❤️❤️❤️
Aaron Marvell De Enzo.??
Raya menggumamkan nama itu dalam hatinya.
Tubuh nya kini semakin lemas. Apakah dirinya
saat ini sedang bermimpi.? Dia memegang
kepalanya yang tiba-tiba saja terasa berputar.
Tidak, ini pasti hanya halusinasi nya saja.
Pria jahat itu bukanlah Aaron Marvell De Enzo.
Sang pemilik perusahaan tempat dirinya
bekerja selama ini. Kenapa bisa begini.?
"Miss Raya, anda tidak apa-apa.?"
Ansel kembali mendekat kearah Raya yang
langsung mengangkat tangannya sambil
melirik cepat dengan tatapan penuh rasa
tidak terima atas semua kenyataan ini.
"Ini semua tidak benar kan.? Kalian pasti
sedang bersandiwara, iya kan.?"
Raya mundur, menatap Ansel yang terlihat
mengulum senyumnya.
"Inilah kenyataan nya, beliau adalah Presdir
Marvello's Corporation, Aaron Marvell De Enzo."
Ujar Ansel sambil melirik sekilas kearah Aaron
yang masih tetap pada posisinya. Duduk diam
di kursi kebesarannya dengan tatapan lurus
kearah Raya.
"Tidak mungkin.! bagaimana bisa begini.?"
"Untuk ke depan nya, anda akan tahu lebih
banyak tentang nya.!"
Ansel berdiri tenang di hadapan Raya yang
masih mencoba menegakkan badannya
karena kakinya masih saja terasa lemas.
"Kalau begitu aku tidak akan mengambil
posisi ini. Akan lebih baik bagiku untuk
mengundurkan diri saja dari perusahan ini."
Raya menundukkan kepalanya sedikit kearah
Aaron tanpa melihat wajahnya, lalu berbalik
dan bersiap melangkah. Tapi rasa pening di
kepalanya kini semakin kuat. Dia memegang
kepalanya seraya memejamkan mata mencoba
untuk menguasai dirinya, dia benar-benar
tidak bisa menerima semua ini. Bagaimana
bisa laki-laki jahat itu adalah majikannya.
Dengan wajah yang sudah sangat dingin Aaron beranjak dari kursinya, berjalan kearah Raya,
tanpa kata dia mengangkat tubuh Raya yang
terkejut seketika, matanya melebar, mencoba
meronta ingin turun dari pangkuan laki-laki
itu yang terlihat datar saja, mendudukkan
dirinya di atas sofa yang ada di sudut kanan.
Mata mereka bertemu panas sesaat hingga
akhirnya Raya memalingkan wajahnya. Ansel
datang membawakan sebotol air mineral.
"Minumlah, kau harus menenangkan diri
dulu, cobalah untuk menerima semua ini."
Ucap Ansel dengan bijak seraya mengulurkan
botol minum tersebut lalu duduk di sebelah
gadis itu. Raya melirik, matanya bersitatap
dengan mata Ansel yang terlihat sedikit
khawatir. Sedang Aaron duduk di depannya
dengan tatapan tajam mengarah pada wajah
pucat Raya yang kini menerima botol air
tersebut lalu perlahan meminumnya.
"Terimakasih Tuan Ansel.."
Lirih Raya sambil kemudian menunduk.
Ketiga nya untuk sesaat saling berdiam diri.
Raya masih mencoba untuk menerima semua
ini, kenyataan bahwa laki-laki yang sudah
mengambil kehormatannya adalah seorang
Aaron Marvell De Enzo, yang dia kenal hanya
namanya saja, tanpa tahu orang nya.
"Kau tidak bisa mundur lagi karena semua
ini berhubungan langsung dengan perusahaan
cabang ini. Kau akan mencoreng nama baik
perusahaan ini kalau melakukan nya.!"
Ansel memberi penjelasan, Raya mencoba
melihat kearah Aaron, mata mereka bertemu,
saling menatap kuat dengan sorot mata yang
sama-sama rumit tidak terjabarkan. Yang jelas
tatapan penuh kebencian masih mendominasi
mata indah gadis itu. Tidak lama dia berpaling
wajah, Aaron masih terdiam menatapnya.
"Tapi aku benar-benar tidak bisa menerima
posisi yang bukan bidang ku."
"Mau atau tidak kau tetap tidak akan bisa
kemana-mana.! Perjanjian itu tetap berlaku.!"
Aaron berkata dengan nada arogan nya. Raya
melirik, menatap wajah super tampan namun
sangat dingin bahkan cenderung bengis itu.
"Kau tidak bisa melakukan pemaksaan.! Aku
punya hak untuk memilih dan menentukan.!"
"Hak mu itu sudah hilang sekarang.!"
Tegas Aaron sambil kemudian berdiri, Raya
menatap kesal kearah laki-laki kejam itu.
"Ansel akan menerangkan apa saja yang
harus kau kerjakan. Dua jam lagi kita akan
mengadakan pertemuan.!"
Aaron berkata sambil berjalan kearah kursi
kebesarannya. Raya menatap geram kearah
Aaron, rasa bencinya semakin besar. Kenapa
pria jahat itu bisa selicik ini.? Apakah semua
orang yang merasa memegang dunia
memang seperti ini adanya.?
"Miss Raya..aku sarankan, mulai sekarang
belajarlah menerima semua ini. Tuan kita
tidak suka di bantah.!"
Ansel berucap sambil menatap tenang wajah
Raya yang menarik napas berat.
"Baiklah.. sepertinya kalian tidak memberiku
pilihan lain. Tunjukkan aku ruangan nya.!"
Raya berdiri, Ansel tersenyum manis seraya
ikut berdiri.
"Meja kerjamu ada di sana.!"
Ujar Ansel sambil menunjuk meja kerja yang
ada di sudut kiri, posisi nya di sebelah kiri
ruangan, hanya berjarak beberapa meter
saja dari meja kerja Aaron.
"Apa.?? Kenapa harus berada di ruangan ini.?
Ini sangat tidak masuk akal !"
"Lusa kita akan pergi dari negara ini, jadi itu
semua hanya sementara saja.!"
Debat Aaron yang mulai terfokus pada laptop
di depannya. Raya mematung di tempat, pergi
dari negara ini.? Apakah ini artinya dia akan
ikut pergi ke kantor pusat ?
"Aku akan menjelaskan secara garis besar
apa saja tugas dan kewajiban mu.!"
Ansel menarik tangan Raya untuk duduk di
kursi kerjanya. Dan mulailah Ansel menjadi
mentor kilat untuk Raya, menjelaskan dan
mengarahkan apa saja yang akan menjadi
beban pekerjaan nya nanti.
***
Siang nya Aaron dan Raya pergi ke sebuah
kafe yang akan menjadi tempat pertemuan
dengan kliennya, mereka satu mobil yang
di bawa oleh Alex. Keduanya duduk di jok
masing-masing, jadi Raya bisa bernapas
sedikit lega. Dia menyibukkan diri dengan
mempelajari materi yang akan di bahas
pada pertemuan nanti. Sesekali sudut mata
Aaron melihat kearah wanita yang sudah
resmi jadi sekertaris pribadinya itu.
Sekretaris pribadi.? bibir Aaron tampak
terangkat sedikit, ini sungguh di luar nalar.
Selama berada di kantor tadi, Raya menahan
diri untuk tidak mengeluarkan suara. Dia ingin
meminimalisir interaksi dengan laki-laki itu,
kalau bisa ingin rasanya dia lari dari semua
kenyataan ini.
Tiba di tempat, Aaron keluar terlebih dahulu
di susul oleh Raya yang membawa laptop dan
juga beberapa berkas penting yang akan di
tandatangani oleh kedua belah pihak. Setelah
menjelaskan segala sesuatu nya pada Raya
sosok Ansel tidak lagi kelihatan, entah
kemana perginya pria menawan itu.
Raya memasang wajah kesal saat melihat
bos jahat nya itu berjalan santai menuju ke
dalam lift khusus yang ada di parkiran. Raya
mengikuti pria itu di belakang nya dengan
langkah sedikit kasar di telan kekesalan.
Sementara Alex dan beberapa bawahannya
mengikuti dari belakang membawakan tas
laptop dan dokumen penting.
Begitu keluar dari dalam lift mereka masuk
ke sebuah ruang VVIP yang ada di kafe
tersebut di sambut langsung oleh 4 orang
pria yang sudah menunggu nya dari tadi.
Orang-orang itu tampak berpenampilan rapi
dan elegan dengan raut wajah yang terlihat
jelas berasal dari kalangan elite dunia.
"Selamat datang Tuan De Enzo."
Sambut mereka serempak sambil menunduk
dan membungkukkan badan penuh hormat.
Aaron hanya mengangkat tangannya sedikit
dengan ekspresi datar dan lurus. 4 orang itu
tampak sangat bersemangat saat melihat
kemunculan Aaron, seakan mendapatkan
hadiah lotre besar tak terduga.
"Terimakasih anda sendiri yang datang ke
pertemuan ini Tuan."
Pria paruh baya yang sepertinya klien Aaron
tersebut kembali berucap dengan antusias.
Aaron masih bertahan dengan wajah datar
dan tanpa ekspresi nya. Ke 4 pria elegan itu
kini melirik ragu kearah Raya dengan sorot
mata sedikit terkejut sekaligus tertarik.
"Apa yang kalian lihat.?"
Aaron menatap mereka dengan mata elang
nya yang langsung membuat ke 4 pria itu
tertunduk gugup. Mereka memang terkejut
karena Aaron datang bersama dengan seorang
wanita. Yang mereka tahu, selama ini, seorang
Aaron Marvell tidak pernah bersinggungan
langsung dengan wanita.
"Maafkan kami Tuan.. Mari kita mulai saja
pertemuannya."
Ujar pria setengah baya tadi yang terlihat
sangat gugup dan tegang, wajahnya juga
terlihat pias, dia mempersilahkan Aaron
untuk duduk. Aaron melirik sekilas kearah
Raya, kemudian dia duduk dengan tenang
di sertai gaya yang sangat elegan, berkelas
dan berbeda. Raya ikut duduk di sebelahnya,
sedikit menjauh.
"Kami sengaja terbang ke negara ini saat
anda meminta pertemuan diadakan di sini."
"Jadi kau keberatan.?"
Suara Aaron terdengar dingin membuat
orang-orang itu langsung mendongak dan
menunjukkan reaksi tidak enak.
"Tentu saja tidak Tuan, kami justru sangat
senang bisa bertemu langsung dengan anda.
Ini adalah sebuah kehormatan besar bagi
kami bisa bertemu anda di tempat ini.!"
Pria paruh baya tadi tampak menundukkan
kepalanya berkali-kali. Raya mengernyitkan
alisnya mencoba memahami situasi yang ada.
Kelihatannya orang-orang itu sangat segan
dan hormat pada bos jahatnya ini. Hatinya
semakin kesal, dia mengutuk laki-laki itu
dalam hatinya melihat sikap arogan nya.
"Aku tidak suka basa-basi, langsung saja
pada pembahasan kontrak kerja sama kita.!"
Aaron tampak mulai gerah, dia melirik
kearah Raya yang menatapnya dengan jutek.
Tatapan Aaron mulai memanas membuat
Raya mau tidak mau bergerak, menyimpan
laptop dan berkas di atas meja.
"Baik Tuan, kami akan mengikuti apa saja
yang anda tetapkan. Kami percaya pada
semua kebijakan anda sepenuhnya."
Sahut salah seorang pria lainnya sambil
kemudian dia pun mengeluarkan berkas
yang di bawanya. Pembicaraan pun di mulai.
Kali ini, giliran Raya yang maju menerangkan
isi perjanjian di antara kedua belah pihak.
Semua laki-laki asing itu tampak terkesima
saat Raya berbicara dengan pembawaan yang
sangat tenang namun tetap tegas, lugas dan
cerdas. Bukan hanya mereka, bahkan Aaron
sendiri pun tampak terdiam, dia tidak menduga
kalau Raya bisa menyesuaikan diri secepat ini
dengan tugas dan kewajiban nya. Padahal
semula dia hanya ingin mengetes saja sampai
di mana kemampuan sekretaris nya itu.
"Baiklah Tuan-tuan.. seperti nya penjelasan
kami sudah sangat detail dan jelas. Kalian
bisa mempelajari nya lagi kalau perlu."
Raya menutup penjelasan nya di bumbui
senyum tipis tanda kesantunan. Namun
hal itu malah membuat ke 4 pria itu makin
terkesima pada dirinya. Aaron menautkan
alis melihat orang-orang itu masih terdiam
menatap kearah Raya yang mulai risih.
"Apa aku perlu membatalkan kerjasama
ini.? Ada yang kalian ragukan.?"
Kali ini suara Aaron terdengar lebih dingin
membuat orang-orang itu terlonjak kaget
dan langsung memucat seketika.
"Tidak Tuan.! Kami setuju semuanya. Tidak
ada yang kami ragukan. Mari kita langsung
saja tandatangani semuanya."
Ucap klien Aaron gelagapan. Dia langsung
bergerak cepat menandatangani berkas kontrak kerjasama nya tanpa pikir panjang lagi. Bibir
Aaron menyeringai tipis melihat semua gelagat
itu. Sementara Raya hanya bisa terdiam sambil menggelengkan kepalanya pelan. Dia bergerak
meraih dokumen yang sudah di tandatangani
klien di serahkan ke hadapan Aaron.
Aaron melirik, mata mereka bertemu, saling
menatap kuat, tangan Aaron bergerak meraih
berkas-berkas itu, tanpa sengaja tangan nya
menyentuh tangan Raya, keduanya berjingkat
kaget melepas tatapan saat merasakan ada
semacam sengatan hebat yang menyerang
aliran darah mereka. Wajah keduanya tampak memerah. Masih mencoba menguasai dirinya
Aaron menandatangani berkas-berkas itu
sementara Raya memalingkan wajahnya..
***
Happy Reading...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
anita rochimah
belut listrik kali....menyengaaatttt
2024-02-28
0
andi hastutty
cie cie
2023-10-13
0
Wirda Wati
aku suka raya dari almayra...
2022-12-19
0