"Silahkan," ujar seorang waiters meletakkan minuman di depan Hayley, kemudian waiters itu pergi meninggalkan mereka.
"Minum," perintah Aaron. Hayley hanya mengangguk dan meminum hampir separuh gelas, rasa haus dan gugup membuat kerongkongannya perlu di segarkan.
Hayley merasa seperti berada di ruang pengap, melihat ekspresi dan tatapan dingin Aaron membuat pernafasan gadis itu kian sesak.
"Maaf, Mr. Aaron. Sebenarnya apa tujuan anda mengundangku datang ke tempat ini?" tanya Hayley memberanikan diri, ia tidak mau berlama-lama menikmati kesesakan ini.
"Aku ingin menawarkan kesepakatan bagus untukmu." Aaron mendekatkan wajahnya pada Hayley, ia menatap lekat gadis itu. "Kau mau semua hutangmu lunas beserta hutang peninggalan ayahmu?" lanjut Aaron.
Hayley sedikit berpikir, bagaimana bisa Aaron tau semua tentang hutang-hutang yang di tinggalkan ayahnya.
"Memangnya, apa yang harus aku lakukan?" tanya Hayley.
"Mudah." Aaron menghela nafas. "Menikahlah denganku."
"Apa? yang benar saja," lirih Hayley. "Mr. Aaron, ini tidak lucu."
"Aku sedang tidak melawak, jadi memang tidak lucu," jawab Aaron. "Bagaimana? kau mau?"
"Tolong jelaskan lebih terperinci tentang 'menikah denganmu' seperti yang kau katakan tadi, aku ... tidak mengerti."
"Baik, aku menawarkan kesempatan dirimu sebagai pengantin bayaran, menikah denganku selama satu tahun ke depan, aku akan menganggap lunas semua hutangmu, termasuk membayar hutang-hutang keluargamu," jelas Aaron.
"Artinya, sebuah kesepakatan menikah kontrak maksudmu?" Hayley menyipitkan mata, mencari kesungguhan di wajah Aaron.
Damn! laki-laki itu sangat bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
"Kontrak eksklusif, kau akan dapat gaji setiap bulan, lima kali lipat dari gaji mu di kantor." Aaron melihat gelagat Hayley yang mulai tertarik dengan penawarannya.
"50 juta per bulan? sungguh?" tanya Hayley memastikan.
Aaron mengangguk samar, ia menyunggingkan senyum sinis di bibirnya, dia yakin Hayley akan setuju dengan penawaran berlian ini.
Sedangkan Hayley mulai berpikir keras, mempertimbangkan semua resiko dan manfaat yang akan dia dapat, uang 50 juta perbulan ia dapatkan dengan mudah, ia berpikir untuk bisa membeli rumah yang lebih layak untuk ibunya, termasuk melanjutkan berbagai pengobatan yang lebih baik.
"Bagaimana? kau tertarik?" tanya Aaron.
"Aku minta waktu untuk berpikir," jawab Hayley.
"Baik, lima menit dari sekarang." Aaron meraih ponselnya, ia memasang timer 5 menit.
"Apa? lima menit? aku butuh waktu seminggu untuk berpikir," desis Hayley.
"Kau membuang-buang waktu, 3 menit lagi."
Hayley diam, ia gelisah, meremas sendiri jemarinya dengan memainkan kaki yang menyilang di bawah meja.
"Bisakah aku bertahan dengan orang sepertinya selama setahun?" tanya Hayley pada dirinya sendiri.
"Pikirkan, Hayley. Ratusan juta hutangmu lunas, gaji 50 juta per bulan, dan berbagai fasilitas menarik yang aku tawarkan akan sangat menyenangkan," ujar Aaron.
"Satu menit lagi," tegas Aaron.
Laki-laki itu sangat menyebalkan bagi Hayley, memaksanya memutuskan suatu perkara besar dalam waktu lima menit, ini gila!
Sikap Aaron yang cuek, ekspresi datar sejak awak mereka bertemu, dan tatapan sengitnya membuat Hayley bergidik ngeri setiap kali mereka bertemu. Bagi Hayley, Aaron adalah satu-satunya laki-laki yang di kirim dari kutub utara untuk menguji iman dan kesabarannya, Aaron sedingin es.
Hayley menghela nafas panjang. "Oke, aku setuju."
Aaron mengulurkan tangan di depan Hayley. "Deal?"
"Oke, Deal!" Hayley meraih tangan Aaron dan berjabat di atas meja. "Tapi ... aku ingin mengajukan syarat," imbuhnya.
"Belum apa-apa kau sudah berani mengajukan syarat, yang benar saja." Aaron mendesah.
Hayley tau, jika dirinya akan menjadi istri bayaran, hanya sebagai status, bukan istri yang sesungguhnya, jadi ia memberikan sebuah syarat khusus demi menjaga dirinya.
"Selama menikah, tidak akan ada kontak fisik di antara kita," ujar Hayley serius.
"Hah, jangan kepedean, aku sendiri enggan menyentuhmu. Pernikahan ini hanyalah hitam di atas putih, aku akan memastikan tidak ada yang merasa di rugikan di antara kita."
"Baik, aku setuju, Mr. Ice," ujar Hayley sedikit sinis. Dirinya mulai berani membalas tatapan Aaron, entah keberanian dari mana ia mengganti nama Mr. Aaron menjadi Mr. Ice.
"Mr. Ice?" Aaron memicingkan mata.
"Kamu layak dapet sebutan itu, tatapan mu dingin, sikapmu dingin, apa kamu laki-laki yang di kirim dari kutub utara?" tanya Hayley tanpa basa basi.
"Terserah apa katamu, besok aku akan menunggumu di kantor pusat. Jam 8 pagi, tidak ada kata terlambat." Aaron merapikan jasnya, ia lalu bangkit. "Kamu bisa membaca dan menandatangani surat perjanjian kita," imbuhnya sebelum melangkah pergi.
"Hei, Mr. Ice, siapa yang akan membayar semua pesanan ini?" teriak Hayley, Aaron pergi tanpa meninggalkan uang dan dua gelas minuman yang belum di bayar.
Aaron tetap melanjutkan langkahnya, tidak memperdulikan Hayley berteriak memanggilnya.
"Dasar, nggak sopan! belum apa-apa aku udah rugi!" gerutu Hayley, ia meraih selembar uang kertas berwarna biru di dompetnya lalu membayar dua minuman.
Karena hari gajian masih seminggu lagi dan uangnya kini tinggal satu lembar merah saja, Hayley memutuskan untuk berjalan kaki, jika uang yang tersisa ia pakai untuk naik angkutan kota, maka untuk membeli sayur dan lauk pauk selama seminggu akan kurang.
Saat hari hampir gelap, Hayley berhenti sejenak, ia meluruskan kaki untuk mengurangi rasa pegal karena sudah hampir setengah jam berjalan.
"Hay!" teriak seseorang dari kejauhan. Hayley terdiam, memperhatikan sosok itu mendekat.
"Hayley, kok belum pulang?" tanya laki-laki berperawakan tinggi dengan wajah manis itu.
"Tadi ada perlu ketemu temen di cafe, ini baru mau pulang," jawab Hayley.
"Aku anter ya, jam segini nggak ada angkot lewat," tawar Angga.
"Bener nih? ngerepotin nggak?"
"Nggak kok, aku lagi nganggur aja abis mampir ngopi, rumahmu di mana?" tanya Angga.
"Di dekat RS. Permata Husada."
"Oh, tunggu di sini, aku ambil motor dulu di depan warung." Angga berlalu menyebrang jalan, mengambil motornya yang terparkir di depan warung.
Hayley tersenyum lega, mungkin jika ia melanjutkan berjalan kaki maka akan membutuhkan waktu setengah jam lagi, namun jika Angga mengantarnya dengan motor, mungkin tidak akan sampai 10 menit.
"Ayo naik," ujar Angga menyerahkan helm pada Hayley. Gadis itu menurut dan duduk di jok belakang motor.
Karena kondisi jalan yang sepi, mereka sampai di depan kontrakan Hayley dalam waktu kurang dari 10 menit.
"Terimakasih ya, Angga. Maaf ngerepotin." Hayley tersenyum.
"Nggak repot kok. Oh ya, ini rumahmu?"
"Bukan, aku sama ibuku cuma ngontrak di sini, mau mampir?"
"Yakin nih boleh mampir?" tanya Angga sambil tersipu malu.
"Mampir aja boleh dong, kita kan temen. Nanti aku kenalin ibuku," jawab Hayley.
"Ya sudah, masuk yuk. Udah maghrib nih," lanjut Hayley, ia menyeret tangan Angga untuk masuk ke dalam rumah.
Ibu Hayley sudah menyambut di ruang tamu kecil berukuran 2x2 meter, rumah sederhana namun rapi ini sudah mereka tempati hampir 2 tahun, beberapa hari setelah ayah Hayley wafat.
"Ibu, aku pulang," sapa Hayley sambil mencium punggung tangan ibunya, Angga pun ikut bersalaman sambil tersenyum malu karena Andini terus memperhatikannya.
"Kenapa pulang terlambat, Nak?" tanya Andini, wanita itu terlihat khawatir.
"Tadi ada urusan, Bu. Jadi telat, untung ada Angga, kalau nggak, paling aku tambah malem pulangnya," jawab Hayley.
Meskipun sedikit bingung dengan apa yang di sampaikan putrinya, Andini sudah merasa lega karena melihat Hayley pulang dalam keadaan baik-baik saja.
"Oh, namanya nak Angga. Pacar Hayley ya?" tanya Andini menahan senyum.
Angga malu-malu, ia tidak menjawab. "Eh bukan, Bu. Dia temen kantorku," sela Hayley.
"Kalau lebih dari temen juga nggak apa-apa, Nak."
"Ibu, ih. Jangan gitu, aku malu." Hayley sedikit berbisik sambil mencolek paha ibunya.
"Ya sudah, ibu mau istirahat dulu, kalian ngobrol aja. Jangan sungkan ya, Nak Angga," pamit Andini.
"Iya, Bu ... eh, iya tante." Angga menggaruk kepalanya, ia merasa malu keceplosan, sedangkan Andini hanya geleng-geleng kepala sambil meninggalkan ruang tamu.
"Di sini adanya cuma air putih, tak ambilin ya," tawar Hayley.
"Nggak usah, Hay. Udah kembung perutku minum kopi," tolak Angga lembut.
Mereka melanjutkan percakapan tentang hobi, pekerjaan dan berbagai kesibukan kantor sebelum ada Hayley masuk dalam tim keuangan mereka, sampai akhirnya jam 7 malam, Angga pamit pulang.
🖤🖤🖤
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Zia Tamala
mampus! 🤣
2023-01-10
0
Ririe Handay
Angga oh Angga
2022-03-11
0
Annisa Ilham
mudah2an tdk ada kkerasan kya cerita novel2 yg lain nya🙄
2022-03-10
0