Satu bulan berlalu Lisa masih menjalani aktivitasnya seperti biasa. Banting tulang demi mencukupi kebutuhannya juga, sambil mencicil biaya rumah sakit yang tidaklah murah. Untung saja pihak rumah sakit mau sedikit berbaik hati memperbolehkan Lisa mencicil tunggakannya. Meskipun, semakin hari semakin besar nominalnya tapi setidaknya Lisa berusaha semampunya.
Terkadang untuk menekan pengeluaran Lisa hanya makan nasi, di pagi dan malam hari saja. Siang nya dia hanya memakan roti yang dia peroleh dari minimarket tempat dia berkerja. Jika, sudah akan mendekati kadaluarsa, biasanya pihak minimarket membagikan pada karyawannya.
"Lumayan buat ganjel perut," pikir Lisa.
Siang itu cuaca sangat panas, matahari benar-benar menyemburkan seluruh energi panasnya di setiap pelosok bumi. Di sebuah bangku kecil tepat di bawah pohon besar terlihat seorang wanita sedang mengipas-ngipaskan tangannya agar ada sedikit angin yang terasa.
"Haduh, hari ini 'kok cuacanya wow banget, udah kaya di panggang dah," ujar Lisa lalu meneguk air putih di botol minumnya.Tak lupa memakan segigit demi segigit roti bekalnya.
"Hey Lis sendirian aja" sapa seorang lelaki dari belakang bangku. Lisa menoleh melihat siapa yang menyapanya barusan.
"Eh, pak Dion. Iya, nih, Pak," sahut Lisa.
"Loh Mona mana, biasanya kalian kemana-mana berdua. udah kaya lem dan prangko tak terpisahkan,"
Pak Dion mendekati Lisa lalu, duduk di sampingnya.
"Oh. Mona ke kantin pak biasa sama gebetannya." Lisa cengengesan memperlihatkan deretan gigi putihnya.Tak heran jika Lisa dan pak Dion bisa seakrab ini Pasalnya, dulu saat Lisa melamar pekerjaan di sini, Dion lah yang membantu nya hingga akhirnya Lisa bisa di terima sampai sekarang.
"Terus kenapa kamu di sini bukannya ke kantin, kan ini jam makan siang, Lis?" tanya Dion.
"Lisa udah makan ' kok, Pak." Lisa memperlihatkan roti di tangannya yang baru 3kali dia gigit.
"Haduh, Lisa mana kenyang cuman makan roti doang,kan kerjaan kamu menguras tenaga lis." Dion sedikit khawatir dengan gadis di hadapannya sekarang. Sebenarnya Dion menyimpan rasa pada Lisa, tapi Dion belum berani mengatakannya. Karena, takut jika dia di tolak Lisa akan menjauh darinya. Jadi, untuk sekarang lebih baik seperti ini saja dulu.
"Tenang aja, Pak.Lisa mah kuat, sekuat baja!" bantah Lisa.
Dion menghela nafas, tidak habis pikir dengan jawaban gadis mungil ini.
"Ya sudah, saya masuk kantor dulu, jangan ngelamun di sini entar kamu kesambet,"
"Ha ha ha, Pak Dion bisa aja"
Dion pergi berlalu meninggalkan Lisa sendirian, Lisa kembali meneruskan aktivitasnya memakan sisa roti di tangannya.Tapi baru saja 2 gigitan, dering ponsel menghentikan nya kembali
"Haduh, engga bisa apa neleponnya entar gitu ganggu orang makan aja! kesal Lisa.
"Assalamualaikum." suara wanita di sebrang sana terdengar sangat lembut.
"Waalaikumsalam," jawab Lisa.
"Apa ini mba Lisa Anggraini?"
"Iya betul saya sendiri, ada yang bisa saya bantu, Mba?"
"Kami dari pihak rumah sakit, Mba,"
"Ada apa ya, Mba?" matanya kini sedikit sayu, pikirannya melayang apa terjadi sesuatu pada adik tercintanya itu.
"Begin Mba, ini soal perkembangan adik Mba. Dokter Dika ingin bertemu Mba, untuk membahasnya. Bisa Mba ke rumah sakit sore ini? tanyanya lembut.
"Oh, baik, Mba. InsyaAllah saya akan datang terima kasih informasinya,"
"Sama-sama, Mba. Kalau begitu, maaf mengganggu waktunya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." ujarnya sedikit lesu
Kini nafsu makannya hilang seketika, pikirannya menerka-nerka apa yang hendak dokter Dika bicarakan.
Apa adiknya tak ada kesempatan untuk bangun kembali? semua hanya Allah yang tau, biarlah takdir yang menentukan nasib adiknya. Lisa hanya berusaha semampunya untuk memperjuangkan kehidupan adiknya itu.
Lisa kembali mengambil hp nya lalu, mencari kontak seseorang.
"Assalamualaikum," sapa Lisa.
"Waalaikumsalam, iya, Lis ada apa?" suara Farah dari gagang telepon terdengar sedikit pelan.
"Maaf, Mba bolehkah Lisa datang sedikit terlambat. Lisa dapat telepon dari rumah sakit. Dokter Dika ingin bicara soal perkembangan Egi?"
"Oh engga apa Lis. Tenang aja, kalau sudah selesai nanti langsung ke sini aja ya," jawabnya.
"Iya, Mba. makasih,"
"Iya, sama-sama."
"Ya udah, Mba. Lisa mau bekerja kembali. sekali lagi mohon maaf, ya, Mba! sesal lisa.
"Tenang aja, kaya sama siapa aja kamu nih."
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,"
Lisa memasukan ponsel milik nya ke dalam saku celannya lalu, bergegas masuk ke dalam kantor kembali. Dia harus tetap kuat meski sebenarnya hatinya sungguh sangat khawatir.
Seusai bekerja Lisa langsung berlari menaiki bus untuk ke rumah sakit, perjalanannya kali ini sangat melelahkan, suasana jalanan yang macet, belum keadaan bus yang desak-desakan karena memang jam pulang kerja. Setelah menempuh perjalanan 20 menit akhirnya Lisa sampai ke tempat tujuan. Lisa langsung masuk ke dalam rumah sakit dan menuju bagian resepsionis.
"Maaf, Mba. Dokter Dika nya ada?"tanya Lisa. ramah.
"Oh, ada, Mba. Sudah buat janji sebelumnya?."
"Sudah, Mba," sahut Lisa.
"Mari, saya antarkan ke ruangannya mba." wanita muda itu menuntun Lisa menuju lorong-lorong rumah sakit,menuju ruangan sang dokter.
"Ini, Mba langsung masuk aja dokter Dika nya ada di dalam,"
"Baik, Mba. Terima kasih." Lisa tersenyum.
"Sama-sama, saya permisi ya, Mba!" pamitnya.
"Baik."
Lisa mengambil gagang pintu lalu memutarnya seraya berkata.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam" jawab seorang lelaki dewasa. ya, dia adalah dokter Dika.
"Silakan masuk Lis, duduk dulu."
"Baik, Dok." Lisa menarik kursi di depannya, kini mereka duduk saling berhadapan.
"Ada apa ya, Dok?" tanya Lisa.
"Gini, Lis. Adik kamu ini sepertinya harus di rawat di luar negri karena, kalau di sini kami belum memiliki alat yang sangat canggi," jelas dokter Dika.
"Apalagi kondisinya ini sangatlah drop, sudah hampir 2 bulan belum ada tanda-tanda dia akan bangun," lanjutnya.
Lisa mengambil nafas dalam-dalam lalu, mengembuskannya
"Tapi, Dok. Saya tidak punya uang untuk membiayayinya. Ini saja tunggakan saya masih sangat banyak." Lisa menuduk, dia tidak tau harus berbuat apa.
"Maafkan saya Lisa karena, tidak bisa membantu banyak. Saya hanya memberi
informasi tentang bagaimana keadaan adik kamu. tapi, jika kamu keberatan tidak apa-apa tapi, kecil kemungkinan Egi bisa bangun kembali." Dokter itu berhenti sebentar
"Tapi, kalau kamu sudah siap biayanya nanti kamu bisa melakukannya. Saya tahu kamu ingin yang terbaik untuk adikmu,"
"Iya, Dok,"
"Hanya itu saja yang akan saya sampaikan lisa. Oh, ya ini resep obat yang harus kamu tebus untuk minggu ini." dokter Dika menyerahkan secarik kertas.
"Baik, Dok. Terima kasih, kalau begitu saya permisi dulu." Lisa beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari tempat itu.
Kini pikirannya kacau balau, apa yang harus dia lakukan. Dia sangat ingin membawa adiknya itu berobat ke luar negri. Tapi apalah daya keadaan lah yang tak memungkin.Tak terasa bulir air mata menetes lolos dari mata indahnya, dia berjalan tak tentu arah.
BRUK
hingga tanpa sadar, Lisa menambar seseorang di hadapannya.
"Maafkan saya tuan"
...****************...
BERSAMBUNG
minta pendapatnya dong kira-kira visualnya siapa ya yang cocok buat pemeran novel ini?😁😂
author belum kepikiran masing menimbang-nimbang🙈
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Wafa Herni
semngt lisa kamu kuat
2022-05-13
0
Siti Fatimah
ceritanya seru banget ngk berbelit2
2021-04-30
0
Ibu Yuni Yuni
visual lisa nya serem sungkar tuh
2021-03-29
0