Author POV
"Ana!!"
Teriakan Ardian mengejutkan dua orang yang sedang saling me***at mesra tersebut. Ana membulatkan matanya terkejut melihat kehadiran Ardian yang tiba-tiba.
Ardian mengepalkan tangannya dan berjalan mendekati mereka. Nafasnya memburu menahan kemarahan yang sudah memuncak. Ana segera berdiri, sementara pria itu terlihat bingung dengan reaksi Ana.
Buggh
Ardian melayangkan tinjunya tepat di rahang pria itu dengan sekuat tenaganya. Sontak lelaki yang mengenakan jaket kulit berwarna hitam tersebut terhuyung dan jatuh kebelakang. Ia tak sempat menghindari pukulan Ardian yang datang tanpa diduga.
Ana terkejut melihatnya. Sementara Ardian menarik kerah baju pria tadi dan kembali melayangkan pukulannya bertubi-tubi.
Roli segera memeluk sahabatnya tersebut dari belakang.
"Sudah Di, sudah," pintanya sambil terus menahan tangan Ardian.
"Gak bisa, laki-laki bre****k kaya gini gak bisa diampuni!" teriaknya.
Sementara Ardian yang tangannya masih dipegang oleh Roli, pria berjaket itu mencoba berdiri. Melihat itu membuat Ardian semakin geram dan menggunakan kakinya untuk menendang pria itu dan tendangannya mengenai perutnya.
"Cukup mas, cukup!!" Ana berteriak. Teriakan Ana berhasil menghentikan aksi Ardian.
"Cukup mas, aku mohon, hiks..hiks.." Ana bersimpuh dan menangkupkan tangannya. Air matanya mengalir membasahi wajah cantik gadis itu.
Ardian mengalihkan pandangannya pada Ana. Ia menepis tangan Roli yang menahan lengannya. Ia melangkah mendekati Ana yang masih duduk bersimpuh sembari menangis sesenggukan.
Ia berdiri dihadapan Ana, ia tengadahkan kepalanya menghadap gelapnya langit di malam ini. Sementara tangannya berada dipinggangnya. Ia berusaha menahan emosi agar tidak melampiaskannya pada gadis yang menangis didepannya ini.
Ardian mencoba mengatur nafasnya. Setelah merasa emosinya mulai stabil ia kembali memandang Ana. Lalu ia menurunkan tubuhnya dan duduk persis menghadap Ana.
Dipandanginya wajah gadis itu, wajah gadis yang menghiasi hari-harinya selama dua tahun ini. Lalu ia mencengkram pundak Ana.
"Kenapa An, kenapa kamu lakukan ini Ana!!" Ardian berteriak sambil menguncang tubuh Ana.
"Katakan Ana, apa salahku sampai kamu tega mengkhianati aku seperti ini!!" Ardian kembali berteriak.
Ana tak bisa menjawab, lidahnya kelu. Hanya suara tangis yang setia keluar dari mulutnya.
"Jangan kasar sama perempuan, bro!" terdengar suara seorang pria.
Ardian menoleh kebelakang. Dilihatnya pria yang tadi sempat dijatuhinya pukulan bertubi-tubi itu berbicara. Terlihat darah segar menghiasi bibirnya. Bibir yang tadi sempat merasakan manisnya bibir calon istrinya.
Mengingat hal itu emosi Ardian kembali memuncak. Ia berteriak meminta agar pria itu tak ikut campur permasalahnnya dengan Ana.
"Diam kamu ba****an!!" teriaknya. "Gak usah ikut campur, ini urusan saya sama Ana!!!" lanjutnya.
Pria tadi pun terdiam. Ia lalu duduk dikursi taman itu sembari mengelap darah yang keluar dari bibirnya yang sobek akibat tinjuan Ardian.
Ardian kembali menatap wajah Ana, tanpa ia sadari air mata jatuh membasahi pipinya.
Ardian menangis mengingat pengkhianatan yang dilakukan Ana. Dua tahun ia menahan diri untuk tidak menyentuh gadis itu karena ia sangat menghargai dan menyayanginya. Gadis yang sangat ia jaga kemurniannya itu ternyata malah begitu mudahnya berciuman dengan pria lain.
"Jawab aku Ana, kenapa kamu berubah jadi kaya gini?" tak ada teriakan seperti tadi, Ardian mulai melembutkan nada bicaranya.
Ana menggelengkan kepalanya. Gadis yang mengenakan kaos merah berlengan panjang dan memakai celana hitam itu hanya bisa menangis.
"Lalu aku harus bagaiman An, seminggu lagi kita menikah," ujar Ardian, sementara air mata masih membanjiri wajahnya. Sakit, hatinya sungguh sakit dihadapkan pada kenyataan pahit ini.
"A..aku minta ma...maaf mas," pinta Ana, gadis itu masih sesenggukan.
Ardian terdiam, ia menghela nafasnya, mencoba menghentikan tangisnya.
Ana meraih tangan calon suaminya itu dan menggenggamnya erat.
"Mas, tolong maafkan aku, mas," pintanya lagi.
Ardian melepas genggaman Ana, ia menundukkan kepalanya. Masih mencoba mengatur nafasnya agar kemarahan tak menguasainya lagi.
"Kita batalkan saja rencana pernikahan kita," entah setan mana yang sudah merasukinya sehingga ia mengucapkan kata-kata tersebut.
Sontak Ana menutup mulutnya, ia menggelengkan kepala dan mencoba meraih tangan Ardi lagi.
"Nggak mas, aku gak mau, pernikahan kita tetap harus berjalan mas, aku mohon," gadis itu memelas, tangisannya semakin menjadi.
"Tapi aku gak yakin bisa melanjutkan pernikahan ini An, mendingan kita batalkan," ucap Ardian lagi, kali ini ia menatap wajah sembab gadis dihadapannya ini.
Roli yang melihat pemandangan menyedihkan dihadapannya ini hanya bisa diam. Ia merasa sedih dengan apa yang terjadi pada sahabatnya tapi ia juga terkejut mendengar penuturan Ardian. Ingin ia berbicara tapi ia sangat tahu dengan sifat keras kepala pria berusia 25 tahun tersebut.
"Maaf An," Ardian berdiri dan meninggalkan Ana.
"Mas Ardi!!" Ana berteriak memanggil Ardian dan berdiri lalu mulai mengejarnya.
Ana meraih tangan Ardian tapi segera ditepis oleh pria itu.
"Cukup An, sudah gak ada yang harus di bicarakan. Keputusanku sudah bulat. Mari kita batalkan pernikahan kita," ucapnya kemudian melenggang pergi meninggalkan Ana yang masih terpaku ditempatnya.
Gadis itu menangis histeris, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Sementara lelaki yang tadi sempat bertukar air liur dengannya hanya bisa menghela nafas kasar melihat kondisi Ana yang sudah sangat kacau.
Ia beranjak mendekati Ana, memandangi gadis yang saat ini terduduk dengan pandangan kosong. Ia memutar bola matanya.
"Berdiri An," titahnya sambil memegangi pinggang Ana, mencoba membantunya berdiri.
"Pergi kamu, pergi!!" Ana berteriak histeris.
Beberapa pengunjung taman menatap mereka sinis. Dasar tukang selingkuh, begitulah apa yang ada di otak mereka.
"Jangan kaya gini, An. Ayo berdiri, aku antar kamu pulang," titahnya lagi.
Ana menyadari tatapan sinis pengunjung taman yang ditujukan padanya. Akhirnya ia berdiri.
"Biar aku pulang sendiri," lirihnya.
"Aku yang mengajak dan membawamu kemari, aku juga yang akan mengantarkanmu pulang," sahut pria itu.
Ana menatap wajahnya. Lalu menatap sekelilingnya, malam sudah semakin larut. Ia pun mengangguk mengiyakan ajakan pria itu untuk mengantarkannya pulang.
Sementara Ardian kini sudah sampai di kediamannya. Keadaan rumah sudah sepi, mungkin mereka sudah tidur, pikirnya. Ia segera menuju kamarnya yang terletak dilantai dua.
Setelah pintu kamarnya tertutup tubuhnya merosot di balik pintu. Lelaki tampan itu kembali menangis. Ia menangisi nasibnya. Menangisi kebodohannya yang sudah jatuh cinta pada perempuan seperti Ana.
Ardian memukul-mukul dadanya, melepaskan rasa sesak yang menghimpitnya.
"Aaarrrgghhh!!" teriaknya.
Pengkhianatan yang dilakukan Ana kembali terbayang di matanya. Adegan menyakitkan itu kembali menari-nari di otaknya. Air mata benar-benar membanjiri wajah tanpa noda itu.
"Aaarrrggghhhh!!!" ia kembali berteriak, kali ini membuat beberapa penghuni rumah terbangun.
Ibu Marissa yang tadi pergi kedapur untuk mengambil air minum pun terkejut saat mendengar teriakan yang datang dari kamar anaknya.
Prankk
Gelas yang tadi dipegangnya terjatuh dan pecah. Beberapa serpihannya mengenai kakinya dan menyebabkan luka. Tapi itu tak dihiraukannya.
Ibu Marissa segera berlari menuju kamar Ardian. Saat sampai didepan pintu kamar beliau bertemu dengan Ica yang sudah lebih dulu berada disitu dengan raut wajah kebingingan.
"Kakak kenapa,bu?" tanyanya bingung.
"Entahlah," jawab Ibu Marissa.
Tok
Tok
Tok
Ibu Marissa mencoba mengetuk pintu kamar Ardian.
"Di, Ardi," panggilnya, merasa tak ada sahutan beliau berinisiatif mengetuk pintu kamar itu kembali.
Krieett
Belum sempat mengetuk pintu itu lebih dulu terbuka. Ardian mengintip dari balik pintu. Ibu Marissa masih bisa melihat wajah sembab anak keduanya itu.
"Boleh ibu masuk?" tanyanya.
Ardian tak menjawab, ia hanya membuka pintu lebih lebar, lalu beranjak menuju ranjangnya. Ibu Marissa mengikutinya dari belakang.
Ibu Marissa terkejut mendapati beberapa barang tegeletak di lantai, rupanya Ardian sempat melemparkan beberapa barang untuk melampiaskan kekesalannya.
Ibu Marissa berjalan mendekati anaknya. Ia duduk di ranjang anak lelakinya itu, tepat dihadapan Ardian.
Ibu Marissa menatap wajah tampan sang anak. Terlihat kesedihan di wajah rupawan anaknya itu. Ia meraih kepala Ardian dan dibawanya masuk kedalam pelukannya.
"Hiks... Hiks..." Ardian kembali menangis, hanya saja tangisannya seakan tertahan.
"Menangislah anakku, lepaskan kesedihanmu," ucap Ibu Marissa lembut sambil membelai rambut hitam pria yang kini berada dalam pelukannya tersebut.
Mendengar itu tangis Ardian pecah seketika. Ia terlihat seperti anak kecil yang kehilangan mainan kesayangannya. Tangisannya sungguh pilu, mengiris hati siapapun yang mendengarnya.
Ibu Marissa ikut menagis, air mata yang sedari tadi ditahannya mengalir di wajahnya. Beliau turut merasakan kesedihan yang kini dirasakan putranya itu.
Sementara diluar kamar, Ica dan sang ayah masih dibuat bingung dengan tingkah Ardian yang tiba-tiba menangis histeris seperti itu .
Keesokan harinya Ardian meminta seluruh anggota keluarganya berkumpul di ruang keluarga. Ayah, Ibu, Ica, Kak Hendri beserta istrinya pun mengiyakan tanpa banyak bertanya. Mereka hanya menduga permintaan Ardian pasti ada hubungannya dengan kejadian semalam.
"Ayah, ibu, sebenarnya maksud Ardi meminta kita berkumpul seperti ini adalah..." kalimat Ardian terputus. Lidahnya kelu, tenggorokannya seakan tercekat.
Ardian menunduk dan menautkan jemarinya. Ia merasa berat untuk menyampaikan keinginannya.
"Kamu mau bicara apa, nak," Ayah mencoba bertanya dengan lembut.
Cukup lama Ardian terdiam, ia mencoba mengatur nafasnya, sementara jantungnya sudah berdetak tak karuan.
Ardi mendongak, kembali menatap wajah Ayah dan Ibunya, lalu menatap wajah kakaknya. Sementara yang ditatap hanya bisa berharap cemas dan menunggu.
"Ardi ingin membatalkan rencana pernikahan Ardi dan Ana," setelah berdiam cukup lama akhirnya kalimat yang membuat jantung pendengarnya copot itu keluar juga.
Sontak Ibu Marissa menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang dikatakan Ardian barusan. Sementara Ayah mengusap wajahnya kasar.
"Maksud kamu apa Di, kamu gak bisa seenaknya membatalkan rencana pernikahan kamu sama Ana!!" mendengar penuturan Ardian membuat Kak Hendri naik pitam.
"Ini sudah jadi keputusanku, kak," jawab Ardian.
"Kamu mau bikin Ayah sama Ibu malu,Di. Pernikahan kamu sama Ana itu tinggal menghitung hari aja. Undangan juga sudah terlanjur disebar, kamu mikir gak apa efek kedepannya nanti kalau pernikahan kalian batal??!!" Kak Hendri masih berbicara dengan nada yang berapi api.
Mendengar penuturan kakaknya membuat Ardian bingung, apa yang dikatakan Kak Hendri benar.
"Hen, tenang dulu. Pasti Ardi punya alasan sendiri," ucap ayah mencoba memahami situasi.
Kak Hendri mulai tenang, ia kembali duduk di sofa tepat disamping istrinya.
"Sekarang kamu jelaskan, apa alasan kamu sehingga kamu ingin membatalkan pernikahan kalian?" pinta Ibu dengan lembut.
Ardian kembali menatap orang-orang yang ada didepannya. Ia menghela nafas kasar.
"Sebenarnya.." Ardian lalu menceritakan kejadian yang terjadi tadi malam. Ia menceritakan tanpa dikurangi atau ditambah sedikitpun. Sekuat tenaga ia menahan tangis saat menceritakan semuanya.
Setelah mendengarkan penuturan Ardian mereka mulai memahami apa yang sebenarnya terjadi.
"Lalu bagaimana keputusanmu?" tanya Ayah.
"Ardi akan tetap membatalkan rencana pernikahan kami, Yah," jawabnya tegas.
"Baiklah, kalau itu memang sudah jadi keputusanmu maka ayah tidak akan memaksa. Hanya tolong kamu pikirkan lagi, setiap orang punya kesalahan, tidak ada manusia yang sempurna didunia ini. Dan juga jangan mengambil keputusan disaat kamu sedang marah, akan berakibat buruk untuk diri kamu sendiri," panjang lebar Ayah menjelaskan.
Ayah berdiri dan menepuk pundak Ardian, setelah itu beliau beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.
*********
Sampai sini dulu ya, sebenarnya masih ada lanjutannya, tapi anak mbak tika nangis, jadi part 2 besok aja hehehe
Jangan lupa like and comment ya bebebzz
🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Yik
tidak kata yg membenarkan kata selingkuh udah itu aja pesan singkat nya
2020-12-01
1
Fitria Berkisah
upppp
2020-10-24
0
Baranzha_Putri
semangat kak aku udah bom like jangan lupa mampir dikaryaku 😉
2020-10-21
0