HAMIL

Revan tak henti-hentinya mondar-mandir didepan ruang UGD, ia terus menatap pintu ruang UGD yang masih tertutup rapat, entah kapan dokter yang memeriksa istrinya akan keluar dari sana.

Pintu ruangan UGD terbuka, dengan cepat Reva menghampiri dokter wanita itu dan menyerang dengan berjuta pertanyaan.

"Dokter, bagaimana keadaan istri saya? Baik-baik saja kan? Tidak terjadi hal yang tidak-tidak kan?" tanya Revan tanpa henti, yang mendapat gelengan kepala dari dokter itu.

"Nyonya baik-baik saja, tuan. Dan selamat," ucap dokter wanita itu dengan senyum diwajahnya.

Revan mengernyit dengan apa yang dikatakan oleh dokter itu. Selamat? Selamat untuk apa? Batin Revan semakin bertanya-tanya.

"Maksud dokter apa?" tanya Revan yang tidak ingin berbasa-basi lagi.

Dokter itu menghembuskan nafasnya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya, ia kadang ingin tertawa melihat reaksi Revan yang seperti orang kebingungan.

"Istri Anda tengah hamil satu bulan lebih, jadi sebaiknya Anda menjaga nyonya dengan baik, karena usia kandungannya yang masih rentan dan butuh pengawasan, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, tuan," jelas dokter itu panjang lebar, sedang Revan terdiam mendengar hal itu.

"Hah?!" Dokter wanita itu mengigit bibir bawahnya untuk manahan tawanya melihat Revan yang seperti orang bodoh sekarang ini.

"Anda akan jadi seorang ayah, tuan. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit dokter itu dengan mengelengkan kepalanya, ingin rasanya ia tertawa lepas sekarang juga.

Revan mengerjapkan matanya beberapa kali, dengan mencoba mencerna setiap ucapan dokter itu. Hamil? Menjadi ayah? Revan seketika berteriak membuat beberapa orang yang berlalu lalang didekatnya, terkejut dan menyentuh jantung mereka yang berdetak dua kali lebih cepat.

"AKHIRNYA!" teriak Revan lalu berlari masuk kedalam ruangan UGD untuk melihat kondisi Rania, tanpa peduli dengan orang yang terkejut karena teriakannya.

Revan tersenyum melihat Rania yang terbaring diatas brangkar dengan kondisi yang mulai lebih baik dari sebelumnya.

"Sayang!" panggil Revan lalu berlari kecil mendekat kearah Rania dan mencium wajah Rania tanpa henti.

"Ada apa? Sepertinya sangat bahagia?" tanya Rania dengan menatap Revan yang juga menatapnya dengan raut wajah bahagia.

"Makasih sayang," ucap Revan lalu kembali mengecup wajah Rania tanpa henti.

"Ada apa sih? Kasih tau dong," ucap Rania yang hanya dibalas senyuman lebar oleh Revan.

"Kamu hamil sayang, kita akan jadi orang tua. Terima kasih," ucap Revan lalu mengecup wajah Rania yang perlahan-lahan terlihat seperti ingin menangis.

"Sudah, tenanglah. Aku sangat berterima kasih. Thank you my wife," ucap Revan lalu memeluk Rania yang memangis haru dipelukannya.

***

Revin tengah duduk diruang rapat dan menatap datar pada seorang wanita yang tengah melakukan presentasi dihadapannya, dan beberapa petinggi perusahaannya.

BRAK!

Revin mengembrak meja dengan kesal, dan menatap dingin pada semua orang yang hadir diruang rapat itu. Sedang sang sekertaris hanya berwajah datar, melihat sang bos yang murka kali ini.

"Apa kalian tidak bisa membuat hal yang lebih baik! Jangan pernah mengadakan rapat yang begitu menyita waktu seperti ini! Jika kalian saja tidak bisa memberi yang terbaik untuk kalian perlihatkan padaku!" ucap Revin dingin, lalu segera berlalu keluar meninggalkan semua orang yang terdiam dengan kepala menunduk, mendapat teguran keras dari sang bos besar.

Sekertaris Revin yang bernama Cleo segera keluar dari ruang rapat, mengejar sang bos yang sudah pasti pergi ke ruangan kebesarannya.

Revin membuka pintu ruangannya dengan keras, dia benar-benar tidak tahu bagaimana cara berfikir para karyawannya yang dengan entengnya mengatakan rapat, tapi sama sekali tidak bisa memberikan hasil yang memuaskan.

Revin dengan cepat mendekat kearah kursi kebesarannya, lalu mendudukkan tubuhnya dan memijit pangkal hidungnya.

Beberapa menit kemudian.

Tok! Tok! Tok!

terdengar suara ketukan pintu, membuat Revin dengan malas mendogak dan menatap pintu ruangannya.

"Masuk!" ucap Revin dingin lalu kembali memijit pangkal hidungnya.

Cleo masuk kedalam ruangan Revin, setelah mendengar suara sang bos yang mengijinkannya untuk masuk.

Cleo dengan perlahan meletakkan secangkir kopi diatas meja kebesaran Revin.

"Ini kopinya, tuan," ucap Cleo lalu segera membalikkan tubuhnya untuk keluar dari ruangan itu, membiarkan sang bos menenangkan fikiran terlebih dahulu.

Revin menghembuskan nafasnya, lalu perlahan meraih cangkir kopi yang dibawa oleh Cleo tadi. Ia meminum kopi itu untuk mencari ketenangan.

'Kenapa besok lusa terasa begitu lama sekarang,' ucap Revin dalam hati, lalu kembali menyeruput kopinya.

* * *

Pukul 2 siang.

Revin menghembuskan nafasnya saat pekerjaannya selesai, ia segera bangkit dari duduknya untuk pulang. Ia ingin membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur sekarang, atau lebih tepatnya ingin menghubungi istrinya.

Revin membuka pintu ruangannya dan berjalan keluar keruangan Cleo.

"Cleo, semuanya sudah selesai. Jika masih ada, kirimkan saja lewat email," ucap Revin saat membuka pintu ruangan sekertarisnya, lalu pergi meninggalkan Cleo yang terdiam seribu bahasa. Karena tidak biasanya sang bos menyelesaikan semuanya lebih cepat seperti sekarang ini.

"Hem, sepertinya bos sudah sangat rindu dengan istrinya, hingga buru-buru ingin pulang dan menelfon istrinya," ucap Cleo lalu menghembuskan nafasnya. "Apalah dayaku yang seorang jomblo," lanjut Cleo dengan mengelus pelan dadanya. Kapanlah jodohnya akan datang, hanya tuhan yang tau.

Ting!

Pintu lift terbuka, Revin dengan cepat berjalan keluar dari lift untuk segera tiba dibasemant perusahaannya, dan dengan cepat mendekat kearah mobilnya yang terparkir dengah cantik disana.

"Hem, firasatku mengatakan, jika Brother ada dirumah sekarang ini," ucap Revin, lalu segera melajukan mobilnya untuk pulang ke rumah sang kakak.

***

Lima belas menit kemudian.

Revin memarkirkan mobilnya didepan rumah dan seperti dugaannya mobil sang kakak sudah terparkir lebih dulu disana.

Revin segera membuka pintu mobilnya, lalu berjalan dengan santai untuk masuk kedalam ruang itu. Kenapa Revin memilih untuk tinggal dengan Revan dibanding sang ayah? Karena menurut Revin, jika tinggal dengan sang ayah akan merepotkan ibunya. Padahalkan dia sudah menikah, dan jika dengan sang kakak itu akan sedikit membantu kakak iparnya. Ya begitu menurut Revin. Meski ia harus melihat keromantisan yang kadang membuatnya ingin segera terbang ke negara B.

Revin terdiam saat tiba diruang tamu dan mendapati Rania yang sudah duduk cantik disana dengah menatap malas pada layar tv yang menyala.

'Tumben kakak ipar sudah pulang,' ucap Revin dalam hati, dengan menatap aneh Rania yang sesekali menghembuskan nafasnya malas.

"Kakak ipar sudah pulang?" tanya Revin yang berjalan mendekat kearah Rania lalu mendudukkan diri disofa tunggal yang berhadapan dengan kakak iparnya itu.

Rania menoleh pada Revin lalu mengangguk kecil, saat ini rasa bosan tengah menghampiri dirinya.

"Brother juga sudah pulang?" tanya Revin lagi, dan Rania hanya menganggukkan kepalanya hingga terdengar suara seseorang yang baru keluar dari dapur.

Revin menoleh dan seketika tersedak salivanya sendiri, saat melihat seorang pria yang berjalan kearah mereka.

Terpopuler

Comments

Oceanne

Oceanne

sekretarisnya Revin ganti ya seingatkubdl namanya Rara😊

2020-09-26

1

का

का

Lanjut kak✌️

2020-09-18

1

wiwik

wiwik

👍👍revan

2020-09-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!