Dijodohkan

3 hari kemudian.

“Saya minta maaf, Mbak Inaya.” Kata Hendra yang sengaja datang saat Inaya sudah masuk bekerja.

“Tidak apa-apa, Pak. Saya juga sudah sembuh.” Jawab Inaya yang merasa tidak enak karena orang-orang memperhatikannya.

“Salah saya yang ambil hutang tanpa mengatakannya kepada istri saya.”

“Iya, Pak. Saya sudah maafkan.”

“Tolong katakan kepada Mas Weko kalau saya sudah minta maaf, Mbak. Saya belum ada melaut beberapa hari ini.” Inaya terkejut mendengarnya.

“Katakan saja dengan Mas Weko, Pak. Saya tidak ada urusannya dengan melaut.”

“Mas Weko menahan kapal saya, Mbak. Kalau Mbak Inaya tidak menolong saya, saya tidak bisa memberikan nafkah untuk anak dan istri saya.” Hendra memohon dengan memelas ke arah Inaya.

Inaya yang tidak begitu memikirkan ancaman Weko hari itu, mengira jika ancaman tersebut hanya untuk membuat istri Hendra takut karena istri Hendra tidak bergeming. Tetapi setelah mendengar penuturan Hendra, ia jadi merasa bersalah karena ia tidak bisa melaut karena ancaman Weko.

“Saya akan mengatakannya kepada Mas Weko nanti, Pak.” Kata Inaya dengan ragu.

Ia sudah merasa tidak nyaman dengan pandangan orang-orang, sehingga ia segera ingin lepas dari situasi tersebut.

“Terima kasih, Mbak Inaya!” Hendra dengan sumringah berpamitan dan meninggalkan koperasi.

“Bingkisannya boleh dibuka tidak?” tanya Nuri.

“Maaf, Mbak. Aku merasa sungkan untuk menerimanya, nanti aku akan mengantarkannya ke rumah Mas Weko saja.” Kata Inaya melihat bingkisan buah yang diberikan oleh Hendra.

“Iya. Kamu pakai motorku saja. Kebetulan aku bawa motor sendiri hari ini.”

“Terima kasih, Mbak. Tapi kenapa tidak di antar, Mbak?”

“Mas Seno sedang ada urusan, jadi tidak bisa antar jemput beberapa hari ini.”

“Mbak hati-hati ya?”

“Tenang saja! Aku akan lewat jalan pintas, tidak lewat jalur pantura.”

“Siplah!”

Saat istirahat makan siang, Inaya yang biasanya tidak pernah keluar pergi ke rumah Sintya menggunakan motor Nuri.

“Tumben, Dek!” tegur Sintya yang kebetulan sedang bersantai di teras.”

“Mau ketemu Mas Weko, Mbak.”

“Itu orangnya!” tunjuk Sintya ke arah Weko yang baru saja tiba bersama adiknya yang baru saja pulang sekolah.

“Sini, Dek! Divari Inaya!”

“Ada apa?” tanya Weko mendekat.

“Ini bingkisan dari Pak Hendra, Mas.”

“Kenapa kamu kasihkan aku? Dia memberikannya kepadamu!”

“Aku merasa tidak enak, Mas. Apalagi katanya beliau belum bisa melaut beberapa hari ini.”

“Kamu tahan perahunya, Dek?” tanya Sintya menimbrung.

“Iya. Kalau tidak begitu, istrinya tidak akan kapok, Mbak!”

Sintya bukannya mengomel, justru tertawa mendengar jawaban Weko. Berbeda dengan Inaya yang bingung dengan interaksi keduanya. Melihat kebingungan Inaya, Sintya menjelaskan jika Weko adalah wakil kapten dan ia juga memiliki kuasa di pesisir Pantai sini karena dirinya adalah ketua kelompok Nelayan.

Hal yang dilakukannya kepada Hendra sering terjadi karena kebanyakan dari mereka yang mengambil pinjaman tidak mau membayar secara rutin. Bentuk penahanan perahu dan larangan melaut dimaksudkan agar mereka tidak melupakan kewajibannya dalam pinjaman.

Dengan pinjaman yang rutin dibayarkan, nama kelompok nelayan mereka tidak akan masuk ke dalam blacklist dan tetap mendapatkan kemudahan pinjaman.

“Tetap saja buahnya untuk Mas Weko.” Kata Inaya setelah menganggukkan kepalanya mengerti.

“Anggap saja ini kompensasi atas cedera yang disebabkan istrinya, Dek. Jangan menolak rezeki!” kata Sintya.

“Benar kata Mbak Sintya.” Timpal Weko.

“Biar impas, aku bagi 2 saja, ya?” kata Inaya tanpa meminta persetujuan dan segera membongkar bingkisan yang dibawanya.

Ia membagi 2 buah yang ada di dalam bingkisan. Setelah membaginya, ia membawa separuh bersamanya dan separuh ia tinggalkan untuk Sintya dan Weko. Ia bahkan segera pamit.

“Kabur dia!” seru Sintya.

“Unik!”

“Benarkan? Makanya Mbak mau jodohkan kamu dengan dia! Tapi semuanya bergantung pada kalian berdua, jodoh tidaknya.”

“Semoga, Mbak.”

Beberapa minggu kemudian, tiba pada acara pernikahan Sintya. Inaya yang sudah mendapatkan izin dari sang ibu, berangkat subuh agar dirinya tidak kesiangan. Begitu sampai di pangkalan angkot, ia melihat Weko sudah menunggunya di sana.

“Ayo!” ajak Weko.

“Mas menungguku sejak kapan?” tanya Inaya bingung.

“10 menit yang lalu. Mbak Sintya memintaku untuk menjemputmu.” Inaya mengangguk dan membonceng motor Weko.

Sampai di rumah Sintya, suasana sudah hiruk pikuk. Weko yang sudah diarahkan sebelumnya, membawa Inaya ke rumah Tante Sintya yang ada di samping rumah Sintya dan mengetuk pintu kamar.

“Masuk, Dek!” kata Weko mempersilahkan Inaya masuk ke dalam kamar yang dikhususkan untuk makeup.

“Loh, Inaya!” seru seseorang dari dalam.

“Mbak Sri?”

“Kalian saling kenal?” tanya Sintya.

“Sepupu, Mbak.” Jawab Inaya.

“Kalau tahu kamu juga kesini, tadi barengan saja!” kata Sri.

Inaya hanya meringis menanggapi ucapan Sri. Dalam hati ia sudah was-was karena Sri adalah salah satu penggosip ulung di desa. Sudah bisa dipastikan kabar dirinya menjadi domas* hari ini akan tersebar siang nanti.

Setelah menyelesaikan riasan Sintya, Sri mulai merias 4 domas termasuk Inaya karena ia tidak membawa asisten rias, hanya asisten bagian pakaian. Inaya yang mendapat giliran terakhir bingung, mengapa domas yang lain menggunakan sanggul.

“Apa saya juga disanggul, Mbak?” tanya Inaya kepada Sri.

“Iya. Kamu tidak dikasih tahu?” Inaya menggeleng.

“Pengantin minta pakai adat Jawa, jadi semuanya lepas hijab. Kamu juga!”

“Tapi..”

“Sekali ini saja, Mbak! Mau ya?” tanya adik Weko yang juga menjadi domas.

Setelah berpikir sejenak, Inaya akhirnya mengangguk setuju. Ia tidak mungkin menolak di saat terakhir seperti ini. Jika saja ia tahu lebih awal, mungkin ia bisa menolaknya secara langsung.

Semua riasan telah selesai dan waktunya menggunakan kebaya. Inaya menutupi area dada karena kebaya domas yang dipakainya sangat terbuka di bagian selangka sampai atas gunung kembarnya.

“Sarapan dulu!” kata Weko yang membawa nampan berisi makanan untuk para domas yang sudah selesai berdandan.

Weko yang melihat Inaya merasatidak nyaman dengan pakaiannya, mencari selendang dan memberikannya kepada Inaya.

“Terima kasih, Mas.” Weko mengangguk sambil tersenyum.

Acara dimulai pukul 8 pagi. Semua prosesi akad berjalan dengan lancar dan tiba waktunya untuk kirab pengantin. Inaya menanggalkan selendang yang menutupi area dadanya dan ikut berbaris bersama domas yang lain.

Sri selaku tukang rias dan juga dukun rias sudah memberikan instruksi kepada mereka bagaimana melaksanakan kirab pengantin, sehingga semuanya berjalan dengan lancar.

Acara dilanjutkan dengan foto pengantin, foto bersama domas dan pengapit** dan foto keluarga. Setelah itu, domas ikut berjaga di bagian souvenir sampai acara selesai.

“Maaf ya, Dek. Mbak tidak minta izin kamu untuk lepas hijab.” Kata Sintya saat Inaya sedang memakai kembali hijabnya.

“Iya, Mbak.” Inaa tersenyum.

“Mau langsung pulang?”

“Iya, Mbak. Maaf tidak bisa tinggal sampai malam.”

“Sebenarnya sayang, karena aku ingin kamu menyumbangkan lagu. Tapi tidak apa-apa. Aku akan minta Dek Weko mengantarkanmu.”

“Tidak perlu, Mbak! Aku bisa pulang sendiri.”

“Tidak boleh menolak!” tegas Sintya yang kemudian mencari Weko.

Saat Inaya keluar dari kamar, Weko sudah menunggunya dengan tas belanja yang cukup besar. Ia mengatakan jika Ibu Sintya yang menyiapkan khusus untuknya. Dengan berat hati Inaya menerimanya dan berpamitan dengan semua keluarga Sintya yang ia kenal.

.

.

.

.

.

**domas: Sepasang muda-mudi yang membawa kembar mayang (bridesmaid dan groomsmen).*

**pengapit: 2 gadis kecil rentang usia 5-10 tahun yang duduk di samping kanan dan kiri pasangan pengantin.

.

.

Maaf telat 🙏🏻

Episodes
1 Inaya
2 Sepupu Sintya
3 Menagih Hutang
4 Merasa Hutang Budi
5 Dijodohkan
6 Reuni
7 Mengantar Pulang
8 Apa Dia Bisa Menerima?
9 Masalah Keluarga Inaya
10 Merasakan Ketulusan
11 Memperbaiki Diri
12 Mengetuk Pintu
13 Lamaran
14 Membalas Lamaran
15 Sebelum Menikah
16 Sah!
17 Sepasar
18 Kehidupan Berdua
19 Membuat Candu
20 Ibu Mertua
21 Antar Jemput
22 Ke Rumah Inaya
23 Kembali Melaut
24 Kabar Gembira
25 Salah Paham
26 Marahnya Inaya
27 Tidak Boleh Melaut
28 Kejutan
29 Masih Tidak Rela
30 Menunggu Kabar
31 Menabrak Karang
32 Kabar Buruk
33 Hilang
34 Dinyatakan Meninggal
35 Memperhatikan Keluarga Suami
36 Beban Berkurang
37 Observasi
38 Mengikhlaskan
39 Satu Tahun
40 Memintanya Menggugat
41 Fatah
42 Janda Inaya
43 Memantapkan Hati
44 Merasa Iri
45 Mengikuti Inaya
46 Diwarnai Pertengkaran
47 Aku Akan Menunggumu
48 Menginap
49 Melewati Malam
50 Kehidupan Pernikahan Kedua
51 Mengganti Panggilan
52 Anggap Sebagai Ujian
53 Jalan-jalan
54 Silahkan datang ke Rumah
55 Periksa ke Dokter
56 Pandangan Berbeda
57 Fatah yang Overprotektif
58 Weko
59 Mantan Istri
60 Menjalani Jalan Masing-masing
61 Menjadi Mekanik
62 7 Bulanan
63 Ketakutan Inaya
64 Bertanya
65 Melahirkan
66 Selapanan
67 Promo Novel Baru
68 Kepergian Fatah
69 Kecelakaan
70 Mengantarkannya
71 Ruwat
72 Tidak Perlu Menggurui
73 Menginap
74 Biarkan Saja
75 Puncak Kesabaran Inaya
76 Menuai Apa yang Ditanam
77 Masih Tidak Sadar
78 Maksud Tersembunyi
79 Siapa Dia?
80 Weko yang Gelisah
81 Deni
82 Apa Aku Pembawa Sial?
83 Tidak Akan Kembali
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Inaya
2
Sepupu Sintya
3
Menagih Hutang
4
Merasa Hutang Budi
5
Dijodohkan
6
Reuni
7
Mengantar Pulang
8
Apa Dia Bisa Menerima?
9
Masalah Keluarga Inaya
10
Merasakan Ketulusan
11
Memperbaiki Diri
12
Mengetuk Pintu
13
Lamaran
14
Membalas Lamaran
15
Sebelum Menikah
16
Sah!
17
Sepasar
18
Kehidupan Berdua
19
Membuat Candu
20
Ibu Mertua
21
Antar Jemput
22
Ke Rumah Inaya
23
Kembali Melaut
24
Kabar Gembira
25
Salah Paham
26
Marahnya Inaya
27
Tidak Boleh Melaut
28
Kejutan
29
Masih Tidak Rela
30
Menunggu Kabar
31
Menabrak Karang
32
Kabar Buruk
33
Hilang
34
Dinyatakan Meninggal
35
Memperhatikan Keluarga Suami
36
Beban Berkurang
37
Observasi
38
Mengikhlaskan
39
Satu Tahun
40
Memintanya Menggugat
41
Fatah
42
Janda Inaya
43
Memantapkan Hati
44
Merasa Iri
45
Mengikuti Inaya
46
Diwarnai Pertengkaran
47
Aku Akan Menunggumu
48
Menginap
49
Melewati Malam
50
Kehidupan Pernikahan Kedua
51
Mengganti Panggilan
52
Anggap Sebagai Ujian
53
Jalan-jalan
54
Silahkan datang ke Rumah
55
Periksa ke Dokter
56
Pandangan Berbeda
57
Fatah yang Overprotektif
58
Weko
59
Mantan Istri
60
Menjalani Jalan Masing-masing
61
Menjadi Mekanik
62
7 Bulanan
63
Ketakutan Inaya
64
Bertanya
65
Melahirkan
66
Selapanan
67
Promo Novel Baru
68
Kepergian Fatah
69
Kecelakaan
70
Mengantarkannya
71
Ruwat
72
Tidak Perlu Menggurui
73
Menginap
74
Biarkan Saja
75
Puncak Kesabaran Inaya
76
Menuai Apa yang Ditanam
77
Masih Tidak Sadar
78
Maksud Tersembunyi
79
Siapa Dia?
80
Weko yang Gelisah
81
Deni
82
Apa Aku Pembawa Sial?
83
Tidak Akan Kembali

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!