Liam melihat jam di layar smartphone nya, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang, dia berdiri dan menoleh melihat Laura,
“Maaf, aku harus pergi kerja, ada nomor ? kita ngobrol lagi nanti,” ujar Liam sambil mengangkat smartphone nya.
Laura berdiri, mereka pun bertukar nomor, Liam berpamitan sekali lagi dan berbalik untuk berjalan pergi, tapi tiba tiba tangannya di tangkap Laura,
“Um...Liam, kamu kerja apa ? ada lowongan ga di tempat mu ? aku harus mencari penghasilan sendiri karena aku ingin lepas total dari keluarga toxic ku,” ujar Laura.
Liam berbalik mengamati Laura, dia melihat Laura bersungguh sungguh dari raut wajah dan matanya, kemudian dia ingat kalau saat ini dia sendirian mengurus kafe,
“Hmm kamu bisa bikin kopi ?” tanya Liam.
“Kopi ? um....belum pernah, tapi aku bisa belajar,” jawab Laura.
“Ok, gimana kalau kamu kerja sama aku ? kebetulan aku punya kafe dan aku hanya sendirian,” balas Liam.
“Kamu....punya kafe ?” tanya Laura kaget.
Liam mengangguk dan tersenyum menjawab pertanyaan Laura, kemudian Laura terlihat berpikir dengan menaikkan tangannya ke dagu. Liam langsung mengetes Laura,
“Tapi maaf, tapi untuk sementara aku hanya bisa memberi mu gaji seperti pekerja paruh waktu, paling aku hanya bisa memberi mu 8 dolar perjam saat ini, bagaimana ?” tanya Liam.
“Oh...ok, aku mau, tapi tolong ajarin aku bikin kopi nya ya hehe,” jawab Laura semangat.
Mendengar jawaban Laura, Liam menjadi sedikit kaget karena Laura menerima begitu saja upah yang dia tawarkan tanpa bernegosiasi dan Laura terlihat antusias ingin belajar membuat kopi. Jawaban Laura sangat berbeda dengan Grace ketika dia datang ke kafe nya dan meminta pekerjaan ketika dia berusia 17 tahun. Grace minta gaji 20 dolar perjam dan bekerja 5 kali dalam seminggu dengan sederet alasan menyertai nya. Itulah awal pertemuan Liam dengan Grace dan berakhir dengan patah hati,
“Ok, kamu di terima,” Liam sekali lagi menjulurkan tangannya.
Laura langsung menjabat tangan Liam dengan antusias, setelah itu keduanya berjalan keluar dari halaman kampus menuju kafe Liam sambil berbincang bincang santai. “Cklung,” Liam mengajak Laura masuk ke dalam kafenya,
“Waw....kafe ini benar benar punya mu Liam ?” tanya Laura sambil menoleh melihat sekeliling.
“Iya, ayo bantu aku menurunkan kursi kursinya,” jawab Liam.
“Kamu hebat ya, masih 20 tahun sudah punya usaha sendiri,” puji Laura.
Liam terdiam, tanpa sadar dia membandingkan perkataan Grace dengan pujian Laura walau dia tidak merasakan apa apa selain kekosongan di hatinya. Liam menoleh dan melihat Laura sambil tersenyum,
“Terima kasih,” balas Liam.
“Kamu tinggal di sini juga ?” tanya Laura.
“Iya, aku tinggal di lantai tiga,” jawab Liam.
“Wah...enak sekali, tinggal di atas usaha sendiri, semoga suatu saat aku juga bisa seperti kamu,” balas Laura.
“Pasti bisa, aku doakan,” ujar Liam.
“Terima kasih Liam,” balas Laura.
Setelah itu Laura menaruh tasnya, dia menggulung lengan nya dan mulai menurunkan kursi dari atas meja membantu Liam yang tertegun dan masih mencerna kata kata yang dia ucapkan. Liam menggelengkan kepalanya yang sedang membandingkan kata kata Laura dengan penghinaan dari Grace terhadap kafenya, dia langsung bekerja kembali menurunkan kursi dari atas meja. Namun jantunganya berdetak kencang, dia menoleh melihat Laura yang nampak sibuk dan bekerja tanpa bicara.
Selesai menata kursi, Liam mengajak Laura ke ruang staff, dia menunjukkan loker untuk mengganti pakaian, kemudian dia memberikan satu set seragam wanita kepada Laura yang terlihat senang melihatnya, dia langsung masuk ke kamar ganti dan mengganti pakaiannya. “Sreeeek,” tak lama kemudian, tirai pun di buka, Liam terkesiap melihat Laura mengenakan kemeja putih, celemek hitam dan celana panjang hitam dengan rambut di ikat satu di belakang.
“Wow,” gumam Liam di dalam hati secara tidak sadar.
Laura mendekat dan berdiri tepat di depan Liam, dia menengadah ke atas dengan wajah penuh senyum melihat wajah Liam sampai membuat Liam mundur selangkah. Gadis yang sebelumnya patah hati dan menangis, kini berubah drastis dengan wajah yang cerah, mata berbinar dan senyum yang lebar, seakan akan dia sudah keluar dari kerangkeng nya selama ini dan menemukan tempat berlabuh,
“Gimana ? ayo dong di nilai,” ujar Laura senang.
“Hmm...ba..bagus, kamu keliatan cantik haha,” jawab Liam terbata.
Liam menyadari kalau dia merasakan sesuatu di antara dirinya dan Laura, dia merasa lantai yang di pijaknya diam tidak bergeser karena pikirannya dan hatinya yang kalut membuat pijakannya goyah karena tanah yang bergeser tidak menentu, dia juga merasakan ada bebas terlepas dari tubuhnya sehingga membuat tubuhnya menjadi ringan,
“Benar juga, selama ini gue hidup untuk membuat Grace senang, selama bertahun tahun Grace menjadi pijakan gue dan pusat hidup gue sampai gue lupa gue memiliki semua ini, gue memiliki hidup gue....sekarang gue jadi mengerti, tapi tidak perlu memaksakan apa apa, aku hanya ingin semua mengalir mulai dari saat ini dan apapun yang datang akan ku hadapi, gue memang kehilangan Grace, tapi itu bukan akhir melainkan awal mula dari perjalanan gue,” ujar Liam dalam hati.
“Oi...kenapa bengong ?” tanya Laura bingung.
“Oh...ma..maaf, banyak yang ku pikirkan,” jawab Liam.
“Grace ?” tanya Laura.
“Tidak hanya dia, semuanya, hidup ku,” jawab Liam.
“Hmm trus sekarang gimana perasaannya ?” tanya Laura.
“Kalo kamu ?” tanya Liam bertanya balik.
“Bebas, tenang, nyata, inilah aku dan aku tidak mau kembali ke diri ku yang sebelumnya,” jawab Laura.
“Hmm padahal tadi kamu sakit hati dan menangis ?” tanya Liam.
“Ya, jauh di dalam diriku, aku sudah tahu tipe manusia seperti apa si James itu, apalagi kita berhubungan jarak jauh, tapi selama ini aku menutupinya dan menepisnya, aku berpikir aku selalu overthingking dan paranoid, padahal tidak, yang rusak dia, bukan aku, aku ya aku, sempurna, konfirmasi dia menghapus keraguan ku karena aku bisa menerima kenyataan nya dan ketika aku menginjakkan kaki di kota ini, aku menyadari kalau sebelumnya aku hanyalah burung dalam sangkar dan tentu saja aku tidak mau kembali ke dalam sangkar, kira kira kamu mengerti ?” tanya Laura.
Liam terdiam sesaat, dia mendengarkan semua ucapan Laura, menyerapnya sampai dia mengerti semua maksudnya, tapi jauh di dalam dia mengerti karena dia juga merasakan hal yang sama, gadis di depannya bukan hanya hadir bersamanya, dia juga terlihat seperti cahaya yang menuntunnya keluar dari kegelapan dan yang paling penting, dia menyadari dirinya sendiri dalam waktu singkat. Liam tersenyum,
“Aku mengerti...sangat mengerti, aku pun sama,” balas Liam mengangguk.
“Makasih ya,” balas Laura santai dengan senyum di wajahnya.
“Sama sama, aku juga makasih, sekarang kita kedepan, aku ajari kamu cara membuat kopi,” ajak Liam sambil melangkah ke depan.
“Ok bos,” balas Laura di belakangnya.
Setelah sampai di belakang bar, Liam mengajari cara membuat racikan kopi sesuai menu kepada Laura, dia bahkan memberikan catatan peninggalan nenek nya agar Laura membacanya dan mempelajari nya.
“Hari ini fokus belajar dulu saja, besok baru kita buka kafe nya,” ujar Liam.
“Ok, aku akan berjuang,” balas Laura.
Laura mulai melakukan apa yang di ajari oleh Liam, memang dia tidak sekali mencoba dan berkali kali gagal, namun Liam tersenyum melihatnya dan tidak lelah mengajarinya, setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Laura mencoba melakukannya sendiri tanpa di bantu. Liam melihatnya dari samping sambil melipat lengan di dada, dia melihat Laura yang sedang berkonsentrasi membuat kopi seakan akan hidupnya berada di ujung tanduk kalau sampai gagal.
“Gadis ini....berbeda sekali dengan Grace, dia tidak mengeluh sama sekali dan tidak terlihat lelah,” gumam Liam.
Liam mengingat ketika Grace mencoba melakukan pekerjaannya, dia menyerah dalam tiga kali percobaan dan mengeluh kepada Liam meminta cara mudah menyajikan kopi, selain itu dia juga hanya bertahan satu jam saja kemudian naik ke atas nonton televisi. Liam merasakan ada sesuatu yang baru di hatinya, cinta ? bukan atau belum mengarah kesana, dia masih memiliki keraguan untuk menjalin hubungan baru dan mempercayai sesorang karena baru tadi pagi di tinggal oleh Grace, tapi sesuatu yang dia rasakan itu murni dari dalam dirinya sendiri.
“Gue tidak tahu perasaan apa ini, tapi gue rasa ini awal mula,” ujar Liam dalam hati.
Selagi memperhatikan Laura yang sedang berkutat meracik kopi sambil mencontek catatan, tiba tiba, “cklung,” pintu di buka seseorang, Liam langsung menoleh, begitu juga Laura yang langsung melihat ke pintu. Mata Liam membulat melihat seorang wanita paruh baya dan seorang pemuda berseragam sma masuk ke dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Was pray
terlalu gampang dan terlalu mudah hati liam menilai seseorang,dan hati liam gampang terpesona sama cewek, jadi ya wajar ditinggalin grace, krn terlalu cepat hati menjatuhkan pilihan tanpa pertimbangan yg masak, kamu tipe cowok mudah move on tapi mudah juga pindah ke lain hati liam
2025-04-18
0