KEANEHAN

Revan dan Revin berusaha untuk memuntahkan isi perutnya saat ini, mereka kembali membasuh wajah mereka dengan air dan menatap pantulan diri masing-masing dicermin.

"Aku tidak kuat makan, brother saja yang makan," ucap Revin dengan nafas yang tidak beraturan, dan Revan tidak jauh berbeda dengan Revin sekarang ini.

"Apa kau fikir, aku kuat makan itu," ucap Revan dengan menatap malas adiknya, lalu kembali menatap pantulan dirinya dicermin.

"Sebaiknya besok, jangan biarkan kakak ipar yang memasak. Jika tidak ... kau akan membuatku terbang ke Negara B saat itu juga," ucap Revin dramatis, yang hanya mendapat lirikan malas dari Revan.

"Sudah, kita kembali ke meja makan!" ucap Revan, lalu menarik leher kaos hitam Revin untuk segera kembali ke meja makan.

"Kalian kenapa sih? Tiba-tiba lari ke kamar mandi," ucap Rania saat Revan dan Revin tiba dimeja makan, dan duduk dikursi masing-masing.

Revan dan Revin memilih untuk diam, berbicara hanya akan membuat mereka terpojok akan ucapan mereka sendiri.

Revin menatap nanar makanan dipiringnya, ia kembali meneguk salivanya dengan susah payah, lalu menatap Revan yang tidak jauh berbeda dengan dirinya.

Mereka menoleh kearah Rania yang terlihat sangat lahap memakan makanannya. Revan dan Revin meraih perlahan mangkuk kecil kosong yang ada dimeja makan, lalu menaruhnya perlahan dipaha mereka agar tidak terlihat oleh Rania.

Revan dan Revin menyendokkan brokoli kesendok mereka, lalu perlahan-lahan menaruh brokoli itu dimangkuk kecil dipaha mereka.

"Kalian sedang apa?" tanya Rania tiba-tiba membuat Revan dan Revin tersentak, lalu menoleh perlahan pada wanita hamil itu.

"Ah, tidak apa-apa sayang. Hanya makan brokoli saja," jawab Revan dengan tersenyum dan memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Rania mengangguk mengerti, lalu kembali menyendokkan nasi ke piringnya, sepertinya nafsu makannya bertambah saat ini. Revan dan Revin menatap tidak percaya saat Rania menyendokkan sayur brokoli begitu banyak ke piringnya, seolah ia akan menghabiskan hal itu.

'Apa aku tidak salah lihat? Kakak ipar benar-benar menyendokkan semua sisa sayur itu ke piringnya? Hebat,' ucap Revin dalam hati, berdecak kagum. Hingga tanpa ia sadari, mengucapkan sesuatu yang akan sangat ia sesali.

"Wah, kakak ipar. Kau hebat sekali. Jika kau bisa menghabiskan hal itu, aku bersedia memakan masakanmu lagi besok," ucap Revin dengan menatap Rania kagum.

Rania hanya tersenyum dengan memperlihatkan deretan giginya, lalu berbicara yang membuat dua pria itu mematung ditempat duduk mereka.

"Benarkah, syukurlah. Aku sangat ingin makan sayur Pare. Sepertinya itu akan sangat enak di makan besok malam," ucap Rania dengan senyum mengembang dibibirnya.

Satu ....

Dua ....

Tiga ....

"Akh!" teriak Revin membuat Rania tersentak dan menatap aneh adik iparnya itu.

Revin menatap Revan dengan tatapan sulit diartikan, sedang Revan menatap tajam adiknya itu.

"Bisa-bisanya kau menginjak kaki adikmu sebanyak dua kali, brother. Itu sakit," ucap Revin yang sama sekali tidak direspon oleh Revan.

"Kenapa kamu menginjak kaki Revin? Dia kan tidak salah apa-apa," ucap Rania membela adik iparnya.

"Cuma mengetes saja, sayang," ucap Revan dengan senyum diwajahnya, 'Dia salah karena mengucapkan hal-hal aneh,' lanjut Revan dalam hati.

Setelah hal itu, mereka kembali makan dengan lahap, bukan merek hanya Rania seorang. Karena dua pria itu sama sekali tidak menyentuh makanan mereka.

* * *

Pukul 10 malam.

Revan membuka kelopak matanya, dan menatap Rania yang sudah terlelap disampingnya. Ia berjalan turun dengan perlahan dari tempat tidur, agar tidak membangunkan istrinya.

Revan berjalan untuk segera keluar dari kamarnya, sedari tadi perutnya sudah berbunyi minta diisi. Revan menghembuskan nafasnya, kenapa istrinya harus ngidam makan, makanan yang sama sekali tidak mereka sukai.

Revan memijit keningnya, lalu perlahan-lahan menuruni anak tangga. Jika mengingat perkataan Rania saat makan malam tadi, membuat perut Revan semakin lapar.

Sayur pare, sayur yang pahit menurut Revan maupun Revin dan Arian. Sepertinya hanya Ana dan Reana saja yang menyukai sayur yang satu itu, dan kini istrinya juga termasuk salah satunya.

Revan mengernyit saat mendengar suara dari dapur, seperti orang yang tengah memasak sesuatu. Revan mengernyit saat melihat Revin yang tengah mengaduk kopi dengah mie instan yang sudah siap makan diatas meja.

Revin selesai mengaduk kopinya dan berbalik untuk makan mie instan yang sudah ia masak tadi, dan betapa terkejutnya dirinya saat mendapati sang kakak yang duduk dengan santainya dikursi, lalu menyantap mie buatannya.

"Brother," ucap Revin dengan menatap Revan yang kini menatapnya dengan mulut yang menguyah mie buatan adiknya.

"Buat lagi sana!" titah Revan lalu dengan malas Revin menaruh kopinya diatas meja dan kembali memanaskan air untuk memasak mie instan, ia tidak suka jika mie hanya diberikan air panas tanpa dimasak diatas kompor.

"Tolong buat kopi juga," ucap Revan, semakin membuat wajah Revin datar, karena ia tahu jika kopinya juga sudah diminum oleh kakaknya itu.

Lima belas menit kemudian.

Revan dan Revin duduk diruang keluarga dengan menonton film action yang ditayangkan di TV itu. Revan kembali menyeruput kopinya, yang dibuatkan oleh adiknya.

"Brother, besok aku akan segera ke negara B, jika besok masih tinggal disini ... aku mungkin akan masuk rumah sakit," ucap Revin dengan mata yang fokus pada TV didepannya.

"Tidak perlu terlalu dramatis seperti itu, kau tidak akan mati hanya karena memakan sayuran pahit itu," ucap Revan tanpa menoleh pada Revin.

"Kau saja muntah karena sayur hijau itu," ucap Revin diikuti dengan suara pukulan dari Revan.

Plak!

Revin mengelus kepalanya yang terkena pukulan kakaknya itu, padahalkan dia mengatakan fakta.

"Mungkin akan bagus, jika besok sayur itu tidak ada di supermarket ataupun minimarket terdekat, aku tidak ingin makan sayuran pahit itu," ucap Revin membuat Revan terdiam, lalu menatap adiknya.

Revin menoleh dan menatap Revan yang juga menatapnya, tiba-tiba mereka berdua menganggukkan kepala mereka bersamaan.

"Kau urus yang dekat dengan rumah, aku akan urus yang sedikit jauh dari rumah," ucap Revan dan dengan cepat diangguki oleh Revin.

* * *

Pukul 6:10 pagi.

Revan terbangun dari tidurnya, lalu segera beranjak dari tidurnya untuk mandi dan membuat sarapan pagi untuk mereka bertiga.

Revan melirik kearah Rania yang masih tertidur pulas diatas tempat tidur. Revan tersenyum melihat hal itu, lalu berjalan mendekat kearah Rania dan menunduk untuk mengecup singkat kening istrinya.

'I Love you,' ucap Revan dalam hati, lalu segera menenggak badannya dan berbalik untuk ke kamar mandi.

Lima belas menit kemudian.

Revan sudah rapi dengan kemeja putih yang melekat ditubuhnya dipadukan dengan celana kain berwarna hitam, Revan segera berjalan keluar dari kamar untuk membuat sarapan.

Revan mengernyit saat tiba didapur dan mendapati Revin yang tengah berkutat didepan kompor.

"Butuh bantuan?" tanya Revan pada adiknya yang juga sudah tapi dengan kemeja hitam yang ia kenakan dan hal yang berada dipunggung kursi tempat duduknya.

"Sebaiknya Brother membuat susu untuk kakak ipar," ucap Revin lalu memecahkan telur diatas wajan.

Revan segera mengambil gelas membuat susu ibu hamil untuk Rania, dan juga menyiapkan piring dan gelas untuk mereka bertiga.

Terpopuler

Comments

का

का

Like

2020-09-18

1

wiwik

wiwik

pa keluarga besarnya mereka sdh tahu kah klo rania sdh hamil

2020-09-16

4

Uci Wulandari

Uci Wulandari

ceritanya makin seru thor,lnjut and semangat

2020-09-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!