Melihat Nissa berlutut seperti itu membuat Ardian tertawa.
"Ha ha ha ha ha," Ardian tertawa puas.
"Surya, tolong antarkan Talita pulang kerumahnya," perintah Ardian pada pengawalnya.
Talita, gadis yang tadi berciuman dengan Ardian tepat sebelum Nissa masuk itu menolak.
"Tidak. Aku tidak mau,"
"Pulanglah, Lita. Ikuti perintahku," ucap Ardian.
"Tapi baby, aku masih merindukanmu. Sudah tiga bulan ini kita tidak bertemu," sahutnya manja.
Talita bergelut di lengan Ardian. Ia mengerucutkan bibirnya. Ardian kembali menyambar bibir gadis itu.
Mereka berdua kembali me***** dan me*****p. Tak peduli dengan tatapan Nissa, Roli, serta Surya pengawal pribadi Ardian.
"Ekhemm," Roli berdehem untuk menyadarkan dua insan yang sedang di mabuk kepayang.
Ardian segera melepas tautan bibirnya dengan bibir Talita.
"Pulanglah, ada urusan yang harus kuselesaikan saat ini,"
"Lalu bagaimana dengan kita?" tanya Talita, wajahnya cemberut.
"Setelah urusanku selesai, aku akan segera menemuimu," ujar Ardian.
"Kau berjanji?"
Ardian tak menjawab pertanyaan Talita. Ia hanya tersenyum.
Talita segera meraih tasnya di atas sofa. Setelah Talita pergi Ardian kembali menatap Nissa.
Ia berjalan mendekati Nissa yang kini sedang berlutut tak jauh didepannya.
"Kau ingin aku mempekerjakan Ridho kembali, itu maksudmu, kan?" tanya Ardian .
Posisi Ardian kini berjongkok tepat di depan Nissa, ia kembali memiringkan kepala berusaha melihat raut wajah Nissa saat ini.
"Saya akan segera menyerahkan surat pengunduran diri saya, tapi saya mohon pada anda, kembalikan posisi Ridho di perusahaan ini," ucap Nissa.
"Siapa yang memintamu mengundurkan diri? Apa kau menyerah pada kehidupan yang kejam ini? Ck, dimana imej gadis galak yang selama ini melekat padamu?" tanya Ardian dengan nada mengejek.
"Bukankah ini yang anda inginkan dari saya selama ini?" tanya Nissa, ia memberanikan diri bertanya.
Ardian menyeringai.
"Kau benar, aku memang sangat ingin kau pergi dari perusahaan ini," jawab Ardian.
"Tapi sepertinya aku berubah pikiran," ucapnya.
Nissa mengangkat wajahnya, ia menatap tajam pria yang sedang berjongkok didepannya.
"Aku akan kembali mempekarjakan Ridho, tapi dengan satu syarat," ucap Ardian.
Kali ini apalagi yang kau inginkan?
Nissa menatap Ardian dengan heran.
"Jadilah pelayan pribadiku," ucapnya sambil tersenyum licik.
Sontak Nissa terkejut mendengar penawaran Ardian.
"Apa maksud anda, pak?"
"Apa kurang jelas tadi aku katakan padamu, jadilah pelayan pribadiku,"
Nissa melongo mendengarnya. Apa-apaan dia ini, bisa-bisanya ia melakukan hal kotor seperti ini.
"Aku akan membayarmu dua kali lipat dari gajimu saat ini," ujar Ardian.
"Tugasmu hanya satu, melayaniku dimanapun, kapanpun, dan apapun itu," sambungnya.
"Apa tidak ada cara lain?" tanya Nissa.
Ardian menggelengkan kepalanya.
Nissa bingung. Disatu sisi ia ingin pekerjaan suami sahabatnya itu kembali. Tapi di sisi lain Nissa tidak ingin berdekatan dengan pria br*****k ini.
"Bagaimana Nissa, apa kau menerimanya?" tanya Ardian.
Nissa masih diam tak bisa mengeluarkan suaranya. Ia sendiri bingung harus menjawab apa.
Haruskah ia menerima tawaran Ardian dan bisa membawa Ridho kembali ke perusahaan ini, atau haruskah ia menolak tapi Ridho terancam kehilangan pekerjaan dan di blacklist oleh beberapa perusahaan lain.
Nissa menatap Ardian dengan kesal, ingin rasanya ia melayangkan tinjunya pada wajah tampan pria ini.
"Baiklah, aku akan memberimu waktu selama satu minggu untuk memikirkan jawabanmu," ucap Ardian penuh penekanan.
"Dan aku harap kau memilih pilihan yang benar," sambungnya.
Nissa keluar dari ruangan tersebut. Ia berjalan dengan langkah gontai dan wajah lesu.
Nissa meminta izin pulang lebih dulu pada ketua timnya dengan alasan tidak enak badan. Mood Nissa benar-benar hancur hari ini sehingga enggan rasanya untuk melanjutkan tugasnya hingga jam kerja selesai sore nanti.
Sesampainya di kosannya Nissa segera mengemasi pakaiannya. Nissa bertekad pulang hari ini.
Setidaknya waktu seminggu yang diberikan Ardian akan ia gunakan untuk berpikir sekaligus pulang melepas rindu dengan kedua orang tua beserta adik-adiknya.
Enam jam waktu perjalanan pulangnya Nissa gunakan untuk tidur di dalam bus. Saat ia terbangun bus yang ditumpanginya sudah sampai di terminal di kota S.
Nissa lalu melanjutkan perjalanan menuju desa L menggunakan angkutan umum. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi saat ia sampai di desa L.
Dengan berlari kecil Nissa menuju rumahnya.
Tok tok tok.
"Assalamu'alaikum,"
Beberapa kali Nissa mengucapkan salam namun tak mendapat jawaban.
Orang rumah kemana, ya? Kok sepi? Mana nomor telepon ibu nggak bisa dihubungi.
"Nissa," gadis berambut pendek itu berbalik saat mendengar seseorang memanggilnya.
"Oh, bu RT," Nissa mendekati wanita paruh baya tersebut.
"Ya Allah, Nissa. Sudah berapa lama kamu nggak kelihatan?" Bu RT memegang tangan Nissa.
"Saya bekerja di kota B, Bu,"
"Jauh sekali, Nis,"
"Iya, bu. Mau bagaimana lagi, rezekinya ada di sana," ucap Nissa jujur.
"Ini kenapa pulang?" tanya bu RT, apalagi saat melihat Nissa membawa tas besar.
"Oh, itu... saya ma...,"
"Iya, saya tau. Kamu pasti kaget mendengar kabar ayahmu sakit, kan. Tadi malam ayahmu diantar pak Mustofa menggunakan pick up ke rumah sakit,"
Apa, ayah sakit? Pantas saja ibu nggak bisa dihubungi.
Nissa terkejut dengan ucapan Bu RT padanya barusan.
"Bu, ibu tahu di rumah sakit mana ayah saya dirawat?" tanya Nissa.
"Kalau tidak salah di rumah sakit umum di kota T,"
Tanpa aba-aba Nissa bergegas mencari ojek yang biasa mangkal di dekat rumahnya. Setelah bernegosiasi masalah harga dengan mang ujang si tukang ojek, Nissa pun berangkat ke rumah sakit yang berjarak kurang lebih tiga puluh kilometer dari rumahnya.
Setelah sampai dan membayar biaya jasa tukang ojek, Nissa segera berlari ke resepsionist di lobby rumah sakit.
"Permisi, bu. Saya mencari pasien atas nama Rahmat,"
"Apa hubungan anda dengan saudara Rahmat?" tanya resepsionist tersebut.
"Saya anaknya, bu,"
"Oh, kalau begitu silahkan tunggu sebentar, saya akan mencari informasi diruangan mana beliau dirawat,"
Nissa hanya bisa pasrah mengikuti perintah Petugas resepsionist berwajah manis tersebut.
"Permisi ibu Nissa, pak Rahmat sekarang berada di ruang ICU,"
Nissa membelalakkan mata mendengar ucapan resepsionis itu. Bermacam pikiran negatif berkecamuk di otaknya.
Nissa melihat ibu dan kedua adiknya sedang duduk di ruang tunggu khusus untuk keluarga pasien.
"Bu," suara Nissa mengagetkan ibunya.
"Ya Allah, Nissa. Akhirnya kamu pulang, dari semalam ibu mau menghubungimu tapi gagal, nak," ujar ibu sambil memeluk Nissa.
Nissa membalas pelukan ibunya. Ia membelai punggung ibu dengan lembut.
"Ayah sakit apa, bu?" tanya Nissa saat ibu melepas pelukannya.
"Masih belum tahu, Nis. Dokter belum ada menjelaskan pada ibu," jawab ibu dengan wajah lelah.
Melihatnya Nissa yakin bila ibu pasti tidak tidur semalaman. Hati Nissa seakan tersayat melihat ibu dan kedua adiknya tidur di ruang tunggu tanpa alas maupun selimut.
"Ibu sudah makan?" tanya Nissa.
Ibu menggelengkan kepala dengan lemah. Nissa lalu beranjak ke kantin rumah sakit dan membeli empat bungkus nasi campur.
Nissa, ibu, serta Diki dan Dini langsung menghabiskan nasi bungkus tersebut. Tak lupa juga Nissa membeli empat gelas teh hangat.
"Alhamdulillah, akhirnya bisa makan. Dini udah nahan lapar dari tadi malam loh, mbak," ucap Dini, si bungsu.
Deg... Betapa malang nasib keluarga kami, ya Allah.
Seorang dokter menemui mereka.
"Keluarga pasien atas nama Rahmat?" tanya dokter itu.
"Iya, dok. Saya anaknya," sahut Nissa.
"Ada yang ingin saya bicarakan tentang kondisi pasien, bisa ikut ke ruangan saya?"
"Tentu, dok,"
Nissa mengikuti dokter tersebut ke ruangannya.
"Jadi begini, pasien mengalami tekanan darah tinggi hingga pembuluh darah di otaknya pecah dan menyebabkan penggumpalan darah,"
"Apa ayah saya masih bisa sembuh?"
"Besar kemungkinan bisa, hanya saja pasien harus di operasi untuk mengangkat gumpalan darah di otaknya,"
"Kalau begitu segera lakukan operasinya, dok," pinta Nissa.
"Rumah sakit ini belum memiliki peralatan yang memadai untuk melakukan operasi bedah saraf. Kalau anda mau, saya akan merujuk pasien ke rumah sakit swasta di kota S, rumah sakit tersebut satu-satunya rumah sakit yang sanggup melakukan operasi bedah saraf di provinsi ini,"
"Kalau begitu berikan rujukannya, dok," pinta Nissa lagi. Ia sangat berharap Ayahnya dapat kembali sehat seperti semula.
*********
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Bian Albiansyah
kasuan bngt nissa, tega bngt c ardian
2020-10-14
1
Akira ✨
like 😉
2020-10-03
0
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
👍
2020-10-01
1