Tak terasa dua tahun sudah aku dan Ana menjalin cinta. Rasa cintaku padanya semakin hari semakin besar. Begitu juga Ana, semakin lama gadis itu semakin pandai merayu, sehingga aku selalu luluh akan setiap permintaannya.
Selama dua tahun ini pula, aku tak pernah sekalipun menyentuhnya seperti kebanyakan pasangan kekasih diluar sana. Hal yang paling jauh adalah berpelukan, selebihnya kami hanya bergandeng tangan saat kencan. Membosankan memang, bahkan sangat menyesakkan. Aku harus kuat menahan nafsuku untuk tidak me***** bibir mungilnya itu. Ana tak pernah melarangku, hanya akulah yang selalu menolaknya. Aku ingin Ana terjaga kesuciannya. Biarlah bibirnya kusentuh saat malam pernikahan kami nanti. Karena bagi Ana, aku adalah kekasih sekaligus cinta pertamanya. Astaga, kebaikan apa sebenarnya yang pernah kulakukan dimasa lalu sehingga saat ini aku mendapatkan gadis polos seperti Ana.
Dua minggu yang lalu aku resmi melamar Ana. Dan kami akan menikah tiga bulan lagi, tepatnya awal tahun 2006. Ah, betapa bahagianya diri ini.
Hari ini aku mengajak Ana ke gedung olahraga terbesar dikotaku. Aku ingin mengajaknya menyaksikan pertandingan pencak silat antar pelajar sekabupaten. Verica Sanjaya, gadis manja kesayanganku yang kini duduk di bangku SMA itu turut serta membawa nama sekolahnya pada even kali ini.
Sorak sorai para suporter menggema memenuhi gedung ini. Mataku melirik kesana kemari mencari keberadaan Ica, adikku. Tak lama kulihat ia berdiri di pinggir gelanggang sambil mendengarkan arahan dari pelatihnya. Aku dan Ana semakin mengeratkan genggaman kami lalu menerobos kerumunan suporter yang menutup jalan menuju gelanggang dua, dimana Ica berada sekarang.
Baru saja kami sampai, nama Ica disebut oleh panitia, meminta agar segera bersiap di gelanggang biru. Setelah itu terdengar lagi panitia memanggil nama Annisa, berasal dari salah satu SMA negeri di kecamatan L. Gadis yang dipanggil tadi segera bersiap di sudut merah. Ica kulihat telah siap dengan pelindung tubuh yang terpasang di badannya. lalu sebuah kain panjang berwarna biru diikatkan diluar pelindung tubuhnya.
Samar-samar aku merasa pernah bertemu dengan gadis yang menjadi lawan Ica. Tak sengaja mataku bersitatap dengan matanya, mata dari gadis berseragam serba hitam tersebut. Gadis itu tersenyum menyeringai padaku. Astaga, dia gadis aneh waktu itu.
Flashback on
Saat itu aku baru saja menjemput sepupuku Amelia dari bandara. Amelia sudah setahun ini berada di kota Y. Ia kuliah pada salah satu kampus terkenal di sana. Gadis yang bercita-cita menjadi Dokter itu rela menimba ilmu di luar daerah demi mewujudkan keinginannya.
Kami berdua saling bertanya kabar dan bercerita tentang kehidupan kami selama setahun ini. Tanpa terasa mobil yang kukendarai sudah memasuki wilayah kotaku. Kami masih asik bertukar cerita dan bercanda hingga tak menyadari lampu lalu lintas berwarna merah dipertigaan jalan didepan kami.
"Ardi... Awass!!" teriakan Amelia menyadarkanku. Seketika kuinjak pedal rem mobilku.
Ciiiitttt
Braakk
Sepertinya aku terlambat, mobilku sempat menabrak pengendara motor di depan kami. Pengendara motor itu memang tidak jatuh, tapi ia pastilah terkejut. Aku ingin keluar dan meminta maaf atas kelalaianku tapi seorang gadis yang merupakan sepeda motor tersebut lebih dulu turun dari kendaraan yang dinaikinya lalu berjalan ke arahku, tepatnya ke arah kursi pengemudi.
Tok
Tok
Tok
Gadis itu mengetuk kaca jendela mobil. Aku segera menurunkan kaca jendela.
"Om, kalo bawa mobil yang bener dong, situ punya SIM apa enggak sih, gak liat ini lampu merah, atau jangan-jangan SIMnya nembak kali!!" teriak gadis itu dihadapanku.
Astaga, gadis kecil ini. Berani sekali dia meneriakiku. Amelia memintaku keluar dari mobil, aku pun menurutinya.
"Maaf ya dek, saya gak sengaja, tenang saja saya akan ganti rugi atas kerusakannya," dengan lembut aku berbicara pada gadis tak punya sopan santun di depanku ini, toh memang aku yang salah.
"Rusaknya gak seberapa Om, tapi harga diri motor saya yang rusak, sudah motor jelek ditabrak lagi, gak punya perasaan banget sih jadi manusia, lagian saya bukan adekmu, jadi gak usah manggil adek!" gadis itu berbicara tak ada henti seperti kereta api saja.
Aku menghembuskan nafasku kasar, maunya apa sih anak ini.
"Terus kalo kamu gak mau dipanggil adek maunya apa?! Jelas-jelas masih anak kecil tapi gak ada sopan-sopannya sama yang tua, berapa sih umur kamu?!" aku pun membentaknya, berharap dia takut padaku.
"Umurku lima belas tahun, kenapa memangnya, lagian om tu yang gak sopan, jelas-jelas salah belagu lagi!" bukannya takut dia malah balas membentakku, bahkan lebih garang.
Astaga, dosa apa yang kulakukan semalam, sampai harus bertemu anak kecil titisan nenek lampir seperti ini.
Pengendara sepeda motor yang kutabrak tadi segera turun melihat perdebatan kami yang pasti tak akan ada habisnya. Wanita yang kutaksir seumuran dengan Amelia itu menarik tangan gadis titisan nenek lampir itu agar menjauh dariku.
"Nis, sudah. Malu diliat orang," pintanya.
"Kita gak salah kok kak, om nya aja nih yang nyolot gak mau kalah sama anak kecil," sahutnya sambil menatapku dengan tajam.
Aku hanya melongo mendengar ucapannya. Dasar anak kecil gak punya sopan santun, gak ada akhlak, dasar makhluk jadi-jadian , dasar nenek lampir, makiku dalam hati.
Amelia juga ikut keluar. Ia mendekatiku dan membisikiku sesuatu.
"Dahlah, ngalah aja sama itu anak, kayanya lagi PMS dia,"
Aku beranjak mendekati sipengendara motor tersebut.
"Maafkan kelalaian saya mbak, hingga menyebabkan kerusakan pada motor mbak. Saya akan bayar berapapun kerugiannya sebagai tanda permintaan maaf saya," ucapku panjang lebar.
Wanita itu tersenyum padaku.
"Sudah mas, gak apa apa kok, cuma platnya aja yang bengkok dikit, dilurusi pakai tangan juga bisa," sahutnya.
Sementara si makhluk jadi-jadian itu masih menatapku seakan ingin memakanku hidup-hidup. Matanya benar-benar bulat, dan hampir keluar.
"Yakin mbak gak apa-apa?" tanyaku lagi.
"iya mas gak apa-apa, lagipula memang motornya yang sudah berumur, minta ganti baru hehehe," wanita itu malah nyengir kuda.
"Ini mbak ada sedikit uang, siapa tau bisa untuk biaya perbaikan motor mbak, atau untuk mengobati kalian siapa tau ada yang luka karena insiden tadi.," ucapku sambil menyerahkan uang seratus ribuan sebanyak tujuh lembar.
"Eh mas, gak apa-apa beneran kok," wanita itu menolak pemberianku.
Akhirnya aku pun mengalah, lebih baik seperti itu kalau tidak maka sampai besok pun tak akan selesai.
"Lagian kenapa tadi mas mobilnya kok bisa sampai nabrak?" tanya salah satu pengendara motor yang menyaksikan insiden kecil ini.
"Oh, itu pak, saya belum sempat servis, jadi remnya gak makan," ucapku berbohong, tidak mungkin kan aku berkata yang sejujurnya alasanku sampai bisa menabrak tadi, bisa habis aku dikeroyok orang-orang ini.
"Makanya om, dikasih makan dong remnya biar gak kelaperan," ternyata gadis itu masih ingin mengajak duel.
Dia menatap tepat pada mataku, lalu membentuk jarinya seperti huruf v, dari jari telunjuk dan tengahnya. Diarahkannya dua jarinya itu tepat pada kedua matanya, kemudian diarahkannya jarinya tepat ke arahku, sambil tersenyum menyeringai. Membuatku bergidik ngeri.
Flashback off
Gadis itu masih tersenyum menyeringai, lalu tangannya membentuk huruf v dengan jari tengah dan telunjuknya. Dan ia melakukan tepat seperti kejadian dua hari lalu.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Indah050
awal yang mengesankan
2020-10-16
1
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Mampir lagi kak, semangat
2020-10-12
0
Fitria Berkisah
like always
2020-10-06
0