WO

Laka masih menggulung tubuhnya dengan selimut di kamar. Salah Zahid yang merusuh tadi malam. Minta pengen tau wajah kakak iparnya. Ya gak dikasih tau, lah. Nanti juga tau sendiri.

Dan, alhasil dari ulah adeknya, jam sembilan pagi Laka masih molor. Mogok kerja dia. Mau qodho' tidur pagi ini.

"Kerja bang!! Kerjaaaa!!! Anak istri mau dikash makan apa,?!" tuh, kan masih ngrusuh lagi. Mana tereak di kupingnya lagi.

"Berisik,!!" Laka menutup telinganya dengan bantal.

"Wedi! Wedi!"(takut!!,takut!!) malah ngejek. Habis itu pergi.

Zahid sudah bersiap rapi. Mau kuliah dia. Anak rajiiin.

"Abang belum mau bangun dek?" tanya bunda setelah Zahid sampai di bawah.

"belum. Adek pamit bun," lalu menyalami bundanya.

Bunda Maya lalu naik untuk membangunkan putra sulungnya itu.

"Bang, gk lupa, kan kalau ada janji sama WO," Laka langsung bangun. Bukan karena janji dengan WO. Tapi karena suara bunda yang membangunkannya.

"Emang iya, bun?"

"Loh, lupa kamu? Adhya udah tau belum?"

"Laka sendiri lupa, jelas Adhya belum dikasih tau, lah"

Aduuh putranya ini benar benar

"Sore aja pun ,Nanti Laka jemput,"

****************

Sorenya, Laka sudah ada di depan rumah Adhya. Namun ternyata dia masih di kampus. Yang ia temui malah Papa Desta.

"Kamu susul saja kesana Laka, bentar lagi juga udah jamnya pulang," kata Papa Desta.

Laka mengangguk lalu berpamitan. Ternyata Adhya dosen di kampus yang sama dengan adeknya. Di Fakultas Hukum. Sama donk. Jangan jangan adeknya ini malah udah tau duluan.

Laka menunggu di parkiran. Pakek masker ,topi dan kacamata hitam. Takut dilihat adeknya. Tak lama Laka menunggu Adhya. Matanya menangkap sosok Adhya bersama seorang pria yang harus Lak akui kalau dia tampan. Mungkin dosen juga.

Setelah Laka melihat pria itu pergi barulah Laka menghampirinya. Mereka belum sempat bertukar nomor kemarin. Jadi Laka mencari dengan murni cara manual. Jelas begitu, Adhya kaget, lah tau tau ada pria misterius nyamperin.

Adhya berusaha menghindar. Laka terus menghadang.

"Gue Laka," ucapnya sambil membuka masker lalu menutupnya kembali.

"Ikut gue," Laka menarik tangan Adhya tapi langsung ditepis.

"Belum boleh pegang pegang," ucapnya lalu mengekori Laka.

Sampai di mobil, Laka melepas semua atribut penyamarannya.

"ngapain kesini? Pakek kayak begituan segala," tanya Adhya.

"Gue lupa ngabarin, hari ini ada janji sama WO, kita kesana sekarang,"

"Kenapa mendadak? Sore sore pula, gue capek Lak, pengen istirahat. Habis ini nanti juga gue harus persiapan buat ngajar besok, kan?" Adhya beralasan. Ia benar benar capek sekarang.

"Lo, dosen. gk usah belajar, udah pinter juga. Lagian kenapa, sih gk ambil cuti aja. Minggu depan kita nikah udah sewajarnya, kan kalo ambil cuti,"

"Besok aja, napa?"tawar Adhya.

"Besok, mbaknya udah ada janji sama klien lain,"

"Kalo gitu, biarin gue tidur bentar,"

"Hm,. Eh Ya! Yang tadi tuh siapa?"

"Siapa?" Adhya bertanya gak ngerti yang dimaksud Laka.

"Pacar?"

"Hah!"

"Mantan?"

"Gimana?"

"Gebetan?"

"Apasih? Siapa? Lo tanya soal siapa?"

"Cowok tadi, yang keluar sama elo tadi,"

"Tebakannya salah semua, dia dosen juga di fakultas hukum,"

"Kirain pacarnya, dari tatapan dia ke elo, jelas banget tuh, kalo suka,"

"Apasih gua mau tidur, ganggu mulu" Adhya pun tidur dengan pulasnya.

Setengah jam kemudian, mereka sampai. Memang letaknya agak jauh dari kampus Adhya.

"Ya! Bangun, Ya! Adhya!" Laka hanya memanggil, tidak berani menyentuh. Takut Adhya ngamuk.

Adhya mulai bangun dari tidurnya.

"Udah sampai, ya?" ucapnya mulai sadar. Lalu membuka cermin untuk merapikan dirinya. Hanya merapikan, tidak memoles. Ya, memang Adhya gak hobi pakek make up. Takut gak tembus air. Nanti jadi ribet kalo wudhu. Paling paling dia pakek make up pas waktu yang gak perlu sampek solat.

Adhya membuka pintunya sendiri sebelum Laka sempat membukakan pintu untuknya.

"Mbaknya cantik, lo Ya," Laka tiba tiba bicara begitu waktu diruang tunggu.

"Terus? Mau lo pacarin?"tanya Adhya.

"Udah jadi mantan,"

"Lo pamer ama gue?"

Laka mengangguk, bangga dia.

"Liona ini, salah satu mantan gue yang paling baik dan cantik. Tapi sekarang udah nikah,"

"Terus kenapa diputusin kalo baik?"

"Dia yang mutusin gue, yaa, gue gak mau ngemis-ngemis. Gengsi lah!"

"Lo belum jadi bucin soalnya, awas nanti kalo udah ketemu pawangnya!"

Liona datang membawa laptopnya lalu menunjukkan beberapa desain pada Laka dan Adhya. Namun sayang, hanya Adhya yang terlihat minat memilih.

Udah lima belas menit. Tapi Laka masih terlihat belum tertarik.

"Lak! Ini yang nikah gue doang ya? Lo ngapain? Bukannya bantuin daritadi malah main hp." Laka malah mrenges😁. Pasti baru balesin chat dari para pacar, tuh.

Laka mulai memilih bersama Adhya. Yang kebetulan selera mereka tidak jauh jadi gak memakan waktu lama.

Mereka pamit setelah selesai. Huh, kirain bakal ada drama nostalgia waktu pacaran. Ternyata bahkan mereka berdua, pun gak ada yang membahas.

"Mau makan apa? Gue traktir, laper,kan?" Laka menawarkan. Adhya mengangguk.

"Solat ashar dulu tapi,"

Laka meng-iyakan. Lalu mereka mencari masjid, dan akhirnya makan di restonya si Laka.

"Mantannya berapa, sih?" tanya Adhya pada Laka selesai makan. Lama-lama kepo juga Adhya soal kehidupan Laka. Seberapa playboy nya si Laka.

"Jangan tanya berapa. Banyak, gue juga males ngitungnya. Nama aja gue gak hafal" Laka sedikit tertawa.

"Gue punya nama khusus buat mereka," lanjutnya.

"Tau." sahut Adhya .

"Ooh iya, lo pernah terima telpon pacar gue, ya?"

Adhya mengangguk.

"Setiap gue putusin satu, nama itu akan berpindah ke pacar gue yang baru." ucap Laka seakan bangga dengan prestasinya.

"Jangan suka mainin cewek, lu gak tau kalo aja the power of woman. Dan biasanya cewek itu pendendam." Adhya memberi nasihat seperti seorang ibu.

Sebenarnya Bunda Maya sudah sering mengatakan begini pada Laka. Tapi, seolah sudah menyatu dengan dirinya. Laka sudah tidak bisa lagi dilarang.

"Yuk, gue anter pulang, apa mau ketemu bunda dulu?,"

"Kapan- kapan aja, udah sore"

"Minggu depan lo udah ada di rumah gue kali."

"Oh, iya ya?" mereka tertawa.

Laka mengantar Adhya pulang, dan lagi-lagi dia tidur di mobil.

Gk takut diapa-apain ya nih bocah, nyenyak banget tidur di mobil orang. Kalau gue khilaf gimana? Apa mungkin cuma di mobil gue lo bisa tidur begini? Gue, kan calon suami elo.

Pikir Laka dalam hati.

Tapi memang benar hanya di mobil Laka dan Papa Desta, Adhya berani tidur. Mungkin ia merasa aman. Padahal inget, kan tragedi pertemuan pertama Adhya dan Laka.

"Udah sampai, Ya!"

Adhya bangun. "Makasih" ucapnya lalu turun, masuk rumah.

Hari ini double up, soalnya aku lagi bahagia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!