Suara gemuruh musik tradisional menggema di area tersebut. Di sana ada beberapa penari wanita yang sangat cantik serta gerakannya yang Luwes. Semua orang menonton dengan riang gembira, terutama kaum Adam yang menatap lapar para penari itu. Acara tersebut biasa dilakukan untuk menghibur warga di malam Minggu. Semua warga berbondong-bondong untuk melihat para penari yang sedang menari dengan anggunnya. Dari semua penari, ada 1 penari yang menjadi favorit mereka. Penari itu memiliki wajah yang sangat cantik, body aduhai dan menari lebih baik dibandingkan yang lain.
"Hanaaaa!!"
"Hana ... Hana ..."
Nama gadis itu adalah Hana. Ia berumur 26 tahun. Dirinya memang terkenal sebagai penari handal. Tak jarang jika ada acara apapun, pasti Hana akan dipakai untuk mengisi acara menari. Semua orang bersorak-sorai saat tarian tersebut sudah selesai dibawakan. Para penari pun mulai menuruni anak tangga panggung.
"Akhirnya, selesai juga ..."
"Iya ... udah hampir 2 jam kita isi acara, ya ampun ..."
Tiba-tiba datanglah seorang ibu-ibu yang mengenakan kebaya yang sama dengan mereka, ia juga membawa sebuah amplop di tangannya. "Kalian semua, kumpul di sini." Merasa terpanggil, mereka semua mulai mendekati ibu-ibu tersebut. Ibu itu merupakan pemilik sanggar tari. Dan para penari tersebut merupakan anak didiknya.
"Ini bayaran untuk kalian ya ... masing-masing satu." Wanita yang diketahui sebagai pelatih serta pemilik sanggar terngah membagikan amplop yang berisi uang dari hasil tampil mereka. Mereka mulai mengambil amplop tersebut satu per satu.
"Kalau begitu, saya pergi dulu." Setelah ibu-ibu itu pergi, sebagian dari mereka sibuk membuka amplop berisikan uang dari hasil tampil mereka. Ada beberapa uang merah di sana. Semuanya tampak bahagia dan senang. Salah satu orang menoleh pada gadis yang sibuk membereskan barang-barangnya.
"Han, kamu mau langsung pulang?" Nama gadis yang berbicara pada Hana adalah Puput. Ia merupakan teman dekat Hana.
"Iya, Put. soalnya besok harus bangun pagi-pagi buat urus kebun."
"Oh gitu ... maaf ya, Han. Aku gak bisa bareng kamu ..."
"Iya gapapa kok ... kalian semua! Aku duluan ya!" pamit Hana pada semua teman-temannya.
"Iyaaa!!"
"Aku duluan ya, Put." ujar Hana sembari memeluk tubuh Puput.
"Iya hati-hati."
Hana pulang menuju rumahnya dengan seorang diri. Di malam yang gelap ia menyusuri jalan beralaskan tanah. Ia memeluk erat tasnya untuk menutupi rasa ketakutannya. Ada segerombolan pemuda kampung sedang duduk-duduk di tempat yang bernama saung. Mereka seketika melihat ke arah Hana yang melintas sendirian di sana.
"Neng Hana ... sendirian aja nih?"
Hana hanya terdiam tak menjawab. Ia pun melangsungkan jalannya dengan cepat karena sebentar lagi ia sudah sampai ke rumahnya. Tiba-tiba pinggang Hana di peluk oleh salah satu pemuda tersebut. "Eh!! Apa yang kalian lakukan?!" Hana memberontak melepaskan tangan pemuda tersebut dari pinggangnya. Semua pemuda di sana bergelak tawa menyaksikan itu.
"Ayolah Neng Hana ... jangan jutek terus, kali-kali main sama kita-kita."
"Lepaskan!!!" teriak Hana berusaha melepaskan diri. namun tanpa mereka sadari ada sosok pria yang mulai mendekat dengan memasang wajah marahnya, saat melihat seorang wanita tengah diganggu oleh gerombolan pria pengangguran itu. dan ta lama kemudian ....
Bugh..
Bugh...
Pemuda yang sedari tadi memaksa Hana tiba-tiba tersungkur saat ada pukulan melayang padanya. "Tangan biadab ini, gak pantas hinggap dibadan perempuan!" tegas seseorang dengan lantang. Semua orang yang ada di sana mulai menegang. Terlebih pria yang tersungkur itu mengusap bibirnya yang berdarah dan menghampiri orang itu.
"Heh, Amir! Kamu jangan jadi pahlawan ya!" bentak salah satu dari mereka. saat mereka mulai membalas, Amir dengan cepat mendaratkan pukulannya.
Bugh..
Amir memukul wajah pemuda itu lagi serta memandang tajam ke arah mereka. "Jika kalian menyentuh Hana lagi, gak akan kubiarkan kalian masih bisa berjalan!" ancamnya murka.
Amir merupakan jawara kampung. Pemuda ini berusia 28 tahun. Ia menguasai ilmu silat Cimande dengan sangat baik. Bukan hanya itu, prestasinya juga banyak. Ia bahkan menjuarai pencak silat tingkat Nasional. Maka dari itu Amir sedikit ditakuti oleh orang-orang kampung di sana. Tak hanya itu, Amir juga merupakan salah satu pemuda tertampan di desanya. Tak jarang ia sering dijodohkan oleh ibu-ibu yang memiliki anak gadis. Setelah menatap tajam pada para pemuda, Amir kembali melembut saat melihat Hana yang sangat ketakutan.
"Udah, jangan takut ... ayo Amir antar kamu pulang," Hana yang masih bergetar hanya bisa mengangguk pelan. Amir pun mengantarkan Hana pulang hingga sampai ke rumahnya. Mereka sudah sampai di rumah tua berbilik warna hijau dengan teras berlantaikan semen. Rumah itu adalah tempat tinggal Hana.
"A Amir ... makasih ya udah antar aku pulang, makasih juga udah nolong aku."
Amir pun tersenyum, "sama-sama ... lain kali, kalo pulang malam jangan sendirian ya, kamu cantik soalnya." godanya sembari bercanda.
Mendengar itu hanya sedikit gugup dan tersipu malu "Eumm ... Hana masuk dulu ya A,"
"Iya ... Aa juga pamit pulang ya."
Amir pun pergi meninggalkan rumah Hana untuk kembali ke tujuan awalnya yang ingin ronda. Setelah Amir menghilang, Hana pun memasuki rumahnya.
"Assalamu'alaikum ... Mak, Hana pulang."
Hana memasuki rumahnya dan menutup serta mengunci rumah tersebut. Dan keluarlah seorang wanita paruh baya dari arah kamarnya.
"Waalaikumussalam.."
Hana pun mengalami ibunya seperti biasa. lalu menyerahkan amplop hasil pertunjukan tarinya. "Nih, Mak ... yang saweran tadi. maaf cuma dapet segini," ujar Hana.
"Gapapa, Neng. langsung Di tabung aja ... itu hasil jeri payah kamu. kamu pasti lelah kan? Mak udah masak. kalau mau makan, makan aja. oh iya, tadi pulang sama siapa?"
Hana terdiam sejenak "s-sssama A Amir Mak.." lirihnya sedikit gugup.
Mendengar itu, wanita yang disebut Mak tersebut tersenyum, "ya sudah ... kamu bersih-bersih dulu, ganti baju, habis itu makan ya."
"Iya, Mak." lalu Hana pun pergi ke dapur untuk menuju ke kamar mandi.
Wanita yang disebut Mak itu bernama Bu Minarsih. Bu Minarsih menemukan Hana saat ia terluka parah di jurang. Awalnya ia kebingungan dikarenakan tidak mengetahui nama dari gadis itu, dan ternyata gadis itu pun tidak mengenali dirinya sendiri. Kebetulan Minarsih menemukan sebuah kalung berhuruf "H&N" maka dari sanalah gadis itu bernama Hana.
***
Semurat sinar matahari mulai memasuki rumah-rumah disekitaran. Yang membuat rumah tampak lebih terang. Hana yang memang sudah cantik, ia sedang memasak untuk sarapan dan membuat bekal untuk bekerja di kebun nanti. Saat ia sedang menata makanan untuk bekalnya dan ibunya, seketika ia teringat akan jasa Amir padanya.
"Apa aku buatin juga ya, buat A Amir? Setidaknya ucapan terima kasih." batinnya sembari tersenyum manis.
Minarsih yang baru memasuki dapur, sedikit kebingungan menatap Hana yang sedang termenung sembari senyum-senyum sendiri. "Sepertinya, anakku sedang jatuh hati pada seseorang." batin Minarsih.
Minarsih pun mulai mendekat pada anaknya itu "Uluh-uluh.. si Neng lagi senyum-senyum sendiri.. mikirin siapa sih?" ujar Minarsih sembari menggodanya.
Hana yang tersadar segera melakukan aktivitasnya yang tertunda. "Eh, nggak ada Mak ... sarapan udah siap Mak, mari makan."
"Iya ... Eh, itu satu lagi untuk siapa?" tanya Minarsih saat melihat bekal makanan berjumlah 3.
"Eumm ... itu untuk A Amir, Mak. sebagai tanda terima kasih, karena udah antar pulang kemarin." jelasnya.
Minarsih tersenyum jahil pada anak gadisnya ini, "eummm ... tanda terima kasih doang nih?" godanya.
Wajah Hana tiba-tiba gugup, "i-iiyalah ... ish, Mak mah gak percaya sama aku." rajuk Hana pada ibunya.
Minarsih tertawa pelan "Iya, Mak percaya. ya sudah, ayo sarapan ... bentar lagi kita kan mau ke kebun."
***
Minarsih dan Hana sudah berada di kebun untuk mengurus beberapa tumbuhan. Tumbuhan yang di tanam adalah sayur-sayuran segar. Mereka membagi tugas agar cepat selesai. Hana membersihkan sampah-sampah serta membuang hama rumput liar yang menempel. Sementara Minarsih menanam bibit baru serta menyiram tanaman. Setelah itu, mereka pun mulai memanen sayur-sayuran yang sudah siap di ambil. Sayur tersebut di simpan dalam gerobak. Tak di sangka waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Minarsih dan Hana pun beristirahat sejenak di tempat yang bernama Saung tersebut.
"Mak, Hana antar makanan dulu ya ...,"
"Iya ... hati-hati ya, Neng."
Hana pun pergi membawa kotak makan serta botol minuman yang akan ia berikan pada seseorang. Seorang pemuda tengah di sibukkan dengan mengontrol pasok buah-buahan yang akan di kirim ke pabrik-pabrik untuk bahan dasar makanan atau minuman.
"Mir, ini segini aja?" tanya seirang pria yang sedang mengangkat bakul berisi buah-buahan.
"Iya, segitu aja dulu ... yang lain masih diproses soalnya."
"Ya sudah, kalo gitu saya jalan dulu ya, Mir."
"Hati-hati, Kang!"
Mobil bak yang membawa pasokan panen buahnya mulai meninggalkan area perkebunan Amir. Setelah itu, Amir dikejutkan dengan kehadiran Hana yang secara tiba-tiba. Amir pun mulai mendekati hana yang masih sibuk dengan melihat sekeliling.
"Halo, Hana." sapa Amir sembari menmapilkan senyum manis dan ramah.
Hana sedikit terkejut Amir muncul secara tiba-tiba. Kemudian, ia pun ingin mendekati Amir yang tengah tersenyum ke arahnya "A Amir ... aku- argh!" Hana tiba-tiba kehilangan keseimbangan saat ia melewati jalan yang sedikit berlubang karena Hana tidak berhati-hati. Saat hendak terjatuh, Amir dengan cepat menangkap tubuh kecilnya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Amir sembari membantu Hana bangun.
"Untung kakiku gak kekilir ... oh iya, ini untuk bekal A Amir. sebagai rasa terima kasihku, karena udah ditolong kemarin." ujar Hana dengan lembut. Amir sedikit terkejut, kemudian ia kembali tersenyum "beneran? Terima kasih" ujarnya sembari menerima kotak makan serta minuman yang Hana berikan.
"Pasti enak nih," ujar Amir memuji.
Pandangan Hana saat itu jatuh pada pohon strawberry yang lebat di kebun milik Amir. Amir yang heran pun mengikuti arah yang dilihat olehnya. Seketika Amir ikut tersenyum dan paham akan yang Hana pikirkan. "Kamu mau buah itu?"
Mendengar itu Hana menatap bingung Amir, "Hah?" Lalu Amir menaruh bekal dan minum yang diberi Hana di sebuah kursi kayu. Lalu ia memegang tangan Hana dan menariknya menuju kebun strawberry tersebut.
"Kalau kamu mau ambil, ambil saja."
"Seriusan? T-ttapi ...."
Amir pun mengambil paperbag kecil dan memetikkan strawberry yang besar-besar dan di masukkan ke dalam tempat itu. Setelah cukup banyak ia pun memberikannya ke Hana.
"Ini, untukmu."
"Ih, nggak usah ... Aku-...,"
"Aa gak nerima penolakan ya ... ayo ambil," ujarnya tegas. Mendengar itu, dengan perlahan Hana mulai mengambil paperbag kecil berisikan strawberry.
"Didalamnya juga ada bibit strawberry, jadi kamu bisa nanam sendiri."
"Terima kasih ya A ... kalau begitu, aku pamit pulang ya. udah ditunggu Emak soalnya di kebun."
"Mau aku antar?"
"Ng-ggak usah, aku bisa sendiri kok."
"Ya sudah, titip salam ku pada emak ya."
"Hemm ... dah A Amir."
"Daahhh ... hati-hati!"
Hana pun mulai berbalik badan untuk pergi dari tempat Amir. Perlahan tapi pasti membuatnya semakin menjauh dari pandangan Amir. Melihat Hana dari kejauhan, Amir memegang dadanya. Setiap ia melihat Hana jantungnya tak henti berdetak. Ia merasakan kenyamanan saat Hana berbicara lembut padanya.
"Aku mencintaimu, Hana. tapi aku gak berani mengungkapkan karena takut kamu tak menerimaku." ujar Amir sembari melihat Hana yang sudah menjauh dan hampir menghilang dipandangannya. Amir pun melihat bekal yang diberikan Hana padanya. Karena lapar, ia pun segera menyantapnya hingga habis.
***
"Sudah di antar ke Kang Amir?" tanya Minarsih pada Hana.
Mereka berdua sudah tiba di rumah karena sudah selesai menjual hasil panennya ke distributor. "Iya , Mak. bahkan aku dikasih bibit sama buah sama A Amir."
"Emak rasa, kayanya Kang Amir suka sama kamu, Neng."
Mendengar itu Hana sedikit terkejut. Ia merasa minder jika ada yang bilang jika Amir suka padanya. Pasalnya Hana merasa tidak pantas jika bersanding dengan Amir yang sempurna. Bahkan ia juga merupakan pengusaha buah yang sukses. "Ah Mak ... mana mungkin a Amir suka sama aku."
"Mungkinlah, kamu kan cantik ... cantik banget malah. mana mungkin kang Amir gak suka sama kamu yang cantik ini?" ujar Minarsih sembari mengelus wajah gadis itu.
"Udah ah Mak ... jangan bicara yang bukan-bukan."
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kedatangan 3 orang. Salah satu diantaranya itu adalah bapak-bapak yang bernama Joko yang merupakan juragan tanah di kampung tersebut. Ia berusia 49 tahun dan memiliki istri 3. dibelakangnya dikawal oleh 2 orang bodyguardnya tersebut. Joko memang sering kali datang untuk meminang Hana menjadi istrinya. Tapi Hana selalu menolak karena tidak mau menikah dengan pria tua sepertinya. Hana yang ketakutan bersembunyi di belakang Minarsih.
"Halo, Mak." ujar joko dengan lembut.
"Mau apa kalian ke sini?" Ujar Minarsih dengan tegas.
Joko berusaha tersenyum manis, "hanya ingin melihat calon istriku sehat, Mak." ujarnya sembari melihat Hana.
Mendengar itu membuat Hana semakin merapatkan tubuhnya ke Minarsih "Mak.. aku takut"
"Saya tidak akan pernah setuju jika anda menikahi anak saya!" tegasnya.
Kedua bodyguardnya pun marah saat minarsih berbicara tidak sopan terhadap tuannya.
"Heh Mak tua! Jangan pernah melawan ya! Saya akan memberikan pelajaran untuk anda!"
Saat bodyguardnya ingin memberi pelajaran, tapi langkahnya terhenti oleh Joko yang menghentikannya.
"Kalian harus bersikap sopan pada calon mertuaku!"
"Sampai kapanpun aku tidak mau menikah denganmu!! Bapak seharusnya sadar, anda sudah punya istri 3.. mendingan bapak insaf sebelum ajal menjemput bapak!" seru Hana yang sudah kesal dengan ucapan Joko.
Joko yang mendengar itu sedikit marah, tapi ia menahannya "calon istriku ternyata bisa melawan juga ya? kalau begitu, saya permisi dulu ada urusan dengan seseorang ... nanti uangnya bisa untuk membiayai hidup kamu cantik."
"Mak, saya permisi ya."
Joko pun pergi meninggalkan rumah Minarsih, diikuti oleh kedua bodyguardnya. Hana menangis karena tidak ingin dijodohkan dengan pria tua itu. "Sudah, Nak. emak juga tidak setuju kamu menikah dengan pria itu ... kamu yang sabar ya." ujar Minarsih sembari menenangkan gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments