Chapter 3

Selesai mandi, Liam mengeringkan tubuhnya, kemudian dia masuk ke kamar dan membuka lemari pakaian nya, dia mengambil kemeja kotak kotak yang berukuran besar sehingga nampak kebesaran ketika di pakai, celana jeans yang sedikit besar dan perlu di gulung ujung kedua kakinya, kacamata tebal dan mengikat rambutnya yang panjang di belakang.

Penampilan Liam benar benar terlihat seperti mahasiswa abadi yang sudah lama menjadi penunggu kampus, dia menyambar tas punggungnya kemudian keluar kamar. Dia menuruni tangga langsung ke lantai satu dan sampai di sebuah ruangan khusus staff dengan loker loker untuk menyimpan baju ganti bagi para karyawan. Liam melangkah ke pintu dan keluar di sebelah bar, dia menoleh melihat kafe nya yang sepi dengan kursi masih terbalik di atas meja.

Terbayang kenangan ketika dirinya dan Grace sama sama menurunkan kursi kursi untuk para pengunjung, menyalakan mesin penggiling kopi, menata pastry di etalase dan memeriksa mesin kasih, berdua saja. Saat itu, mereka melakukannya dengan ceria dan penuh kebahagiaan. Tapi Liam segera menggelengkan kepalanya, dia kembali mengingat kejadian barusan dan “plak,” dia menepuk kedua pipinya untuk menyadarkan dirinya.

“Versi bahagia dulu....versi Grace yang gue harapkan, kenyataan nya tidak begitu, dia bukan perempuan yang gue kenal, dia orang lain, gue pasti bisa melewati ini,” gumam Liam dalam hati.

Tanpa menoleh lagi, “cklung,” dia membuka kunci pintu dan membuka lebar lebar pintunya, “sreeeg,” dia menaikkan pintu railing kemudian keluar dan mengunci kembali semuanya, memastikan tidak ada yang bisa masuk selama dia kuliah. Setelah itu, Liam berjalan kaki menuju kampusnya yang berada di jalan yang sama dengan kafe nya.

Kepergian Grace dan wajah James yang tersenyum meremehkan dirinya masih menghantui pikiran nya, walau berat, dia memaksakan kakinya melangkah menuju ke kampus. Dia melihat banyak sekali mahasiswa dan mahasiswi yang berjalan bersama nya, sepertinya mereka memarkir motor dan mobil di pelataran parkir yang berada di dekat kafe nya.

Liam berjalan tanpa menoleh ke kanan dan kiri, pandangannya lurus ke depan dan dia berusaha tidak menoleh ke belakang, pikirannya terus menghantuinya, namun dia tidak gentar dan tidak terlena di dalam pikirannya karena dia menyadari kalau dia bersyukur dirinya tidak jadi menikah dengan Grace minggu depan.

Tiba tiba, “plak,” punggung Liam di tepuk seseorang dari belakang, Liam menoleh melihat temannya yang bernama Robby dan Sanjay berjalan di belakangnya. Wajah Robby dan Sanjay yang semula ceria mendadak menjadi serius ketika melihat wajah Liam,

“Lo ga apa apa kan bro ?” tanya Robby.

“Iya, kok muka lo kusut gitu....oh...sori, lo ga apa apa kan ?” tanya Sanjay.

“Santai aja, gue ga apa apa,” jawab Liam tersenyum tipis.

“Gue udah dapet pesan dari pengurus pernikan lo, gue udah denger, tapi yakin kan lo ga apa apa ?” tanya Sanjay.

“Iya, tadi kita sempet mampir ke kafe lo, tapi kayaknya lo udah jalan, makanya kita susul lo,” tambah Robby.

“Yakin, lo berdua tenang aja, gue ga apa apa,” balas Liam.

“Sip, bagus kalo lo ga apa apa,” balas Robby.

Robby dan Sanjay tidak lagi bertanya, mereka sudah menduga ketika mendengar pernikahan di batalkan, sekarang mereka hanya menghibur Liam dan membicarakan hal hal di luar konteks yang bisa membuat sahabat mereka sakit hati. Mereka pun tiba di gedung kuliah, karena berbeda kelas, Robby dan Sanjay masuk terlebih dahulu ke dalam kelas. Liam melihat jam di smartphone nya, masih ada waktu sekitar 30 menit sebelum kelas di mulai.

Dia kembali keluar dari gedung untuk menuju ke pujasera (kantin) untuk menghabiskan waktu sambil menikmati minuman. Ketika sampai di pintu kantin, Liam melihat banyak mahasiswa dan mahasiswi yang memenuhi tempat tempat duduk di dalam kantin,

“Duh...rame lagi, beli minum aja lah, trus duduk di taman samping,” ujarnya dalam hati.

Liam berjalan menuju ke sebuah stall dan membeli jus jeruk, kemudian dia menunggu jus selesai di buat. “Driiing,” tiba tiba telepon Liam berbunyi, dia melihat layarnya kemudian mengangkatnya,

“Monica, sudah di batalkan semua ? beberapa teman ku sudah dapat email pembatalan nya,” tanya Liam.

“Semua sudah di batalkan bos, tapi tidak semua bisa di refund, kita tetap kena charge sebesar 30% dari harga deal,” balas Monica.

“Tidak masalah, biarkan saja, terima kasih ya,” ujar Liam.

Monica tidak berbicara namun tidak juga menutup teleponnya selama beberapa saat, akhirnya dia bertanya kepada Liam,

“Kamu tidak apa apa kan Liam ?” tanyanya, gaya berbicara nya tidak seperti sekertaris melainkan terasa sebagai seorang kakak yang perhatian dengan adik nya.

Liam tidak langsung menjawab, dia membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara beberapa saat dan berpikir, kemudian,

“Aku tidak apa apa, Grace sudah memilih dan menetapkan keputusan nya, aku hanya menghormati keputusan nya, tenang saja dan terima kasih perhatian nya,” ujar Liam.

“Kalau kamu mau bicara, tentu kamu tahu kan aku selalu siap mendengarkan, datang ke kantor saja, aku pasti di sana,” ujar Monica.

“Aku tahu, saat ini aku sedang tidak ingin bicara apa apa dulu, terima kasih Monica, kamu sudah ku anggap kakak ku sendiri, kalau aku perlu bicara, kamu orang pertama yang ku cari,” ujar Liam.

“Baik kalau begitu, aku percaya dengan adik ku, baiklah, aku tutup dulu, tegar ya,” ujar Monica.

“Pasti, terima kasih sekali lagi, selamat pagi,” balas Liam.

Telepon pun di tutup, Liam menoleh melihat ibu penjual jus sudah memegang jus di belakang konter dan siap memberikannya pada nya, Liam mengambilnya dan membayarnya, kemudian dia berjalan ke taman samping dan duduk di kursi taman yang sepi. Hembusan angin menerpa wajah Liam, matanya melihat sekeliling,

“Tidak ada guna nya sedih kan, dunia terus berjalan walau aku sedang hancur seperti ini, tidak mungkin dunia berhenti gara gara ku merasa seperti ini,” ujar nya dalam hati.

“Dling,” sebuah pesan masuk ke dalam smartphone nya, Liam mengambil smartphone di saku celananya dan melihat layarnya. Dahinya mengernyit karena pengirim nya adalah nomor yang tidak di kenal. Biasanya dia mengabaikan pesan, telepon atau emai dari nomor atau alamat yang tidak ada di smartphone nya dan langsung menghapusnya tanpa membaca. Tapi tiba tiba jantungnya berdegup kencang dan rasa penasaran mengalahkan pikiran rasional nya. Tangannya bergerak membuka pesan itu dan membacanya,

“Maaf mengirim pesan seperti ini, kamu tidak mengenal ku, tapi aku harus memberitahu kamu, mantan tunangan mu Grace, mengambil seluruh uang yang kamu simpan untuk operasional kafe dan uang keuntungan kafe, tolong di cek dan lakukan apa yang harus kamu lakukan, aku minta maaf karena mengabari hal ini padamu dan kamu tidak perlu membalas pesan ini,”

Liam tertegun sesaat membaca pesan itu, dia langsung mengambil dompet nya dan melihat kartu atm nya berkurang satu, dia membuka tas nya dan mengambil sebuah tas kecil tempat dia menaruh seluruh buku tabungan dan token nya, buku rekening kafe nya tidak ada di sana, akhirnya dia mengeluarkan laptop dari tas dan menyalakannya, dia membuka internet banking dan memeriksa rekening milik kafe nya kemudian membuka mutasi nya.

Mata Liam membulat dan mulutnya menganga karena dia melihat ada transaksi transfer uang sebesar 45.000 dollar ke rekening yang tidak dia kenal, transfer di lakukan dua hari lalu tepat setelah makan siang. Dia langsung memeriksa saldo rekeningnya, Liam langsung kaget karena saldo rekeningnya hanya tersisa 5.230 dollar dan ketika membuka mutasinya sekali lagi,

“Grace mentransfer uang kafe ke rekening siapa ?” gumamnya.

Barulah dia ingat kalau dua hari lalu Grace mengatakan ingin ke bank untuk membayar supllier kopi dan bahan bahan lainnya, kemudian dia mengatakan juga ingin membuat tugas tesis berkelompok dengan grupnya di kampus. Saat itu, Liam libur dan membuka kafe dari pagi sampai malam, dia ingat memang ada beberapa mobil box mengantarkan biji kopi, gula, susu dan lainnya melalui jalan belakang seperti biasanya. Hari itu, Grace pulang dalam keadaan acak acakan, tengah malam dan mengendap ngendap. Liam pura pura tidur namun mendengar semuanya dan di pertegas dengan rekaman dari kamera pengawas (cctv).

Liam langsung mengambil smartphone nya, tangannya bergerak gerak mencari kontak seseorang di daftarnya, dia mencari seseorang yang merupakan salah satu kepercayaan nenek nya dan bekerja sebagai private investigator (detektif), setelah menemukannya, dia langsung menelpon nya, hanya dalam dua dering, telepon di angkat,

“Halo, Liam, ada apa ?” sapa seorang pria paruh baya bersuara berat tanpa basa basi.

“Halo om Kyle, aku butuh bantuan,”

Liam langsung menceritakan semuanya, mulai dari pengkhianatan Grace sampai kehilangan uang dari rekening kafenya. Terdengar suara berdehem dari sisi lain telepon,

“Baiklah, akan ku selidiki, aku sudah tahu soal pembatalan pernikahan mu, kamu ga apa apa ?” tanya Kyle.

“Ga apa apa om, tolong ya om, aku tidak mempermasalahkan uang yang hilang, tapi aku tidak terima kalau Grace berbuat seperti itu pada ku, aku butuh bukti untuk menuntut dan menangkap nya sesuai hukum,” jawab Liam.

“Ya, beri aku waktu satu minggu, kamu jangan bergerak dulu dan bersikap biasa saja sampai menerima kabar dari ku, jangan tunjukkan kamu pusing atau merana karena kehilangan uang dan masa depan kafe mu tidak menentu, kita sama sama tahu kalau tabungan mu dari penghasilan kafe dan biaya operasional kafe tidak seberapa, aku malah kasihan sama mantan calon istri mu, dia melepas sesuatu yang luar biasa demi kesenangan sesaat,” ujar Kyle tegas.

“Ok om, oh ya satu lagi om, aku juga mau tahu siapa yang mengirim pesan pada ku dan memberitahu ku soal rekening kafe dan apa yang di lakukan Grace,” ujar Liam.

“Forward pesannya pada ku, aku akan kabari secepatnya,” balas Kyle.

“Baik om, terima kasih om,” balas Liam.

“Ya, jaga diri dan kesehatan kamu Liam, aku tutup dulu,” balas Kyle tanpa basa basi.

Telepon pun di tutup, Liam segera meneruskan pesan dari nomor tidak di kenal itu kepada Kyle yang langsung membalas pesannya dengan satu kata “ok.” Setelah itu, Liam memasukkan laptop dan tas kecil nya ke dalam tas punggungnya, kemudian dia bersandar dan meluruskan kakinya sambil menengadah melihat ke langit yang biru di atas nya.

“Grace...dia bukan hanya mengkhianati perasaan gue, dia dan James ingin menghancurkan gue dengan membuat kafe gue bangkrut....tapi sayang lo sama sekali tidak tahu tentang gue, rencananya gue mau kasih tahu semua kebenaran tentang gue ketika kita sudah menikah nanti, di resepsi dia akan tahu siapa saja tamu yang akan datang dan kelas mereka, untung tidak jadi menikah dan kalau di pikir lucu juga, om Kyle bener, Grace ga tau apa yang dia lepaskan demi si James bajingan tengik itu,” ujar Liam dalam hati.

Saat ini, Liam merasakan kalau pilihannya benar, dia tidak mencegah Grace pergi bersama James dan tidak memelas memohon pada Grace agar tetap bersamanya walau hatinya sakit sekali dan perasaan nya tidak menentu.

Terpopuler

Comments

雅那

雅那

ʂҽɱσɠα ʂҽƚҽʅαԋ ιɳι ʂҽɱυα Ⴆυƙƚι ƚҽɾυɳɠƙαρƙαɳ ԃαɳ ʂι ɠɾҽƈҽ ԃι ƚυɳƚυƚ ԃαɳ ԃι ρҽɳʝαɾαƙαɳ

2025-04-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!