4. Sikap dingin Sofia

Pagi harinya seperti biasa Sofia bangun lebih awal. Sedangkan sang suami masih tertidur pulas. Setelah membersihkan diri Sofia turun ke dapur menyiapkan sarapan pagi. Hari ini dia harus memasak seorang diri karena bi Tinah sedang ijin pulang ke kampung.

Pukul delapan, makanan pun sudah tersedia di meja makan. Sofia lalu menata piring dan sendok. Tak lama kemudian Rico keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga sudah rapi menggunakan pakaian kantor.

"Sayang..." Rico memanggil Sofia.

"Iya..." jawab Sofia tanpa menoleh sedikitpun ke arah Rico. Dia sibuk menata piring di meja makan.

"Kok kamu nggak bangunin aku sih...?" tanya Rico lalu memeluk tubuh Sofia dari belakang. Kemudian Rico menciumi leher belakang Sofia.

Biasanya jika dalam posisi ini, Sofia langsung membalikkan badan dan mengalungkan kedua tangannya lalu mereka berciuman. Tapi kali ini Sofia tidak mau melakukan hal itu. Sofia merasa jijik karena teringat kejadian kemarin di ruang kerja Rico.

Perasaannya saat ini kepada Rico tiba- tiba berubah. Yang tadinya penuh dengan cinta, kini berubah menjadi benci dan jijik.

"Mas, lepaskan aku... Aku lagi sibuk, jangan ganggu aku..." ucap Sofia sambil melepaskan kedua tangan sofia yang melingkar diperutnya.

Rico menghela nafas panjang melihat sikap dingin sang istri. Rico menganggap Sofia bersikap seperti ini karena tadi malam dia pulang terlambat.

"Sayang, kamu marah ya sama aku gara- gara tadi malam aku pulang larut malam...? Maaf ya, sebenarnya aku ingin pulang cepat tapi klien aku ngajak makan malam dan ngobrol sampai larut... sekali lagi maafkan aku ya sayang..." ucap Rico kemudian mengecup pundak Sofia.

Sofia melirik sekilas pada Rico, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Aku janji, siang ini aku makan siang di rumah..." ucap Rico.

Sofia tersenyum datar.

"Sayang, please... Jangan marah lagi ya... Aku nggak bisa lihat kamu marah seperti ini sayang..." ucap Rico sambil memegang dagu Sofia.

"Maaf ya..." Rico menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada sambil memasang muka memohon.

Sofia hanya menatap datar pada Rico.

"Sudahlah Sofia ,kamu maafkan saja suamimu itu. Kamu ini kebiasaan ,selalu saja membesar- besarkan masalah sepele. Kalau Rico pulang terlambat ya wajar saja, dia kan pengusaha, kerjaannya banyak, setiap hari sibuk..." tiba- tiba bu Irma datang ke ruang makan.

Rupanya bu Irma mendengarkan ucapan Rico yang sejak tadi meminta maaf pada Sofia namun sepertinya Sofia belum juga memberinya maaf.

"Mama sudah pernah bilang sama kamu Sofia, jangan bertingkah seperti anak kecil yang sedikit- sedikit ngambek. Bersikaplah dewasa. Pahami kerjaan suami kamu seperti apa. Tidak mungkin kan seorang pengusaha akan santai- santai di rumah menemani istrinya terus..." sambung bu Irma lalu duduk di kursi meja makan.

"Ya penting Rico tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang suami. Kamu hidup enak di rumah ini tanpa kekurangan apapun. Kamu bisa beli apapun yang kamu mau. Kurang apa lagi sih...?"

"Kamu juga sih Rico, terlalu memanjakan istrimu itu, jadi kolokan dia kan, dikit- dikit ngambek..." ucap bu Irma dengan nada ketus.

Sofia menghela nafas panjang, ingin sekali dia menimpali ucapan sang ibu mertua. Namun Sofia berusaha untuk menahannya. Iya, ini bukan waktu yang pas untuk meluapkan emosinya saat ini.

"Sudahlah mah, jangan salahkan Sofia. Ini salahku juga kok yang akhir- akhir ini kurang menyempatkan waktu untuknya..." ucap Rico berusaha membela Sofia.

Rico lalu membelai rambut Sofia.

"Hari ini aku akan usahakan untuk makan siang di rumah ya...." ucap Rico.

Sofia lalu menatap wajah sang suami.

"Kamu mau dimasakin apa mas...?" tanya Sofia.

"Apa saja sayang, apapun yang kamu masak pasti akan aku makan. Masakan kamu selalu enak, dan aku selalu suka..." jawab Rico sambil tersenyum pada Sofia.

Mereka lalu sarapan bersama sambil berbincang soal pekerjaan di kantor, namun Sofia hanya menjadi pendengar saja tidak ingin melibatkan diri dalam obrolan tersebut.

"Sayang, kok makannya dikit banget...?" tanya Rico.

"Lagi tidak selera makan ..." jawab Sofia.

"Kenapa...? Apa kamu sakit...?" Rico menunjukkan perhatiannya pada sang istri.

Sofia menggelengkan kepalanya.

"Nggak, aku baik- baik saja..." jawab Sofia.

Setelah selesai sarapan, Rico bersiap untuk pergi ke kantor. Sejak tadi pun ponsel Rico terus berbunyi. Ada beberapa panggilan dan pesan masuk. Namun Rico sengaja mengabaikannya. Iya, dari siapa lagi kalau bukan dari Viviana.

Viviana pasti sudah tidak sabar minta di jemput di hotel. Iya, tadi malam Rico sudah janji padanya pagi- pagi dia akan menjemputnya sekalian berangkat ke kantor.

"Sayang, tolong pasangkan dasiku dong..." ucap Rico sambil mengulurkan dasi berwarna biru navi pada Sofia.

Dengan cekatan Sofia memasangkan dasi pada leher suami. Namun tiba- tiba Sofia menghentikan gerakan tangannya ketika melihat sesuatu yang menempel di leher sang suami. Iya, Sofia melihat ada tanda merah di leher Rico. Tentu saja Sofia tahu itu tanda apa. Hati Sofia kembali dibuat sakit. Tanpa sadar Sofia menarik dasi dengan cukup kuat hingga membuat Rico tersentak.

"Auw... Sayang..." ucap Rico.

"Ma...maaf ..." ucap Sofia.

"Kamu kenapa sayang...?" tanya Rico yang heran melihat tingkah aneh Sofia.

Iya, tentu saja Rico tidak menyadari bahwa tadi malam Viviana sengaja meninggalkan jejek di leher Rico.

"Ehm... Nggak ... Nggak papa. Berangkatlah mas..." sahut Sofia.

"Ya udah aku berangkat dulu ya..." Rico mengecup kening dan bibir Sofia.

"Mah Rico berangkat ya..." Rico mencium kedua pipi sang mama.

"Iya hati- hati sayang..." jawab bu Irma yang masih duduk di kursi meja makan.

Rico berjalan ke luar rumah menuju mobilnya dan melajukannya menuju hotel tempat Viviana menginap.

Sedangkan Sofia langsung naik ke lantai dua menuju ke kamarnya. Sampai di kamar Sofia masuk ke kamar mandi dan segera mencuci mukanya di wastafel menggunakan sabun pencuci muka. Dia menggosok- gosokan dahi dan bibirnya yang bekas dicium oleh Rico.

Iya, Sofia merasa jijik karena selain menciumnya, bibir Rico sudah digunakan untuk mencium bibir dan mungkin bagian tubuh lain dari Viviana. Itu sangat menjijikan. Dia tidak sudi berbagi suami dengan wanita lain. Sofia merasa tidak sudi lagi disentuh oleh sang suami.

"Hik..hik..." Sofia menangis sambil menatap wajahnya di cermin.

"Arrrrhhh..." Sofia berteriak sambil memukul cermin di hadapannya menggunakan botol sabun pencuci muka hingga cermin itu retak.

"Kamu jahat mas... kamu jahat...Hik..hik..." Sofia terus menangis.

🐓🐓🐓🐓🐓

Mobil Rico sudah sampai di parkiran hotel tempat Viviana menginap. Rico lalu turun dan naik lift menuju kamar Viviana. Sampai di depan pintu kamar Viviana , Rico mengetuk pintu, dan Viviana membuka pintu kamarnya.

"Lho baby, kok kamu belum siap...? Ini sudah siang lho, kita harus berangkat ke kantor sekarang..." tanya Rico yang melihat Viviana masih mengenakan baju tidur.

"Aahhh... Nanti saja berangkat ke kantornyaaaa.... " sahut Viviana dengan manja.

Viviana mengalungkan kedua tangannya pada leher Rico.

"Baby, kamu mau apa...?" tanya Rico memegang dagu Viviana.

"Mau kamu..." jawab Viviana dengan centilnya.

Rico pun tertawa pelan.

"Memangnya tadi malam belum puas...?" tanya Rico sambil mencolek hidung mancung milik Viviana.

"Mau lagiiiii..."

"Mau berapa ronde...? Satu Ronde...? Dua ronde....?" Rico langsung membopong Viviana menuju ke tempat tidur.

"Pokoknya sampai puas..." jawab Viviana.

"Baiklah kalau begitu, aku akan buat kamu tidak bisa berjalan baby..." sahut Rico membaringkan tubuh Viviana di atas tempat tidur.

 Mereka pun melakuan olah raga pagi yang begitu panas di kamar hotel hingga selesai pukul sebelas siang. Mereka sampai melupakan jika pukul sepuluh tadi seharusnya mereka menghadiri meeting penting bersama perusahaan keluarga Wardhana.

Setelah membersihkan diri dan sudah memakai pakaian lengkap,Rico membuka ponselnya dan betapa terkejutnya Rico melihat banyak sekali panggilan tak terjawab dari sekertarisnya yang bernama Siska dan juga Satria.

"Oh astaga baby, kita harus segera ke kantor sekarang..." ucap Rico dengan panik.

"Ada apa sih baby...?" sahut Viviana yang sedang menyisir rambutnya di depan cermin.

"Baby, kita sudah melewatkan meeting penting bersama kakak kamu... Hah.. Gimana ini...? Pasti kakak kamu marah besar karena kita melewatkan meeting penting itu..." Rico memijit keningnya.

"Tenang saja baby, kan ada aku... Kamu kan terlambat ke kantor karena aku. Nanti aku yang akan bicara sama kak Satria..." Viviana bangun dari kursi meja Rias lalu menghampiri Rico.

"Baby, aku nggak enak sama kakakmu..." Rico masih saja merasa cemas.

"Dengar baby, kak Satria itu begitu menyayangiku. Dia selalu mendengarkan kata- kataku dan menuruti apa mauku. Jadi kamu nggak usah khawatir, semua akan baik- baik saja. Aku yang akan urus semuanya..." Viviana mengalungkan kedua tangannya di leher Rico lalu menumpukkan bibirnya pada bibir Rico.

"Ayo baby, kita ke kantor saja sekarang..." ucap Rico.

Mereka berdua pun lalu keluar dari hotel dan segera berangkat ke kantor.

🐓🐓🐓🐓🐓

"Pak Rico... pak Rico dan bu Viviana dari mana saja, saya sudah menghubungi bapak dan ibu dari tadi pagi. Tapi tidak dijawab..." tanya Siska yang mukanya terlihat pucat pasi.

Tentu saja Siska pucat pasi, beberapa waktu lalu, Satria datang untuk menemui Rico dan Viviana untuk melakukan rapat penting. Namun baik Rico maupun Viviana tidak ada di tempat, dan dihubungi berkali- kali tetap tidak ada jawaban.

Sudah pasti Satria marah besar. Dan yang jadi sasaran kemarahannya tentu saja Siska. Dia ikut disalahkan karena sebagai sekertaris Rico, dia tidak tahu di mana keberadaan Rico.

"Di mana pak Satria sekarang...?" tanya Rico.

"Pak Satria sudah balik ke kantornya pak... Tapi tadi pak Satria bilang kalau pak Rico dan bu Viviana sudah datang, bapak disuruh menemuinya di kantor..." jawab Siska.

"Ayo kita temui pak Satria..." ucap Rico menarik tangan Viviana.

Rico bergegas berjalan ke arah lift menuju lantai bawah. Dan Viviana mengikutinya di belakang. Mereka harus segera datang ke kantor Satria untuk meminta maaf. Kalau tidak Satria bakal bertambah murka.

"Baby pelan- pelan jalannya... Aku jalannya susah ini..." ucap Viviana yang jalannya harus hati- hati karena benda miliknya masih terasa pedih akibat pergulatannya beberapa waktu lalu.

"Salah kamu sendiri sih, pagi- pagi sudah menggodaku, padahal tadi malam juga kita sudah melakukannya beberapa kali tapi masih minta nambah lagi. Apa punya kamu bengkak...?" tanya Rico sambil menyentuh benda milik Viviana yang tertutup rok pendek.

"Iya, sepertinya sedikit bengkak..." jawab Viviana.

"Nggak papa, nanti kita beli salep ya..." Rico mengusap kepala Viviana.

"Sekarang kita harus bergegas menemui kakakmu, pasti dia kecewa karena kita sudah melewatkan meeting hari ini..." ucap Rico.

Iya, Satria adalah orang yang tegas dan disiplin dalam hal apapun termasuk pekerjaan. Dia tidak akan memberi ampun jika ada orang yang berani berbuat seenaknya dalam bekerja sama dengan dia.

Satria tidak akan pandang bulu, siapapun yang berani berbuat seenaknya maka Satria tak segan- segan untuk memberinya pelajaran. Tidak ada yang berani padanya selain Viviana. Iya, Viviana adalah adik satu- satunya Satria yang begitu dia sayangi.

Apapun permintaanya, Satria tak dapat menolaknya. Baginya Viviana adalah segalanya. Bukan hanya adik saja, tapi Viviana sudah seperti anaknya. Umur Viviana dengan Satria terpaut sepuluh tahu. Dulu ketika Viviana masih kecil, ayah mereka meninggal.

Satria lah yang meneruskan perusahan milik sang ayah yaitu pak Wardhana. Satria menjadi tulang punggung di saat usianya masih sangat muda yaitu dua puluh tahun. Di saat teman- temannya hanya sibuk memikirkan kuliah dan main ke sana kemari, tapi Satria sudah memimpin sebuah perusahaan.

Dia mengurus perusahaan sekaligus melanjutkan kuliah. Belum lagi dia juga harus mengurus sang adik yaitu Viviana yang saat itu masih berusia sepuluh tahun. Iya, Viviana begitu dekat dengannya dari dia masih kecil. Kasih sayang yang tidak dia dapatkan dari sang ayah dia dapatkan dari sang kakak.

Karena saking sayangnya pada sang adik, Satria pun begitu memanjakan Viviana. Apapun keinginan Viviana akan dia penuhi. Dan demi mengurus adik tercinta, bahkan Satria tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Bahkan diusianya yang ke tiga puluh lima tahun dia masih saja hidup sendiri.

Satria belum ada keinginan untuk menikah sebelum memastikan sang adik mendapatkan kebahagiaan yang sempurna.

Jadi tidak heran jika sampai dewasa Viviana masih saja manja pada sang kakak. Viviana selalu merengek pada sang kakak jika menginginkan sesuatu.Dan tentu saja Satria tidak bisa menolak apa maunya Viviana.

"Kak..." Viviana tiba- tiba masuk ke ruang kerja sang kakak tanpa mengetuk pintu lebib dulu.

Satria menoleh ke arah Viviana yang berdiri di depan meja kerjanya, lalu menghela nafas.

"Dari mana saja kamu...?" tanya Satria.

Mendapat pertanyaan dari sang kakak Viviana hanya nyengir saja.

"Kamu pasti pergi bersama Rico kan...? Di mana dia...?" tanya Satria menatap tegas ke arah sang adik.

"Iihhh kakak, jangan pasang muka galak begitu dong..." sahut Viviana sambil memanyunkan bibirnya.

Satria menghela nafas panjang melihat tingkah kekanak- kanakan sang adik padahal dia sudah cukup umur dan harusnya bisa bersikap lebih dewasa.

"Vi, kakak serius, di mana Rico, kakak mau bicara sama dia..."

"Mas Rico ada luar..." jawab Viviana.

"Kenapa dia tidak masuk...?"

"Vivi yang nyuruh dia nunggu di luar. Abisnya kalau dia langsung ke sini pasti kakak marah sama dia kan...'' sahut Viviana.

Satria kembali menghela nafas panjang.

"Wajar saja kalau kakak marah, dia sudah melakukan kesalahan besar. Apa kamu tidak ingat kalau hari ini kita ada rapat penting, tapi kalian berdua malah menghilang..."

"Katakan sama kakak, kalian dari mana...?" tanya Satria.

"Kami abis bersenang- senang, biasalah namanya juga dua sejoli yang sedang dimabuk cinta..." jawab Viviana lalu duduk di kursi depan meja kerja Satria.

Satria kesal, tapi lagi- lagi dia tidak bisa berbuat apa- apa pada sang adik.

"Panggil Rico ke sini..." ucap Satria.

"Tapi kakak jangan marahi dia..." rengek Viviana.

Satria mendengus kesal.

"Kakak janji dulu nggak akan marah sama mas Rico..."

Satria memijit keningnya karena lagi- lagi tidak dapat membantah permintaan sang adik walaupun dia begitu kesal. Ya, memang kenyataannya Satria tidak bisa marah pada sang adik.

"Iya kakak nggak akan marah..." berusaha menahan emosinya.

"Nah gitu dong..." sahut Viviana.

Viviana lalu mendekat ke arah sang kakak.

"Makasih ya kak, kak Satria memang kakak terbaik di dunia, mcuah..." Viviana mencium pipi sang kakak.

Kemudian Viviana memanggil Rico untuk menghadap Satria.

🥰🌞 Jangan lupa kasih like, koment dan vote ya 🥰🥰

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Daulat Pasaribu

Daulat Pasaribu

brarti si satria dukung adiknya untuk jadi pelakor,karna gk mungkin si satria gk tau klo rico uda punya istri.kasihan kali

2025-04-19

1

watini

watini

paraahh....berarti satria tau dong adiknya jadi pelakor....moga karma segera datang pada mereka yg menyakiti sofia

2025-04-21

1

Salsabiela

Salsabiela

Kok Satria membiarkan adiknya pacaran sama suami orang 😒😒

2025-04-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!