Penjelasan Ana

Ardian masih duduk termenung di sofa ruang keluarga rumahnya. Ia mencoba memahami maksud dari ucapan ayahnya barusan. Belum lagi penuturan Kak Hendri yang membuatnya memikirkan ulang niatnya.

Ardian baru akan memasuki kamarnya saat ibu memanggilnya.

"Di,!" panggil ibu.

"Ya, bu, ada apa?"

"Itu.... Ehmm, itu di depan...," ucapan ibu terputus, beliau seakan berat saat ingin meneruskan kalimatnya.

Ardian mengerutkan keningnya. Ia menatap ibunya. Sementara wanita paruh baya tersebut hanya membalasnya dengan tatapan bingung.

"Kenapa sih,bu?" tanyanya. "Di depan kenapa?" sambungnya.

"Di depan ada Ana,"

Ck, mau apa perempuan itu kesini.

"Suruh perempuan itu pulang,bu," ucap Ardian kesal.

"Mendingan kamu temui dia dulu,Di,"

Ardian memutar bola matanya malas mendengar perintah ibunya.

"Ardi malas ketemu sama dia, bu," ucapnya.

"Di, jangan begitu. Lebih baik kamu temui dia, mungkin ada yang mau dia sampaikan ke kamu. Ingat kata Ayah, jangan mengambil keputusan disaat kamu sedang marah," ibu menjelaskan dengan lembut.

"Ya, bu," Ardian tersenyum. Sebenarnya ia berat bertemu dengan gadis yang telah mengkhianati cintanya itu, tapi apalah daya saat seorang ibu berbicara. Bagaimanapun seorang anak tetap harus menghormati ibunya.

Ardian kembali menuruni tangga menuju ruang tamu di depan.

"Nah, itu Ardi," ucap Ayah yang saat itu sedang duduk di sofa menemani Ana.

Ana tidak datang sendiri. Ia datang bersama ayah dan ibunya. Ana tersenyum sumringah saat melihat kedatangan Ardian.

Apa-apaan perempuan ini, masih bisa tersenyum dia padahal hatiku sangat terluka karena perbuatannya semalam.

Ardian duduk di sofa bersebelahan dengan ibunya. Ia sengaja duduk berjauhan dengan Ana karena ia merasa muak bila harus berdekatan dengan gadis yang masih dicintainya itu.

"Sebenarnya kedatangan kami kemari hanya ingin meminta maaf pada nak Ardian dan keluarga. Ana telah menceritakan kejadian semalam, dan ia mengaku salah. Tapi apa sudah tidak ada jalan lain selain membatalkan pernikahan ini?" Tanya Pak Haris selaku ayah Ana.

Ardian terdiam, ia menundukkan kepalanya. Matanya terpejam sementara memikirkan ucapan Pak Haris.

Sungguh Ardian bingung harus menjawab apa, ia ingin membatalkan pernikahan ini tapi disisi lain ia menyadari ia masih sangat mencintai Ana. Tapi saat ia mengingat adegan romantis Ana bersama pria lain, hatinya terasa perih.

"Bisakah saya berbicara berdua dengan Ana?" Ardian menatap wajah Pak Haris.

Pak Haris terdiam. Ana pun sama, ia memandang lekat wajah prianya. Sementara Ibu Marissa dan suaminya hanya bisa tersenyum. Apapun yang terjadi mereka akan menerima keputusan Ardian.

"Baiklah, mari kita bicara. Ana rasa mas Ardian harus mendengarkan alasan Ana berbuat hal seperti tadi malam," kata Ana menyanggupi permintaan Ardian.

Apa yang harus kau jelaskan, sudah jelas yang aku lihat tadi malam.

Ardian berdiri, ia beranjak meninggalkan ruang tamu. Sementara Ana mengikutinya dari belakang.

Disinilah mereka sekarang, di taman belakang rumah ini. Taman yang dihiasi dengan berbagai macam tanaman bunga. Ada mawar, melati, kembang kertas, anggrek, nusa indah, serta beberapa jenis tanaman bonsai.

Ada juga tanaman kaktus, cocor bebek, serta lidah mertua. Semua tanaman tersebut tertata rapi dalam pot-pot besar maupun kecil. Beberapa tanaman bahkan ditanam langsung di tanah.

Mereka duduk di kursi di dekat kolam ikan. Mereka duduk bersebalahan di kursi kayu panjang yang ada di taman tersebut.

Ardian masih dalam diamnya. Kedua tangannya terlipat didada. Wajahnya tak lagi menampilkan kesan pria hangat seperti sebelumya. Tatapannya dingin, sementara pandangannya lurus kedepan, ia benar-benar tak mau menatap gadis yang duduk di sebelahnya.

Ana memutar sedikit tubuhnya kesamping. Ia memandang lekat pria di sebelahnya. Kemudian ia menghela nafas pelan. Mencoba mengatur nafasnya agar berani menghadapi pria dingin disampingnya ini.

"Mas," lirihnya.

Ardian masih terdiam. Ia hanya memutar bola matanya jengah saat Ana memanggilnya.

"Mas, izinkan aku menjelaskan kejadian tadi malam," ucapnya.

Ardian kemudian menghela nafa kasar, ia meletakkan kedua lenganny di paha. Kemudian menoleh kesamping.

"Memang apa yang mau kamu jelaskan, apa yang kulihat tadi malam sudah menunjukkan bahwa kamu bukanlah wanita yang pantas untuk saya," tatapan Ardian tajam menusuk kedua bola mata Ana.

"Kamu masih marah sama saya, mas?" Ana menundukkan kepalanya.

"Heh, kamu itu bo*** atau apa, mengapa menanyakan pertanyaan yang sudah pasti kamu tahu jawabannya," Sahut Ardian kesal.

"Apakah kamu mencintaiku,mas?" tanyanya.

Ardian diam tak menjawab pertanyaan Ana. Jujur ia bingung harus menjawab apa.

"Akhir-akhir ini kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu, kau mulai mengabaikanku,mas," Ana mulai menitikkan air mata.

"Kapan aku pernah mengabaikanmu, An. Aku selalu menghubungimu dan menanyakan kabarmu, aku selalu mencoba menuruti segala keinginanmu. Aku mencoba menjadi pria terbaik untukmu, aku selalu mencurahkan perhatianku padamu. Dan aku sibuk kerja itu juga untuk masa depan kita, An!" Ardian mulai melampiaskan emosinya, ia tak terima dituduh mengabaikan gadis disampingnya ini.

"Apa itu masih kurang bagimu, An?!" bentaknya.

Ana tersentak. Ia menatap Ardian, pandangannya berkabut karena air mata yang mengalir deras keluar dari pelupuk matanya.

"Tapi mengapa aku merasa kau tak mencintaiku, mas? Hiks... Hiks," Ana mengusap air mata di pipinya.

"Apa maksudmu, An?" Ardian menatap heran, bagaimana bisa Ana tidak merasakan cinta Ardian yang besar untuknya.

"Mengapa kau tak pernah memperlakukanku seperti pria lain memperlakukan kekasihnya, mas?!"

"Aku semakin tidak mengerti dengan maksudmu, An?" jawab Ardian makin heran. Ia bahkan mengernyitkan dahinya mencoba mencari apa kesalahnnya.

"Kau bilang mencintaiku, tapi mana buktinya? Kau bahkan tak pernah menciumku mas, tak tahukah dirimu aku ini wanita normal yang haus belaian!" Ana berteriak mengutarakan uneg-uneg di hatinya.

Jedderrr

Bagai tersambar petir di siang bolong. Ardian membulatkan matanya. Ia terkejut mengetahui gadis yang ia anggap polos malah bertingkah seperti manita j*****.

"Justru karena aku terlalu mencintaimu sehingga aku tidak ingin merusak dirimu, An. Aku ingin kemurnianmu terjaga, aku sungguh menyanyangimu dan sangat menghormatimu sebagai wanita, aku memperlakukanmu seperti seorang putri kerajaan. Kau terlalu istimewa untukku,"

"Kau pikir aku tidak ingin melakukan keinginanmu? Tak tahukah dirimu, sekuat tenaga aku menahan hasratku saat bersamamu? Tak tahukah dirimu betapa aku taku kehilangan kendali atas diriku sendiri?" Ucap Ardian panjang lebar.

Tangis Ana seketika pecah setelah mendengarkan penuturan Ardian. Ia baru menyadari alasan Ardian selalu menolak menciumnya walaupun ia telah memberi lampu hijau.

Ana menatap lekat wajah Ardian. Pria itu pun sama sepertinya. Ia menangis melepaskan kekesalannya. Ana akhirnya menyadari betapa besar rasa cinta Ardian untuk dirinya. Tapi ia malah dengan tega menghancurkan itu semua.

"Ma..maafkan aku, mas," Ana menangis sesenggukan.

"Maafkan aku yang tidak menyadarinya, mas," sambungnya. "Kupikir selama ini kau tak pernah mencintaiku, mas. Hiks... Hiks...,"

"Aku sangat mencintaimu, An. Aku bahkan mencintaimu melebihi rasa cintaku pada diriku sendiri," ucapnya sambil menatap Ana, air mata masih setia mengalir di wajah tampannya. Begitupun Ana, tangisannya semakin histeris.

"Tapi mengapa kau tega mengkhianati cinta ini, An?!!" teriaknya.

"Maafkan aku, mas," ucap Ana memelas, ia bahkan bersimpuh dihadapan Ardian dan menangkupkan kedua tangannya.

Ardian tak bisa berkata apa-apa. Ia masih menangis meratapi nasibnya. Sungguh hatinya terlalu rapuh saat ini. Pengkhianatan Ana benar-benar menghancurkan hidupnya.

Orang tua mereka hanya bisa menghela nafas melihat pemandangan yang sungguh memilukan. Ibu Marissa bahkan menangis melihat betapa kondisi putranya yang sedang terpuruk saat ini.

Sebagai seorang ibu ia sangat mengetahui sifat anaknya. Apalagi Ardian sebenarnya tipe anak yang kuat dan tak mudah menangis. Jadi bisa ia ketahui seberapa hebat luka hati yang diderita Ardian saat ini.

Ayah kemudian mendekati kedua orang tersebut.

"An, lebih baik pulanglah dahulu," pinta Ayah sambil memegangi kedua pundak Ana.

"Tapi, om?"

"Sudah, biarkan Ardian tenang dulu. Setelah tenang maka Om yang akan berbicara padanya," ujar Ayah lembut.

Ana kembali menatap wajah Ardian, matanya terpejam. Lalu ia menatap Ayah Ardian. Ia lalu berdiri dibantu oleh Ayah.

Ia berbalik dan berjalan meninggalkan Ardian, langkahnya kemudian terhenti. Ia menoleh kebelakang dan kembali menatap wajah Ardian, sementara Ardian malah membuang pandangannya ke arah bunga anggrek disampingnya.

Air mata Ana kembali mengalir, sekuat tenaga ia menahan isak tangisnya. Lalu ia kembali melanjutkan langkahnya.

Pak Haris dan Istrinya segera berpamitan pada Ibu Marissa.

"Kami pulang dulu, bu," pamitnya.

"Sampaikan salam saya pada nak Ardian," sahut istrinya menimpali.

Ibu Marissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Beliau lalu meraih Ana kedalam pelukannya. Tangis Ana kembali pecah. Air matanya bahkan sampai membasahi pakaian yang dikenakan Ibu Marissa.

"Ana yang sabar, ya. Tante yakin ada hikmah dibalik ini semua," ucapnya seraya tersenyum dan mengusap air mata Ana dengan ibu jarinya.

Ardian masih setia duduk di taman itu. Ia berdiri dan melangkah mendekati kolam ikan yang ada didekatnya. Ia memperhatikan gerakan ikan yang berenang dengan lincah kesana kemari.

Entah apa yang ada dipikiran Ardian saat ini. Matanya bergerak mengikuti gerakan ikan di kolam tersebut.

*******

Saat ini Ardian tengah berbaring di ranjang. Ia masih memikirkan nasib hubungannya kedepan. Ia bingung antara melanjutkan pernikahan ini atau membatalkannya.

Ardian kembali mengingat ucapan kakaknya tadi pagi.

Kamu mau bikin orang tua kita malu.

Undangan sudah terlanjur di sebar.

Dua kalimat itu berputar-putar di kepalanya. Apa yang dikatakan Kak Hendri memang benar. Sudah terlambat untuk membatalkan rencana pernikahan ini disaat undangan telah tersebar. Apa tanggapan orang-orang bila pernikahan ini batal.

Sudah bisa dibayangkan betapa malunya wajah kedua orang tuanya mengingat banyaknya rekan bisnis bahkan pejabat pemerintahan yang menerima undangan pernikahan ini.

Tapi sungguh sulit bila harus melanjutkan pernikahan ini. Ardian ingin ia menjalani biduk rumah tangga dengan orang yang sangat dicintai dan mencintainya. Membina keluarga yang penuh kebahagiaan.

Tapi bagaimana ia bisa menjalani itu semua bila ia sangat membenci pasangannya. Ardian sangat mencintainya, tapi bayangan pengkhianatan Ana sungguh menyiksanya.

Ah, sungguh pilihan yang menyakitkan. Ardian bangun dan melangkah mengambil album keluarga di lemari kacanya.

Ia membuka lembar demi lembar album tersebut. Gerakannya terhenti saat mendapati foto dua tahun lalu, saat ia dan seluruh keluarga menghadiri pernikahan kakaknya.

Ia mengusap foto tersebut dengan jemarinya. Tergambar betapa bahagia kedua orang tuanya di foto itu.

"Ayah, Ibu, apa yang harus kulakukan," lirihnya. Matanya terpejam dan air matanya mulai mengalir diiringi isakan kecilnya.

Tak lama matanya terbuka. Disekanya air mata yang membasahi pipinya. Ia meraih ponselnya di atas nakas. Membuka kontaknya dan mulai mencari nama seseorang. Segera ia menghubungi nomor tersebut.

Tuuut

Tuuut

"Hallo...."

"Hallo, An,"

******

Jeng jeng jeng....

Hayo abang Ardian mau ngomong apa, tetap nekat membatalkan apa malah melanjutkan?

Bersambung ya genggs

Mau mandiin adek Iqbal dulu

sudah sore 🤭🤭

Terpopuler

Comments

Jay Jayanti

Jay Jayanti

hmm..bnr2 orang tua bijak yach..ortunya ardian..klo di dunia nyata palingan dah males bingitz tuch sm ana...🤔

2021-01-04

0

Woelan Pradipta

Woelan Pradipta

pertahan kan prinsip mu ardi,,,,lebih baik malu krn batal nikah dri pada menikah dgn seorang peghianat,,,,sekarng bisa minta maaf,bukan berarti nanti bisa mengulang lg,,,,harusnya malu jdi ana hrus ngemis" lg krn emang jesalahan dia sendiri

2020-10-16

4

Ernes Pramudita

Ernes Pramudita

kalo aku sih batal wkwk

2020-10-13

4

lihat semua
Episodes
1 Awal Perjalanan
2 Pertemuan
3 Pernyataan
4 Gadis Aneh
5 Meragu
6 Pengkhianatan Ana
7 Penjelasan Ana
8 Keputusan Ardian
9 Petugas Keamanan Baru
10 Apa Kita Pernah Bertemu?
11 Visual Tokoh
12 Ancaman Ardian
13 Harga Diri
14 Dikucilkan
15 Got You!!
16 Bertemu Dinda
17 Dipecat
18 Menyerah
19 Tawaran Ardian
20 Menerima
21 Pindah
22 Belajar
23 Makanan Aneh
24 Belajar Lagi
25 Dia ISTRI Saya
26 Jangan-jangan?
27 Kembali Membenci
28 Secangkir Kopi
29 Drama Bubur Ayam
30 Pertunangan Ana
31 Mabuk
32 Bukan Gadis Idaman
33 Mengunjungi Dinda
34 WAHANA
35 Jadilah Pacarku
36 Kejadian Tak Terduga
37 Merasa Bersalah
38 Siapa?
39 Kecurigaan Ardian
40 Seperti Hantu
41 Pertemuan Thalita dan Verica
42 Tertangkap
43 Terungkap
44 Meminta Maaf
45 Meminta Maaf (Part 2)
46 Ana dan David
47 Pergi Ke Toko
48 Tercyduk
49 Malu
50 SELAMAT ULANG TAHUN
51 Paket
52 Aku Suka Kamu
53 Isi Hati Ardian
54 Isi Hati Ardian Part 2
55 Layu Sebelum Berkembang
56 Hancur
57 Mengapa Sesakit Ini?
58 Pulang
59 Dasar BUCIN
60 Pantai Mutiara Indah
61 Cukup Sampai Disini
62 Kencan
63 PENGUMUMAN
64 Mode Cemburu Berat
65 Salah Paham
66 Aku Serius
67 Kapan-kapan
68 Bukan Pacar, Tapi Suami
69 Mencari
70 Mengungkapkan Perasaan
71 Memberikan Jawaban
72 Akhir Penantian
73 KEKUATAN CINTA
74 SEKUEL
75 ORANG KETIGA
Episodes

Updated 75 Episodes

1
Awal Perjalanan
2
Pertemuan
3
Pernyataan
4
Gadis Aneh
5
Meragu
6
Pengkhianatan Ana
7
Penjelasan Ana
8
Keputusan Ardian
9
Petugas Keamanan Baru
10
Apa Kita Pernah Bertemu?
11
Visual Tokoh
12
Ancaman Ardian
13
Harga Diri
14
Dikucilkan
15
Got You!!
16
Bertemu Dinda
17
Dipecat
18
Menyerah
19
Tawaran Ardian
20
Menerima
21
Pindah
22
Belajar
23
Makanan Aneh
24
Belajar Lagi
25
Dia ISTRI Saya
26
Jangan-jangan?
27
Kembali Membenci
28
Secangkir Kopi
29
Drama Bubur Ayam
30
Pertunangan Ana
31
Mabuk
32
Bukan Gadis Idaman
33
Mengunjungi Dinda
34
WAHANA
35
Jadilah Pacarku
36
Kejadian Tak Terduga
37
Merasa Bersalah
38
Siapa?
39
Kecurigaan Ardian
40
Seperti Hantu
41
Pertemuan Thalita dan Verica
42
Tertangkap
43
Terungkap
44
Meminta Maaf
45
Meminta Maaf (Part 2)
46
Ana dan David
47
Pergi Ke Toko
48
Tercyduk
49
Malu
50
SELAMAT ULANG TAHUN
51
Paket
52
Aku Suka Kamu
53
Isi Hati Ardian
54
Isi Hati Ardian Part 2
55
Layu Sebelum Berkembang
56
Hancur
57
Mengapa Sesakit Ini?
58
Pulang
59
Dasar BUCIN
60
Pantai Mutiara Indah
61
Cukup Sampai Disini
62
Kencan
63
PENGUMUMAN
64
Mode Cemburu Berat
65
Salah Paham
66
Aku Serius
67
Kapan-kapan
68
Bukan Pacar, Tapi Suami
69
Mencari
70
Mengungkapkan Perasaan
71
Memberikan Jawaban
72
Akhir Penantian
73
KEKUATAN CINTA
74
SEKUEL
75
ORANG KETIGA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!