepi laut yang melengkapi. Di ranjang kecil yang muat untuk satu orang saja. Terbaring tubuh yang letih oleh kejadian hari ini. Di sinilah aku yang sedang kebingungan dengan perasaan sendiri. Sudah tahu kalau memang tertarik pada Ryan, tapi tetap saja mengelak dengan berbagai alasan. Awalnya aku selalu merasa perasaan ini bias yang akan hilang pada waktunya. Siapa sangka malah muncul orangnya dan sedang mengejarku.

Aku terus mengulang kejadian itu berulang kali di dalam pikiranku. Semakin merasa ada yang salah dengan sikapku. Namun, bagaimana lagi namanya juga lagi marah.

“Aku merasa bersalah karena marah padanya, tapi aku benar-benar kesal dibuatnya. Kenapa pula aku bisa beneran ketemu dia sih,” kataku lirih sambil menenggelamkan wajahku di bantal yang setia menjadi tempat air mataku jatuh.

“Heh kok aku nangisin orang kek dia sih,” kataku tersadar lalu menghapus air mataku.

“Tapi aku pengen minta maaf, tapi harus dia duluan ga sih? Kan sana yang mulai cari masalah sama aku,” lanjutku sedikit sebal.

 Aku melirik ponselku yang masih mati diringi dengan keraguan hati tetap saja diambil. Ku nyalakan ponselku kembali dan penuh notifikasi panggilan dan pesan dari Ryan. Aku tersenyum sendiri membaca pesannya yang beruntun seperti ada semut yang menggelitik di perutku.

✉️ Maafin aku ya. Aku janji ga bakalan bikin kamu marah lagi.

✉️ Kamu mau apa? Aku beliin deh, tapi jangan marah lagi yah please.

✉️ Kamu cepetan bales dong! Aku ampe lumutan ini nunggunya.

✉️ 🥺

 Moodku perlahan membaik. Kali ini panggilan ke lima puluh yang masuk. Aku mengangkatnya. Terdengar suara Ryan yang agak gagap saking paniknya.

“Halo. Akhirnya diangkat juga telponnya,” katanya sambil mengelus dada dan membuang napas perlahan. Dia merasa sedikit lega.

“Ini gimana? Kamu minta aku gimana biar dimaafin?” tanyanya.

“Oke nanti aku hubungin lagi kalo ku maafin,” jawabku lalu langsung memutuskan panggilan.

 Ryan yang bersiap menjawab tak sempat berucap karena sambungan telepon sudah diputuskan. Dia hanya bisa bersabar menghadapi makhluk yang namanya wanita ini. Sekalipun merasa kewalahan, tapi tetap dilakukan karena ada rasa.

“Setidaknya udah mau ngangkat telpon dan bilang maunya gimana. Aku tinggal nunggu dengan sabar aja,” guman Ryan lirih sambil tersenyum paksa. 

 Sementara itu, aku tersenyum puas karena berhasil membalas Ryan. Jika dipikirkan kembali aku bakal lebih puas kalau membalasnya berkali lipat. Jadi tunggu aja aku hubungi Ryan saat rencanaku sudah siap. Senyuman jahil menghiasi wajahku. Karena sudah merasa lebih rileks, tanpa kusadari aku terlelap.

Terpopuler

Comments

ALISA<3

ALISA<3

Gemesin banget! 😍

2025-04-29

0

lihat semua
Episodes
1 Rasa Rindu
2 Asisten Dosen
3 Sebuah Janji
4 Terpesona
5 Pupus
6 Rencananya Mau Baikan
7 Baikan Rasa Kencan 1
8 Baikan Rasa Kencan 2
9 Baikan Rasa Kencan 3
10 Baikan Rasa Kencan 4
11 Ujian Semester
12 Siapa Bilang Calon Suami?
13 Persiapan untuk Pulang
14 Pulang ke Rumah
15 Calon Mantu
16 Ayah yang Penurut
17 Kesempatan 1
18 Kesempatan 2
19 Kesempatan 3
20 Kesempatan 4
21 Siapa Sopir ini?
22 Perjamuan
23 Terbawa Mimpi
24 Kembali
25 Bu, Siapa Sebenarnya Anakmu?
26 Tamu Tak Diundang
27 Jadi Topik Di Grup
28 Ketemuan
29 Kompensasi
30 Jodoh Pilihan Nenek
31 Bicara Empat Mata
32 Mengeluh Pada Kakak
33 Luka Hati Terbuka Kembali
34 Singapura
35 Melakukan Langkah Baru
36 Mempersiapkan Kejutan
37 Persiapan Wisuda
38 Wisuda
39 Kecelakaan
40 Kehilangan
41 Rizwan
42 Penerus
43 Pencarian
44 Pelatihan Neraka
45 Perubahan Besar
46 Hubungan
47 Menangkap Pelaku
48 Siapa Aku?
49 Pelaku Sebenarnya
50 Calon Adik
51 Menyerang Hatiku
52 Kenal
53 Ternyata
54 Ingin Pulang
55 Cucu Perempuan
56 Teman Baik Nenek
57 Berbelanja
58 Calon Mertua
59 Serangan
60 Tertangkap
61 Meja Hijau
62 Mau Nolak, tapi...
63 Persiapan Pernikahan
64 Menjemput Keluarga 1
65 Menjemput Keluarga 2
66 Hari Pernikahan
67 Kebersamaan
68 Pengantin Baru
69 Canggung
70 Menjadi Nyonya
Episodes

Updated 70 Episodes

1
Rasa Rindu
2
Asisten Dosen
3
Sebuah Janji
4
Terpesona
5
Pupus
6
Rencananya Mau Baikan
7
Baikan Rasa Kencan 1
8
Baikan Rasa Kencan 2
9
Baikan Rasa Kencan 3
10
Baikan Rasa Kencan 4
11
Ujian Semester
12
Siapa Bilang Calon Suami?
13
Persiapan untuk Pulang
14
Pulang ke Rumah
15
Calon Mantu
16
Ayah yang Penurut
17
Kesempatan 1
18
Kesempatan 2
19
Kesempatan 3
20
Kesempatan 4
21
Siapa Sopir ini?
22
Perjamuan
23
Terbawa Mimpi
24
Kembali
25
Bu, Siapa Sebenarnya Anakmu?
26
Tamu Tak Diundang
27
Jadi Topik Di Grup
28
Ketemuan
29
Kompensasi
30
Jodoh Pilihan Nenek
31
Bicara Empat Mata
32
Mengeluh Pada Kakak
33
Luka Hati Terbuka Kembali
34
Singapura
35
Melakukan Langkah Baru
36
Mempersiapkan Kejutan
37
Persiapan Wisuda
38
Wisuda
39
Kecelakaan
40
Kehilangan
41
Rizwan
42
Penerus
43
Pencarian
44
Pelatihan Neraka
45
Perubahan Besar
46
Hubungan
47
Menangkap Pelaku
48
Siapa Aku?
49
Pelaku Sebenarnya
50
Calon Adik
51
Menyerang Hatiku
52
Kenal
53
Ternyata
54
Ingin Pulang
55
Cucu Perempuan
56
Teman Baik Nenek
57
Berbelanja
58
Calon Mertua
59
Serangan
60
Tertangkap
61
Meja Hijau
62
Mau Nolak, tapi...
63
Persiapan Pernikahan
64
Menjemput Keluarga 1
65
Menjemput Keluarga 2
66
Hari Pernikahan
67
Kebersamaan
68
Pengantin Baru
69
Canggung
70
Menjadi Nyonya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!