"Memangnya berapa harga vitamin yang dimaksudkan oleh dokter itu?" tanya Sena penasaran.
"Sudahlah Kak. Tidak usah pikirkan itu. Harganya sangat mahal dan aku tidak mungkin bisa membelinya," ucap Reina sendu.
"Berapa harganya?" tegas Sena. Dia tidak suka diremehkan soal uang.
"Sangat mahal Kak. Satu butir saja rp200.000. sedangkan aku harus minum itu secara rutin setiap hari. Mana mungkin aku sanggup. Belum lagi dengan nutrisi harian yang harus terpenuhi. Itu benar-benar berat Kak. Jadi, lebih baik aku tidak sekolah. Aku tidak mau memberatkan ibuku. Mungkin memang lebih baik kalau aku di rumah membantu ibuku berjualan." Reina menekuk wajahnya ke bawah, mengusap air mata. tanpa Sena tahu, jika di sudut bibirnya tersungging senyum.
"Oke, kalau begitu. Besok aku beri uang untuk beli vitamin dan makanan sehat. Untuk sementara, pegang ini dulu." Sena mengambil beberapa lembar uang berwarna merah dari dompetnya dan memberikannya pada Reina.
"Tapi, Kak..." Reina menatap Sena dengan wajah tak enak.
"Susah diam. Menurut saja. Yang penting segeralah sembuh. Aku tidak mau tugas-tugas sekolahku berantakan lagi!" Sena mengucap dengan nada tegas lalu meninggalkan Reina yang melepas kepergiannya dengan mata berkaca-kaca.
“Kena kau…!” Batin Reina begitu Sena keluar dari ruang UKS. Jam istirahat telah usai, dan cowok itu tentu harus kembali ke kelasnya.
Reina segera bangkit dari tempat tidur dan mencabut selang infus di tangannya. Diusapnya air mata buaya yang membasahi pipinya. Ya, benar. Semua isak tangis, air mata, rengekan, dan bahkan senyum manis sebagai sambutan untuk Sena barusan hanyalah sandiwara belaka. Bahkan pingsannya juga pura-pura.
“Dasar otak udang! Hanya tampang saja yang kau banggakan, otak nol!” maki Reina. Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa, Sena, si pangeran yang katanya most wanted itu, dengan begitu mudahnya mempercayai ucapannya?
Reina mengipas-ngipaskan beberapa lembar uang kertas yang tadi diberikan oleh Sena ke depan wajahnya, sambil tersenyum sinis. Mendapatkan Sena yang bahkan percaya dengan alasan yang tak masuk akal yang sudah dia berikan. Tidakkah dia sadar, jika alasan itu terlalu dibuat-buat?! (Pembaça aja gak akan ada yang percaya.😂😂😂)
“Ini baru permulaan, Barata Sena. Dan aku pastikan akan mendapatkan lebih dari hari ini. Kau pun akan mendapatkan lebih dari apa yang kau terima hari ini. Kau harus membayarnya dengan setimpal!”
Reina membenci Sena hingga ke urat nadinya. Baginya, Sena adalah akar dari semua penderitaan yang dia alami. Kalau saja Sena tidak menghina dan menjadikannya bahan tertawaan pada waktu itu, tentu semua tak akan terjadi. Tidakkah cowok itu bisa menolak secara baik-baik?
Kalau saja Sena tetap bersikap baik, walau untuk memanfaatkan, dengan rela hati dia akan membiarkan dirinya dimanfaatkan. Bukankah seperti itulah cinta? Rela berkorban. (Dih, kalau author mah, wegah). Kalau saja, dan hanya kalau saja… maka tak ada yang berani merundungnya dengan begitu kejam.
Reina mengibaskan rambut panjangnya, lalu menemui dokter perempuan yang tadi menanganinya. Diselipkannya dua lembar uang kertas di tangan dokter tersebut.
“Jangan berbicara apa pun meskipun Anda tahu…!” ucap Reina dengan sorot mata tajam. Ya, tadi saat Dia sedang sendirian saja dalam ruang rawat, karena Baim pergi ke kamar mandi, Reina sempat berbicara dengan dokter itu. dan meminta dokter itu untuk berbicara sesuai dengan apa yang dia perintahkan.
“Ah, iya, baik. Tentu saja…!” ucap dokter itu gugup. Baru kali ini dia melihat Reina yang seperti ini. Dia memang belum pernah bertemu dengan Reina sebelumnya. Tapi dari yang ang sering dia dengar dari selentingan adalah Reina yang lemah dan selalu jadi bahan perundungan. Tapi kenapa yang dia lihat sekarang berbeda?
“Rei… apa kau sudah baikan…?” seru Baim yang tiba-tiba masuk.
“Ah… iya. Aku sedang berpamitan pada dokter!” jawab Reina. Sedikit tersentak, yapi segera bisa menguasai diri.
“Terima kasih atas bantuan Anda, Dokter…!” ucap Reina sambil tersenyum manis. Manis sekali. Tapi dokter itu justru terlihat pucat; yang terlihat di matanya bukan senyuman, melainkan seringai iblis.
“Iya, sama-sama…!” jawab dokter gugup.
Reina pun segera berlalu bersama Baim. Dokter itu mengusap tengkuknya ketika Reina menoleh dan tersenyum kembali ke arahnya.
Tiba-tiba saja dokter itu mengusap tengkuknya yang terasa dingin. Lalu mengucek matanya berkali-kali. “Apa itu? Siapa mereka? Bukankah tadi hanya ada gadis itu dan si cowok culun?" Lagi-lagi dokter itu mengucek matanya. dalam pandangannya saat ini, dia melihat ada dua orang berpakaian hitam dan putih yang berjalan mengiringi mereka.
"Hhiii iii…!” dokter itu bergidik ngeri.
***
“Kakak ingin rambutnya dipotong seperti apa?” tanya pegawai salon yang melayani Reina.
Hanya salon biasa, bukan salon mewah seperti tempat gadis-gadis sosialita merawat diri. Reina hanya ingin memotong rambutnya dan melakukan sedikit facial di wajahnya.
Reina melihat ke arah dinding yang ada di depannya. Di situ terdapat beberapa gambar model rambut yang dipajang sebagai contoh. Reina mengamati, dan pilihannya tertuju pada gambar seorang wanita dengan rambut pendek sebatas bawah telinga. Kelihatan energik dan… “MACHO”. Jari telunjuk Reina mengarah pada gambar itu, dan pegawai salon itu tersenyum mengangguk.
“Kita cuci rambutnya dulu ya, Kak!” ucap pegawai salon menggiring Reina ke arah tempat pencucian rambut di salon itu.
“Rambut Kakak sangat bagus, panjang dan hitam alami. Apa tidak sayang jika ingin memotongnya, Kak?” tanya pegawai salon itu, yang dengan sangat lembut memberikan sampo dan kondisioner pada rambutnya. Reina terdiam mendengar pertanyaan itu.
Memang sayang sebenarnya jika ingin memotong rambutnya. Itu adalah rambut kesayangannya, rambut yang dipeliharanya dari dulu hingga tumbuh menjadi panjang sebatas pinggang.
Dulu dia pernah berandai-andai dirinya adalah seorang putri cantik dengan rambut hitam panjang, kemudian akan menikah dengan pangeran dan memakai mahkota di kepalanya. Dan rambut itu akan berkibar tertiup angin. Tetapi itu semua hanya impiannya dulu. Sedangkan mulai saat ini, Reina tak ingin terbayang-bayang oleh mimpi itu lagi.
Apalagi Reina merasa rambut itu juga yang membawa kenangan buruk untuknya. Rambut itu yang setiap hari dijambak oleh Starla. Rambut itu yang menjadi penderitaannya setiap hari. Dan Reina ingin terlepas dari bayang-bayang buruk itu.
Dia harus bisa merubah dirinya menjadi lebih baik. Dia harus terlihat berbeda. Dan yang paling mencolok dari perubahan dalam dirinya nanti, pasti adalah gaya rambutnya. Toh, jika dia ingin memanjangkannya lagi, itu sial gampang. Rambut itu akan terus tumbuh setiap harinya. Dan kelak suatu saat dia bisa menjadi lebih panjang lagi.
“Wau… wajah Kakak lembut sekali…?” lagi-lagi gadis pegawai salon itu memujinya. “Bahkan belum difacial saja sudah lembut. Kakak benar-benar tak membutuhkan apa pun. Hanya dengan pelembab wajah saja sudah cukup!” tambah gadis itu lagi.
Reina tersenyum mendengarnya. Tentu saja dia tahu. Bahkan karena wajahnya itulah yang membuat Starla iri, lalu melakukan bullying padanya tiap hari. Setiap hari selalu ada saja yang dioleskan Starla ke wajahnya.
Tapi mulai sekarang dia bersumpah Starla tak akan bisa lagi menyentuh wajahnya.
“Wajah inilah yang akan membuatmu menangis darah, Starla…!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
🌞MentariSenja🌞
broto seno tokok pewayangan balane kurowo po yo?
2025-04-11
1
🌞MentariSenja🌞
singkatan rupiah itu setahuku Rp...bukan rp...🤭🤗 soalnya mata uang jd huruf besar, maaf loh bukan menggurui 🏃
2025-04-11
1
FT. Zira
itu sial gampang.. kenapa sial/Slight//Slight//Slight/
2025-04-10
1