"Hei kau! Siapa nama mu?" tanya Gabriel.
Dengan masih menundukkan kepalanya, Aria pun memperkenalkan dirinya.
"Nama saya Aria, tuan. Maaf bila saya membuat tuan-tuan jadi merasa tak nyaman."
"Angkat kepala mu!" titah Gabriel.
Takut. Itu yang Aria rasakan, tapi mau bagaimana lagi ia harus menuruti kemauan pengunjung kalau ia masih ingin bekerja.
Aria pun mengangkat kepalanya beberapa detik menatap mata Gabriel yang bagaikan sedang menerkam mangsa.
"Ya Allah, lindungi hamba."
Jantung Aria serasa berhenti berdetak karena baru menyadari ternyata yang ada di hadapannya adalah orang yang tak boleh ia dekati kalau tak mau masalah yang lebih besar datang menghampiri.
"Saya permisi tuan." Dengan tergesa-gesa Aria mengambil nampan lalu pergi dari meja Gabriel.
Gabriel hanya bisa terdiam ketika tadi ia sempat menatap bola mata itu dengan jelas.
"Aku harus memilikinya. Bola mata itu, bola mata itu adalah milik ku!"
"Woi, Gabriel!"
"Ck, apa?" tanya Gabriel kesal.
"Kau sudah menakuti gadis malang itu, hehehehe." Gabriel menatap kesal Gamian yang tertawa garing. Ingin rasanya ia menutup mulut menyebalkan Gamian.
"Gabriel?"
"Hmmm."
"Bagaimana dengan markas?" tanya Gamian pelan sambil menyeruput jus alpukat nya.
"Markas apa?" tanya Gabriel cuek.
"Ck, kau ini pikun atau bagaimana," gerutu Gamian.
"Kau mau mati?"
"Sedikit-sedikit mengancam, menyebalkan! Kapan kau akan menjadi orang baik ha?"
"Sepertinya kau memang ingin mati!"
Jlebb
"Aauuuwww."
Gamian membulatkan matanya melihat sebuah garpu menancap di punggung tangannya.
"Kau jahat!"
Gamian segera menarik garpu itu lalu membalut lukanya dengan tisu. Ia sangat kesal, seharusnya ia tak bertanya tadi kalau tau begini jadinya.
Tentu saja ini bukan pertama kalinya ia mendapatkan tusukan karena ke cerewetannya.
"Gami."
"Ck, jangan panggil aku Gami!" gerutu Gamian yang sudah kembali normal mengabaikan luka ringan di tangannya.
"Terserah aku."
"Yang punya nama siapa," ketus Gamian.
"Ck, sepertinya yang tadi itu tidak cukup. Aku harus......"
"Maafkan aku Gabriel, apa yang ingin kau katakan. Cepat katakan! Aku akan mendengarkan nya," sela Gamian tersenyum manis.
"Apa aku tampan?" tanya Gabriel serius mengundang tawa Gamian.
"Hahahaha kau ini sudah gila ternyata." Tawa Gamian pecah mendapatkan pertanyaan konyol dari Gabriel. Tak biasanya laki-laki itu bertanya hal sepele seperti ini.
"Jawab saja!"
"Kau mau tahu?"
"Hmmm."
"Cobalah untuk berdiri di tengah-tengah restoran, lalu berteriak. Yo girls will you marry me? Aku yakin jangankan gadis perawan, yang sudah punya cucu saja mau."
Gabriel tersenyum puas dengan jawaban yang di berikan Gamian. Itu berarti dia itu tampan.
"Berarti akan sangat mudah untuk mendapatkan gadis itu. Yang berarti aku bisa dengan mudah mendapatkan bola matanya. Akan ku congkel bola mata itu lalu ku letakkan pada sebuah bola kaca agar bola mata itu menjadi awet."
Sebuah seringaian licik terukir tak kala mengingat kalau ia akan berhasil dalam rencana untuk memiliki bola mata yang ia inginkan. Bola mata yang mengingatkan ia pada sesuatu yang sudah lama meninggalkan nya.
Sebenarnya tak perlu cara halus untuk mendapatkan apa yang Gabriel inginkan, hanya saja kali ini ia akan memakai cara halus karena berhubungan rasa terimakasih nya pada pemilik bola mata yang sudah merawat bola mata yang indah itu. Ia akan meminta baik-baik agar nanti si empunya mau memberikan bola matanya. Kalau dia tak mau, Gabriel akan merebut paksa.
"Bola mata itu milikku!"
*********
Malam sudah larut, tepatnya jam 10 malam. Kini saatnya restoran tutup. Aria kini tengah berada di halte bis, menunggu bis untuk pulang ke rumah.
Lama Aria menunggu namun belum ada tanda-tanda bis akan datang. Aria menghela nafas berat, ia sangat takut sebenarnya.
Pip
Pip
Pip
Senyuman Aria mengembang tak kala melihat bis baru saja datang, Aria pun langsung naik dan memilih duduk di kursi kosong sendirian. Aria melihat keluar kaca, pemandangan malam di kita sangat berbeda dengan desa yang tenang dan sunyi. Biasanya di desa jam segini anak-anak perempuan akan segera masuk rumah karena orang tua mereka akan memarahi mereka jika telat pulang, tapi yang Aria lihat di kota, walau sudah jam 10 malam anak-anak gadisnya masih berkeliaran bebas.
"Apa orang tua mereka tak mencari?" pikir Aria.
Chiiittttt
Bis pun sudah sampai, Aria membayar ongkos bis lalu turun dan kemudian melanjutkan perjalanannya menuju rumahnya.
"Eh, nak Aria. Baru pulang?" tanya Bu Rina dari gerbang rumahnya.
"Iya Bu."
"Bagaimana pekerjaan nya? Lancar?" tanya Bu Rina.
"Alhamdulillah lancar Bu."
"Yasudah masuk sana, kau pasti sangat lelah." Aria pun mengangguk lalu masuk kedalam rumah, ia melepaskan sepatunya dan juga kerudungnya.
Sebelum tidur Aria terlebih dahulu membasuh wajahnya an menggosok giginya. Tak lupa untuk mengambil wudhu terlebih dahulu, karena kita tak tahu kapan kita akan di panggil pulang menghadap sang Ilahi dan semoga saja kita pulang dalam keadaan suci. Itulah pentingnya kita berwudhu terlebih dahulu sebelum tidur.
Setelah selesai dengan semuanya, Aria pun menuju kamar untuk segera tidur. Badannya pegal-pegal karena terlalu banyak berjalan mengantarkan pesanan pengunjung.
Aria berbaring menghadap kanan mengingat kejadian di restoran tadi, dimana ia menatap mata tajam pria yang menakutkan itu. Siapa lagi kalau bukan Gabriel.
"Bola matanya itu mengerikan sekali, ih jangan sampai aku berurusan dengan laki-laki seperti itu. Pastinya laki-laki itu ringan tangan, suka memukul."
Aria bergidik ngeri mengingat bola mata menyeramkan milik Gabriel. Bola mata berwarna hitam pekat dan alis yang melengkapi tatapan tajam dan menyeramkan khas pria kasar.
Plak.
"Berhentilah memikirkan laki-laki itu Aria!" kata Aria pada dirinya sendiri sambil menepuk jidatnya.
"Astaghfirullah. Astaghfirullah. Astaghfirullah."
"Sebaiknya aku tidur, besok aku harus meminta maaf pada Hana. Semoga saja ia mau memaafkan ku."
Aria langsung membaca doa tidur tak lupa pula di baringi dengan Al-fatihah, Triqul( An-Nas, Al-falaq, dan Al-Ikhlaas) serta ayat kursi.
Setelah itu Aria menutup matanya dan tertidur dengan nyaman.
...****************...
Di sisi lain. Gabriel kini sedang berada di dalam kamar pribadinya, tepatnya di sebuah rumah minimalis modern milik nya. Ia memang orang kaya, terlebih lagi ia adalah seorang pengusaha di bidang teknologi dan elektronik. Tak lupa pula Gabriel juga punya usaha kotor yang besar. Tentunya uangnya sangatlah banyak, tapi ia tidak terlalu suka dengan fasilitas mewah. Ia lebih tertarik dengan fasilitas yang canggih namun sederhana.
Gabriel baru saja selesai berganti pakaian setelah membersihkan diri. Ia duduk di atas ranjang dan membuka laci meja yang ada di samping nya.
Ia mengeluarkan sebuah foto dari laci meja. Senyuman Gabriel mengembang namun terlihat sendu.
"Tak lama lagi aku akan melihat kedua bola mata itu, bola mata yang akan selalu mengingatkan aku padamu."
"Aku merindukanmu."
_
_
_
_
_
_
Typo bertebaran dimana-mana harap bijak dalam berkomentar yah
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Lela Lela
hati hati aria
2023-05-02
1
🏠⃟aYang_ucukᵐᵒᵐ ʳᵘʸᶻᶻ㊍㊍ 𝐀⃝🥀
Hahahaahahahahahh
2022-10-08
0
Rahmi AZka Nugroho
jadi mafia nya si Gabriel ini ya Thor,, bukannya di masih mahasiswa atau gimna Thor??
2022-09-03
0