❤️❤️❤️
Tuan Danu bersama dengan putra nya Arka
baru saja keluar dari ruang ICU dengan wajah
yang terlihat sangat terpukul melihat kondisi
Raya. Mereka yakin ini adalah hasil perbuatan
Jayden. Semua yang terjadi pada Raya karena
kesalahan mereka. Kalau Raya tidak di bawa
oleh Jayden semua ini tidak akan terjadi.
Sementara ibu tiri dan dua saudari tirinya
tidak terlihat datang ke rumah sakit karena
memang sengaja tidak di beritahu, lagipula
hubungan Raya dengan mereka memang
sedikit kurang harmonis.
"Ini semua gara-gara Papa..!"
Arka menatap geram wajah Tuan Danu
yang kini terduduk lesu di atas kursi tunggu.
"Coba kalau Papa tidak berhutang pada pria
penjahat itu.! Semua ini tidak akan terjadi.
Kak Raya tidak harus mengalami semua
kejadian mengerikan ini.!"
Teriak Arka kembali dengan tinju terkepal
kuat menahan serbuan amarah yang kini
memenuhi dadanya. Dia benar-benar tidak
bisa menerima semua kenyataan ini.
"Maafkan Papa Arka. Tapi semua yang
Papa lakukan demi perusahaan kita."
"Ya tapi kenapa harus mengorbankan kak
Raya.! Dia hampir kehilangan nyawa nya
Pa.! Lihat kondisinya saat ini !"
Arka meninju dinding ruangan dengan kuat
sambil membenturkan kepalanya. Pemuda
tanggung itu kini menangis, tidak kuat lagi
menahan perasaan nya yang hancur melihat
keadaan kakak kesayangan nya itu yang
sampai saat ini belum melewati masa kritis.
Tuan Danu meremas kepalanya yang kini
semakin tertunduk lemah. Segala penyesalan
seakan menyesakkan dada nya membuat
laki-laki paruh baya itu semakin terpuruk.
Tidak ada yang bisa mereka lakukan saat
ini selain berdoa untuk keselamatan Raya.
Jessica muncul dari arah koridor menuju
ruang tunggu, dia menatap kedua anggota
keluarga sahabatnya itu.
"Om Danu, Arka..! Maaf karena saya terlambat
memberitahu kalian. Saya sangat panik jadi
tidak memikirkan apapun."
Ucap Jessica sambil duduk di samping Tuan
Danu yang melirik nya sekilas. Arka masih
terdiam di posisinya.
"Apa yang terjadi sebenarnya.? Apa dia
sudah bercerita pada Nak Jessy ?"
Tuan Danu kini berpaling pada Jessica
yang menggeleng pelan sambil menunduk.
"Belum Om, dia belum sempat bercerita
apapun. Kejadian nya sangat cepat."
"Tidak salah lagi, ini pasti perbuatan pria
jahat itu.!"
"Maksud Om, Jayden.?"
"Siapa lagi kalau bukan laki-laki kejam itu.!"
"Bukan Om, Raya bilang bukan dia pelakunya."
Tuan Danu dan Arka terkejut, mereka menatap
Jessica penuh rasa tidak percaya.
"Kalau bukan laki-laki itu lalu siapa pelaku nya.?
Arka mendekat ke arah Jessica , lalu duduk
di sebelahnya.
"Entahlah, karena Raya tidak mengatakan
siapa orang nya."
Tuan Danu dan Arka menarik napas berat.
Ketiga nya kini terdiam, saat ini mereka
masih diliputi kecemasan karena kondisi
Raya masih belum melewati masa kritis.
***
Tengah malam yang sangat dingin...
Kondisi Raya saat ini mulai stabil setelah
mendapat transfusi darah beberapa labu.
Sebagian alat bantu medis masih terpasang
ditubuhnya, hanya saja sudah tidak memakai
oksigen lagi karena pernapasannya sudah
stabil. Hanya alat pendeteksi jantung, denyut
nadi juga selang infus yang kini menempel
di tangan nya. Keadaan nya masih sama,
belum sadarkan diri.
Ke dalam ruang ICU kini muncul seseorang
yang telah menjadi penyebab Raya mengalami
semua kejadian mengerikan yang hampir saja
merenggut nyawanya itu. Sebenarnya sejak
siang Aaron sudah berada di rumah sakit ini.
Dia langsung berkoordinasi dengan para
dokter yang menangani kondisi Raya. Dia
meminta mereka menangani Raya sebaik
mungkin karena kalau tidak dia akan
mendatangkan Dokter ahli dari tempat lain.
Aaron mematung di tempat melihat kondisi
gadis yang sudah di perdaya nya itu. Wajahnya
terlihat dingin dengan sorot mata tak terbaca.
Dia mendekat, berdiri di samping tubuh Raya
yang tergolek lemah tak berdaya. Mata Aaron
tampak mengerjap saat melihat hasil karyanya semalam masih menyisakan bekas di beberapa bagian tubuh gadis itu.Tangannya kini terkepal
kuat dengan wajah yang semakin dingin.
Tanpa sadar Aaron meraih tangan Raya yang
terlilit selang infus. Di genggamnya kuat tangan
itu yang terasa begitu dingin. Pandangannya
kini beralih ke pergelangan tangan kirinya yang
berbalut perban. Rahang Aaron mengeras, dia
benar-benar tidak menduga akibat perbuatannya
gadis ini sampai berbuat nekad mengakhiri
hidupnya sendiri. Mata Aaron kembali menatap
lekat wajah pucat gadis itu, tak ada lagi rona di
wajah itu, bibirnya yang memiliki bentuk sangat
indah itu kini tampak membiru.
Aaron duduk di kursi yang ada di sana. Tangan
nya masih memegang tangan Raya. Tatapannya
tiada lepas dari wajah pucat itu. Seolah ada
ikatan bathin atau semacam tarikan khusus,
Raya kini mulai menggerakkan jari tangannya.
Aaron menautkan alisnya, dia menyadari
kondisi Raya yang mulai tersadar. Matanya
mengamati pergerakan kecil gadis itu.
Perlahan namun pasti Raya mulai kembali
pada kesadarannya. Pelan-pelan dia membuka
mata lalu mengerjap beberapa kali mencoba menyesuaikan cahaya lampu yang masuk
melalui retina matanya.
"Aahh...dimana aku.."
Raya mendesah lembut . Aaron tampak sedikit bereaksi melihat Raya tersadar, namun pegangan tangannya masih belum terlepas. Begitu sadar sepenuhnya, Raya melirik kearah samping dan matanya langsung membulat sempurna bagai
melihat hantu yang menjelma di hadapannya.
Mulut nya menganga ingin berteriak saat
melihat sosok pria yang sudah menghancurkan hidupnya kini ada di dekatnya. Namun untuk
sesaat dia masih belum bisa mengeluarkan
suaranya. Dia benar-benar kehilangan
tenaganya. Aaron menatap datar wajah
Raya yang terlihat syok itu.
"K-kau... ke-kenapa..ada di sini...!!
Akhirnya Raya bisa mengeluarkan suaranya.
Aaron segera melepaskan pegangan tangan
nya saat Raya berusaha menepisnya lemah.
Mata mereka bertemu dengan tatapan yang
saling bertentangan. Sorot mata kebencian
terlihat jelas terpancar dari mata indah Raya.
"Pergi kamu..! kenapa kamu bisa di sini..!!"
Raya kembali mencoba bersuara walaupun
sangat lemah. Aaron tampak terkejut saat
melihat Raya berusaha untuk bangkit dari
pembaringannya. Dengan reflek dia menahan
bahu Raya dan berusaha untuk menekannya.
Namun justru hal itu malah membuat Raya
semakin histeris ketakutan. Tubuhnya bergetar
hebat, matanya semakin melebar. Trauma
atas apa yang terjadi kemarin membuat dia
memiliki tenaga dan spontan terbangun lalu
berusaha menjerit.
Aaron panik, tanpa pikir panjang dia menutup
mulut Raya dengan telapak tangan nya yang
kuat. Mata indah Raya kini semakin membulat,
dia menggelengkan kepala kuat. Aaron sedikit bingung dengan reaksi Raya yang kini semakin meronta, kedua tangannya bergerak memukul
dada Aaron, selang infus nya mulai memerah
karena tetesan darah.
"Tenang lah..! Aku tidak akan menyakiti mu.!"
Untuk pertama kalinya Aaron berbicara dengan
tatapan tajam penuh intimidasi. Gerakan Raya
terhenti, sorot mata nya tampak melemah,
namun tubuh nya masih bergetar. Mata mereka
saling menatap kuat, wajah mereka begitu
dekat hingga nafas berat Aaron menerpa
wajah pucat Raya. Ada cairan bening yang
kini mulai turun dari sudut mata Raya.
"Aku akan melepaskan tanganku, tapi kau
harus tenang.!"
Ujar Aaron dengan suara beratnya. Raya
masih terdiam berusaha untuk tenang.
Perlahan Aaron melepaskan tangan nya
dari mulut Raya yang langsung mengambil
nafas sebanyak-banyaknya. Aaron mundur
masih menatap dan mengamati Raya.
"Pergi kamu..! Pergi dari sini..!"
Desis Raya dengan tatapan tajam penuh
kebencian sekaligus ketakutan.
"Aku tidak akan pergi.!"
"Pergi..!! Atau aku akan berteriak sekarang.!"
Ancam Raya dengan tatapan menyala di
penuhi emosi yang kini sudah berkumpul
di dadanya dan siap meledak saat ini juga.
Tapi Aaron malah berdiri dengan santainya,
menatap datar wajah Raya yang semakin
kalap. Gadis itu kini bangun lalu beringsut
mundur ke ujung ranjang . Selang infus nya
sudah berubah merah.
"Aku bilang pergi dari sini.! Dan jangan
pernah muncul di hadapan ku lagi.!"
Geram Raya sambil menunjuk kearah pintu,
namun sesaat kemudian dia memegang
kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing dan
berdenyut nyeri. Tenaganya kembali hilang.
Aaron bergerak maju mendekat.
"Jangan maju, jangan menyentuhku..!!"
Raya melirik dan menatapnya tajam. Aaron mengangkat tangannya keatas. Dia menekan
tombol darurat, setelah itu kembali mendekat
kearah Raya yang melebarkan matanya.
"Aku akan kembali nanti.!"
Raya menggeleng cepat, mata mereka saling
menatap kuat. Aaron menarik dirinya setelah
itu berlalu pergi dengan santainya tanpa dosa.
Raya langsung menangis tersedu bersamaan
dengan kemunculan dua orang perawat yang
langsung mendekat dengan wajah bingung
campur senang karena pasien nya telah sadar.
"Mbak Raya.. tenanglah. Dokter akan segera
mengecek kondisi anda."
Ucap salah seorang perawat sambil membantu
Raya untuk berbaring kembali dengan posisi
senyaman mungkin. Perawat yang satu kini
menangani selang infus.Tidak lama ke dalam
ruangan muncul seorang Dokter wanita yang
terlihat langsung tersenyum ramah.
"Mbak Raya.. syukurlah anda sudah sadar."
Sapa sang Dokter dengan wajah sumringah.
Dengan cepat dia mengecek kondisi Raya
yang masih mencoba menguasai dirinya.
Tangisnya masih tersisa namun sudah
lebih tenang sekarang.
"Mbak Raya, apa anda bisa mengenali kami.?
Anda sudah mengingat semua nya sekarang.?"
Dokter itu mencoba mengetes tingkat
kesadaran Raya setelah memastikan bahwa
semua kondisi fisiknya sudah stabil.
"Apa yang terjadi dengan saya Dokter?"
Dokter dan dua perawat tadi menarik napas
lega dengan senyum tipis di bibir mereka.
"Anda di bawa kesini oleh kekasih dan teman
anda Mbak dalam keadaan kritis. Untung lah
Tuhan masih memberi anda umur panjang."
"Kenapa kalian tidak membiarkan aku pergi
dengan tenang. Aku tidak menginginkan
hidupku lagi.!"
Dokter dan dua perawat saling pandang.
Mereka kembali memasang senyum ramah
dan hangat.
"Mbak Raya.. anda adalah orang hebat. Tidak
layak rasanya bagi anda untuk menyia-nyiakan
hidup begitu saja. Banyak orang yang sangat
mencintai dan menyayangi anda."
Ucap sang Dokter sambil menatap Raya yang
kini sudah lebih tenang, mencoba untuk rileks.
"Semua tidak ada gunanya lagi bagi saya Dok."
"Anda tidak boleh bicara seperti itu mbak.."
"Saya butuh ketenangan sekarang.!"
"Baiklah..sekarang sebaiknya Mbak istirahat,
perawat akan melepas semua alat setelah itu
anda akan di pindahkan ke ruang perawatan."
Ujar sang Dokter seraya menepuk halus bahu
Raya. Dia melirik pada dua perawat yang
langsung mengangguk faham. Tidak lama
dia keluar dari dalam ruangan. Dan bertemu
dengan Aaron di luar ruangan yang sudah
di kelilingi oleh orang-orang nya.
"Dia sudah bisa di pindahkan sekarang.?"
Tanya Aaron dengan tatapan datarnya pada
sang Dokter yang menunduk dalam.
"Su-sudah Tuan..!"
"Pastikan kalian memberikan fasilitas
terbaik yang ada di rumah sakit ini.!"
"Ba-baik Tuan."
"Pergilah.!"
Dokter tadi mengangguk lalu pergi dari hadapan
Aaron yang kini berpaling kearah anak buahnya.
"Tempatkan beberapa orang tak terlihat untuk
mengawasi nya. Jangan biarkan wanita itu
melakukan hal aneh lagi.!"
"Baik Tuan laksanakan.!"
Aaron melirik sebentar kearah ruangan,
setelah itu berlalu pergi bersama dengan
beberapa bawahannya..
***
Happy Reading....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
andi hastutty
auron melindungi dengan diam karena tanggung jawab atau udah mulai ada rasa?
2023-10-12
0
H A R U K A ~C H A N
gileee... mulai baca dr maraton sampai tamat skrng th 2023. balik lagi kemari ngulang baca ntah untuk yg keberapa kalinya. novel yg pemakaian bahasa baik, susunannya juga baik. semua ok banget... makanya ga bakalan bisa move on Dr karya kak shan. pasti bakal balik baca lg😘😘😘😘😘😘😘😘😘
2023-05-29
0
jinnie
bukannya kalo pasien di icu ga boleh dijenguk ya ? ko ini pada boleh masuk
2022-12-01
0