"Aaron, bukankah ini terlalu cepat?" Kathrine menghela nafas panjang, ia menyandarkan punggungnya di kursi empuk berlapis kain satin.
"Tidak, lima tahun bersama bukankah sudah cukup lama?" Aaron menatap manik biru kekasihnya. "Dua tahun lalu kau sudah menolakku dengan alasan yang sama."
Ya, dua tahun lalu Aaron sudah pernah mengutarakan keinginannya untuk memperistri Kathrine, namun wanita itu menolak dengan alasan yang di buat-buat.
"Dulu kau memintaku untuk meraih mimpiku, agar aku lebih sukses. Sekarang semuanya sudah ku dapatkan." Aaron mendesah, perasaan kecewa dan sakit menguasai dirinya.
"Sekarang apa lagi?" tanyanya sekali lagi. "Proyek film yang ku bintangi kali ini sangat menjanjikan karirku, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja." Kathrine akhirnya bersuara.
"Aku tidak memintamu berhenti, kita hanya akan meresmikan hubungan ini, dan kau tetap bisa berkarir, Kath!"
"Tidak bisa, pernikahan akan membuat karirku meredup, aku tidak bisa melepas status lajangku untuk saat ini, semuanya saling berhubungan." Kathrine menunduk, ia gelisah menatap mata kekasihnya yang diliputi rasa kecewa.
Pelayan datang membawa dua gelas pesanan, meredakan sepasang kekasih dari perdebatan. Aaron menghabiskan segelas wine dalam satu tegukan, ia menceritakan tentang permintaan keluarganya dan ancaman jika ia tidak segera menikah.
Terlintas sebuah ide di benak Kathrine. "Jika aku punya ide, apakah kau akan setuju?" tanya Kathrine.
"Katakan," ujar Aaron pasrah.
"Menikahlah dengan wanita lain." Kathrine menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya. "Wanita yang bisa kau bayar untuk menjadi istri bohongan, setidaknya bisa menolong kedudukanmu di perusahaan."
"Apa? kau gila!" hardik Aaron. "Mana mungkin aku bisa menikahi wanita lain sedangkan aku punya dirimu."
"Hanya untuk satu tahun kedepan, aku janji setelah film ini selesai, kita akan menikah." Kathrine berusaha menjelaskan. "Percayalah, kita akan bersama setelah ini."
"Tidak, aku tidak bisa melakukannya!" Aaron melipat kedua tangannya di depan dada, laki-laki itu merasa sangat rendah di hadapan kekasihnya.
"Please, demi hubungan kita, karirmu, dan karirku." Kathrine kembali meyakinkan.
Aaron mendesah, ia meninggalkan Kathrine di mejanya sebelum makanan yang mereka pesan datang.
"Kathrine, aku kecewa padamu!" gumam Aaron, ia melangkah menjauhi resto dengan perasaan yang entah bagaimana, lalu memesan taksi untuk mengantarnya menuju hotel tempat biasa ia menginap saat berkunjung ke negara ini.
Puluhan panggilan masuk dari Kathrine tak ia hiraukan, memilih untuk menenangkan diri di dalam kamar hotel.
Keesokan paginya, Kathrine sudah berdiri di depan pintu kamarnya, ia mengenakan gaun ketat yang di lapisi jaket bulu tebal dan kaos kaki panjang untuk meredakan dingin di area kulit kakinya.
"Kau tau aku ada di sini?" Aaron bertanya, tanpa memperdulikan mata sembab kekasihnya.
"Aku sudah tau kebiasaanmu." Kathrine mendekat, memeluk Aaron dari belakang. "Maafkan aku, Sayang. Aku memang keterlaluan."
Kathrine menempelkan wajahnya di punggung Aaron, ia begitu merasa bersalah, namun tidak bisa melakukan permintaan kekasihnya.
Aaron merasakan punggungnya hangat terkena hembusan nafas Kathrine, ia mendesah, menahan gejolak hasrat yang datang tiba-tiba, apalagi sudah terlalu lama mereka tidak pernah bersama.
"Kath, lepaskan aku!" sergah Aaron, ia tidak mau membuat kekacauan atas dirinya sendiri. "Duduklah di sofa, ku buatkan minuman hangat."
"Tidak, aku hanya ingin dirimu, kau lebih hangat dari minuman apapun," tolak Kathrine, wanita itu sepertinya sengaja menggoda, ia semakin mempererat pelukannya, gigitan nakal ia luncurkan di telinga kiri kekasihnya.
Tenaga Aaron yang besar mempermudah ia melepaskan diri, ia menepis dengan kasar tangan wanita itu.
"Jika kau menginginkan hal yang lebih, kita akan lakukan. Tapi setelah kita menikah, pantang bagiku menodai wanita," seru Aaron, ia menolak tegas keinginan tersembunyi kekasihnya.
"Kita bisa melakukannya sekali saja, itu sebagai tanda perjanjian bahwa kita akan bersama setelah semua urusanku selesai." Kathrin mendekat.
"Sudahlah, Kath. Sekuat apapun kau menggoda, aku tidak ingin." Aaron menjauh, berdiri di depan jendela kaca yang mengahadap langsung ke kota yang bersalju.
"Munafik!" maki Kathrine, dirinya merasa sia-sia dengan usaha ini.
Bagaimanapun Kathrine, Aaron sangat mencintai gadis itu, mereka sudah lama bersama, menjalin asmara dengan hubungan jarak jauh tidaklah mudah, namun Aaron sanggup melakukannya.
Dia sudah memikirkan ide yang di sampaikan Kathrine, ia bahkan tidak tidur semalaman hanya karena penolakan kathrine dan ide gila yang ia sampaikan.
Namun, karena rasa cinta yang begitu besar, membuat Aaron bertekuk lutut atas nama cinta, ia menyetujui pendapat Kathrine, menikahi wanita lain sebagai penyelamat kedudukannya di perusahaan.
"Pilih wanita sederhana, aku tidak mau dia bersaing denganku untuk mendapatkan hatimu," pinta Kathrine. "Selama kalian menikah, jangan menyentuhnya."
"Aku hanya milikmu, Kathrine."
Aaron setuju, dengan berat hati ia menyetujui semua permintaan kekasihnya, ia benar-benar menjadi budak cinta, melakukan segala cara agar tetap bisa bersama Kathrine.
Sekarang, tinggal bagaimana Aaron menemukan gadis yang tepat untuk pengantin bayarannya.
Setelah mengajak Kathrine jalan-jalan sebentar, Aaron kembali ke Indonesia, berbagai pekerjaan sudah menunggunya.
...
Sampai di rumah besar Aaron, ia sudah menemukan kedua orang tuanya duduk bersantai di meja makan.
"Pa, Ma. Kalian kapan datang?" tanya Aaron.
"Baru saja," jawab Albern tanpa menoleh anaknya.
"Dari mana saja kau, Aaron?" Samantha menimpali.
"Tentu saja bertemu Kathrine, bukankah aku sudah bilang pada kalian beberapa hari lalu." Aaron menghempaskan diri duduk di dekat mereka.
"Sudah mama katakan, kami tidak setuju dengan hubungan kalian." Samantha menunjukkan sorot mata tegas mengancam.
"Tenang saja, aku sudah memutuskan hubungan kami, Ma." Aaron berbohong, demi apapun yang sedang ia rencanakan.
"Bagus, nanti malam kita akan bertemu tuan Johanes, papa sudah mengatakan padanya untuk meminang putri semata wayang mereka," sela Albern.
"Apa? kenapa kalian selalu memutuskan suatu hal tanpa persetujuanku?" Aaron menggebrak meja. "Bisakah sedikit saja kalian membebaskanku untuk memilih?"
Kedua orang tua Aaron saling berpandangan, mereka sadar karena terlalu ikut campur urusan putranya, tapi ini semua mereka lakukan demi Aaron, satu-satunya anak laki-laki di keluarga ini.
"Ellera gadis baik, Aaron. Dia cantik, berbakat, karirnya bagus, kalian sangat cocok," timpal Samantha, mengusap lembut punggung putranya.
Aaron tidak menjawab, ia pergi meninggalkan kedua orangtuanya begitu saja di meja makan. Meski belum sempat ia beristirahat setelah perjalanannya dari Belanda, ia memutuskan untuk datang ke kantor, daripada harus berdebat terus menerus dengan papa dan mamanya.
"Bella, kau lihat Alex?" tanya Aaron kepada asisten Alex.
"Tuan Alex sedang di rumah sakit, Mr. Aaron."
"Dia sakit? rumah sakit mana?" tanya Aaron terkejut.
"Di RS. Permata Husada," jawab Bella.
Tanpa basa-basi Aaron langsung kembali ke parkiran dan memacu kencang mobilnya menuju rumah sakit yang di sebut Bella.
Ketika mobil dipacu cukup kencang menuju rumah sakit, Aaron secara tidak sengaja menyerempet seorang gadis muda dengan penampilan berantakan, pakaian lusuh dan mata basah.
Aaron panik, ia segera turun dari mobil dan menghampiri gadis itu. "Kau tidak apa-apa?" Aaron membantu gadis itu berdiri.
Tanpa menjawab sepatah katapun, gadis itu berlari meninggalkan Aaron tanpa ingin mengetahui siapa yang membuatnya terjatuh.
"Apakah wajahku menakutkan, kenapa gadis itu tak mau melihatku?" gumam Aaron dalam hatinya.
"Apa dia baik-baik saja? jangan-jangan dia terluka." Rasa bersalah menghampiri Aaron, ini karena dirinya terlalu panik dengan kondisi Alex, sepupunya itu memang kerap bermasalah.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Mutia 1964
Pertama baca tak kira kisahnya di LN, ternyata Indo, gak cocok, nama pemerannya aja Barat...
2024-12-12
0
nobita
penulisannya rapi... bahasanya mudah di mengerti... mantap
2025-01-13
0
Allenn
Aaron
2024-10-07
1