Season 1 ; Bab 5 – Wajah-Wajah Tanpa Warna

Langit malam tak benar-benar gelap. Awan-awan bergelayut, laksana perut seorang wanita yang tengah hamil tua. Seolah menahan hujan yang enggan turun, menggantung muram di atas deretan bangunan tua.

Warung Murni berdiri seperti luka yang belum dijahit, remang dalam cahaya kuning lampu jalan yang sudah berkedip lelah.

Murni duduk sendiri di salah satu bangku kayu yang goyah. Di hadapannya, sepiring nasi goreng panas mengepulkan uap. Wanginya asing tapi menggoda, membangkitkan rasa seperti sesuatu yang pernah dikenalnya…

Di kehidupan lain? Mungkin. Ia tidak yakin.

Sejak menginjakkan kaki di warung ini, ia tak lagi merasa sebagai pribadi yang sama. Pribadi sederhana yang sedari kecil hanya memiliki satu keinginan: menjadi pengantin Tuhan, mengabdi sepenuhnya pada gereja. Ia tidak pernah memiliki minat selain itu. Tidak pada hal-hal duniawi, apalagi lawan jenis.

Namun, sejak pesan aneh yang membawanya ke tempat ini, warung dengan namanya. Bertemu juru masak misterius dengan daya tarik magis yang terus menerus membuatnya menyeret kaki ke sini, Murni merasa seolah ia pernah memiliki kehidupan lain.

Tapi bagaimana mungkin?

Sejak bayi ia tumbuh di biara. Bahkan orang tuanya pun ia tak pernah mengenalnya. Kepala biara menceritakan bahwa dirinya ditemukan di depan pintu biara. Tanpa nama, tanpa pengantar, tanpa keterangan atau petunjuk apa pun.

Ketika kepala biara pertama kali melihatnya, menurut pengakuannya, “Kau tampak sangat murni, meskipun kau terlihat seperti baru dilahirkan, matamu terbuka lebar, sangat jernih, menatapku dan membuatku jatuh cinta seketika. Itulah sebabnya kau diberi nama Murni.”

Kepala biara sudah seperti ibu baginya. Itu jika seperti itulah rasanya memiliki ibu.

Murni tumbuh di biara sejak bayi, hanya mengenal para biarawati lain, atau sesekali bertemu Romo. Kegiatannya hanya berdoa, berkebun, main musik di gereja, menjadi anggota paduan suara, merangkai bunga, memasak, menjenguk dan mendoakan umat yang sakit. Semua untuk melayani Tuhan. Semua persiapannya sebagai pengantin Tuhan.

Ia berpikir sampai uap yang mengepul dari nasi goreng telah lenyap, pasti sekarang nasi itu sudah tidak lagi panas. Tetapi tangannya belum juga menyentuh sendok yang tergeletak di samping piring.

Di kejauhan, Mahanta tampak masih sibuk di balik dapur, tak banyak bicara malam ini.

Murni mengedarkan pandangan ke sekitar, memperhatikan piring-piring yang datang dan pergi. Pelanggan-pelanggan warung itu semakin aneh.

Seorang pria tua dengan mata yang tak pernah berkedip duduk memunggungi tembok, hanya menatap meja. Sepasang perempuan muda berbaju putih duduk diam, tak pernah menyentuh makanan. Seorang anak kecil masuk dengan langkah pelan dan tersenyum ke arah Murni, senyum yang lebih menyerupai luka terbuka.

Dan satu hal yang paling membuat bulu kuduk Murni berdiri: tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara.

Bahkan ketika sendok bersentuhan dengan piring, suara itu seperti diserap udara malam.

“Siapa mereka?” bisik Murni, setengah bertanya pada dirinya sendiri, setengah lagi berharap Mahanta akan mendengar.

Mahanta tidak menoleh, tetapi suaranya terdengar dari balik asap penggorengan. “Yang belum selesai. Yang tersesat.”

Rupanya lelaki itu mendengar, meskipun dimana dia berada cukup berjarak.

“Pelanggan?”

“Bukan. Penumpang.”

Murni mengerutkan kening. “Jadi selain pelanggan ada yang disebut penumpang? Penumpang apa?”

“Yang gagal turun di stasiun terakhir,” jawab Mahanta. Suaranya setenang air, tetapi setiap kata seolah memukul bagian dalam dada Murni dengan hantaman gelombang. Ia merasa seolah duduk di pangkuan kenyataan yang tak sepenuhnya nyata. Oleng, tidak sepenuhnya mengerti.

Mungkin otaknya tumpul. Atau ini semua terlalu tinggi untuk dicerna nalarnya.

Murni akhirnya menyentuh sendok. Makanan itu terlalu sunyi untuk dibiarkan. Ia menyendokkan nasi ke mulut, dan pada saat itu juga, semua suara kembali.

Dentang sendok. Napasnya sendiri. Suara desisan uap dari wajan Mahanta. Bahkan dengusan pelan dari pelanggan-pelanggan bisu itu.

Ia mendongak. Warung itu kembali hidup.

Namun, bukan itu yang membuat tangannya gemetar.

Di seberang meja, duduk dirinya sendiri. Atau seseorang, atau sesuatu, yang menyerupainya. Persis seperti dirinya. Murni seolah sedang memandang cermin.

Hanya saja…

Wajahnya pucat. Sorot mata hampa. Mulutnya terbuka sedikit, seperti hendak berkata sesuatu tapi tak pernah menyelesaikannya.

Murni menjatuhkan sendok ke meja. Bunyi logam bertemu kayu terdengar bagai dentang lonceng gereja tua. Sosok itu tak bereaksi.

Dengan napas tercekat, Murni berdiri dan menjauh. Satu langkah, dua langkah. Tapi meja tetap di depannya. Kursi itu tetap terisi oleh sosok yang memiliki wajahnya.

Mahanta keluar dari dapur, membawa semangkuk sup beruap dengan daun kemangi mengambang di atasnya. Dia berjalan menuju sosok itu, dan tanpa berkata apa pun, meletakkan mangkuk itu di hadapannya.

Sosok itu —bayangannya —menyentuh mangkuk, mengangkat sendok, dan mulai makan. Diam. Tenang.

Murni berbalik pada Mahanta dengan napas tersengal-sengal.

“Itu... aku.”

Mahanta menatapnya lama. “Kau belum selesai.”

“Apa… maksudmu?” Bahkan kata-katanya patah-patah.

Mahanta mendekat, suaranya rendah. “Tidak semua yang datang ke sini bisa pergi. Sebagian hanya datang untuk melihat... apa yang telah mereka tinggalkan.”

“Ini mimpi?”

Mahanta menggeleng. “Kalau ini mimpi, maka kita semua tidur bersama dosa-dosa kita.”

Pelanggan-pelanggan lain mulai bangkit satu per satu. Mereka meninggalkan meja dengan tenang, melangkah ke luar warung tanpa menoleh, tubuh mereka menembus bayang-bayang warung dan menghilang ke dalam kabut malam.

Tinggal Murni, Mahanta, dan... dirinya sendiri.

Murni mencoba mendekat ke sosok itu. Napasnya menggantung. Namun, saat ia menyentuh bahu sosok itu… semuanya menghilang.

Meja kosong. Mangkuk sup lenyap. Bahkan Mahanta pun berdiri beberapa meter jauhnya, seakan-akan tak pernah berada di dekatnya.

Ia menoleh cepat. “Apa yang barusan aku lihat?”

Mahanta tak menjawab. Hanya memunggunginya, mencuci piring tanpa air. Busanya merah seperti darah yang terlalu encer.

“Aku… pernah mati? Apakah aku pernah mati?” Murni menahan napas, menunggu jawaban Mahanta dengan tegang. Bahkan kedua tangannya mengepal tanpa ia sadari.

Lelaki itu berhenti.

Dan untuk pertama kalinya, Mahanta menatap Murni langsung. Dalam cahaya lampu yang meredup, Murni menyadari matanya tak punya bayangan.

“Belum,” ujarnya. “Tapi kau sedang menuju ke sana waktu pertama kali dipanggil.”

Murni membeku. Tangannya terangkat ke kepalanya yang terasa berdenyut-denyut. “Aku… aku tidak mengerti. Tolong jelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana.”

Mahanta menggeleng, suaranya lirih. “Aku tidak bisa. Kau harus menemukan jawabannya sendiri.”

Terpopuler

Comments

adi_nata

adi_nata

apakah bunyi logam bertemu kayu memang seperti itu ? 🤔

2025-05-01

0

lihat semua
Episodes
1 Season 1 ; Bab 1 – Sinyal Awal
2 Season 1 ; Bab 2 - Warung Yang Tak Ada di Peta
3 Season 1 ; Bab 3 - Sup Untuk Yang Hampir Mati
4 Season 1 ; Bab 4 – Harga dari Satu Jiwa
5 Season 1 ; Bab 5 – Wajah-Wajah Tanpa Warna
6 Season 1 ; Bab 6 - Bukan Manusia Biasa
7 Season 1 ; Bab 7 - Pengunjung Tanpa Wajah
8 Season 1 ; Bab 8 - Mencari Makna Mimpi
9 Season 1 ; Bab 9 – Yang Masih Hidup
10 Season 1 ; Bab 10 – Rasa Yang Asing
11 Season 1 ; Bab 11 – Nama Dari Neraka
12 Season 1 ; Bab 12 - Konfrontasi
13 Season 1 ; Bab 13 - Keraguan
14 Season 1 ; Bab 14 - Yang Bisa Menyelamatkan
15 Season 1 ; Bab 15 - Suara Dari Kedalaman
16 Season 1 ; Bab 16 - Menu
17 Season 1 ; Bab 17 - Makna Cinta
18 Season 1 ; Bab 18 - Duduk Dalam Bayangan
19 Season 1 ; Bab 19 - Kembali Ke Biara
20 Season 1 ; Bab 20 - Pendosa Yang Ingin Jatuh
21 Season 1 ; Bab 21 - Perjuangan
22 Season 1 ; Bab 22 - Kembali Ke Warung
23 Season 1 ; Bab 23 - Yang Tidak Ingin Kembali
24 Season 1 : Bab 24 - Neraka Ceria (1)
25 Season 1 ; Bab 25 - Neraka Ceria (2)
26 Season 1 ; Bab 26 - Tertangkap Basah
27 Season 1 ; Bab 27 - Dibuntuti
28 Season 1 ; Bab 28 — Jiwa Yang Gelisah
29 Season 1 ; Bab 29 - Tamu Dari Antara Dunia
30 Season 1 ; Bab 30 - Dikurung
31 Season 1 ; Bab 31 - Melarikan Diri
32 Season 1 ; Bab 32 - Mahanta Telah Menikah?
33 Season 1 ; Bab 33 - Wanita Yang Dicintai Mahanta
34 Season 1 ; Bab 34 - Pintu Ke Dunia Lain
35 Season 1 ; Bab 35 - Luka Mahanta
36 Season 1 ; Bab 36 - Kembalilah
37 Season 1 ; Bab 37 - Dirawat Di Biara
38 Season 1 ; Bab 38 - Pengakuan Dosa
39 Season 1 ; Bab 39 - Api Yang Mengubah Segalanya (Akhir)
40 Season 2 ; Bab 1 – Mereka Yang Terjun Ke Sunyi
41 Season 2; Bab 2 – Kilatan Cahaya Yang Menyakitkan
42 Season 2 ; Bab 3 – Misi Yang Gagal Lagi Dan Lagi
43 Season 2 ; Bab 4 – Amarah Yang Menghitamkan Langit
44 Season 2; Bab 5 – Malaikat Tanpa Nama
45 Season 2; Bab 6 – Pertemuan Tanpa Suara
46 Season 2 ; Bab 7 - Lagu Lara Di Saint Denis
47 Season 2 ; Bab 8 - Anak Gelandangan Dan Pria Berzirah
48 Season 2 ; Bab 9 - Darah Di Selokan
49 Season 2 ; Bab 10 - Pengkhianatan
50 Season 2 ; Bab 11 - Nama Baru Di Dalam Api
51 Season 2 ; Bab 12 – Obitus
52 Season 2; Bab 13 – Kau Ragu
53 Season 2 ; Bab 14 – Casta Yang Gagal Memahami Rasa
54 Season 2 ; Bab 15 – Peringatan Arathael
55 Season 2 ; Bab 16 – Suara Dari Dalam Luka
56 Season 2 ; Bab 17 – Sentuhan Pertama
57 Season 2 ; Bab 18 - Pertemuan Tanpa Tugas
58 Season 2 ; Bab 19 - Tempat Pertemuan Rahasia
59 Season 2 ; Bab 20 - Hari--Hari Bahagia
Episodes

Updated 59 Episodes

1
Season 1 ; Bab 1 – Sinyal Awal
2
Season 1 ; Bab 2 - Warung Yang Tak Ada di Peta
3
Season 1 ; Bab 3 - Sup Untuk Yang Hampir Mati
4
Season 1 ; Bab 4 – Harga dari Satu Jiwa
5
Season 1 ; Bab 5 – Wajah-Wajah Tanpa Warna
6
Season 1 ; Bab 6 - Bukan Manusia Biasa
7
Season 1 ; Bab 7 - Pengunjung Tanpa Wajah
8
Season 1 ; Bab 8 - Mencari Makna Mimpi
9
Season 1 ; Bab 9 – Yang Masih Hidup
10
Season 1 ; Bab 10 – Rasa Yang Asing
11
Season 1 ; Bab 11 – Nama Dari Neraka
12
Season 1 ; Bab 12 - Konfrontasi
13
Season 1 ; Bab 13 - Keraguan
14
Season 1 ; Bab 14 - Yang Bisa Menyelamatkan
15
Season 1 ; Bab 15 - Suara Dari Kedalaman
16
Season 1 ; Bab 16 - Menu
17
Season 1 ; Bab 17 - Makna Cinta
18
Season 1 ; Bab 18 - Duduk Dalam Bayangan
19
Season 1 ; Bab 19 - Kembali Ke Biara
20
Season 1 ; Bab 20 - Pendosa Yang Ingin Jatuh
21
Season 1 ; Bab 21 - Perjuangan
22
Season 1 ; Bab 22 - Kembali Ke Warung
23
Season 1 ; Bab 23 - Yang Tidak Ingin Kembali
24
Season 1 : Bab 24 - Neraka Ceria (1)
25
Season 1 ; Bab 25 - Neraka Ceria (2)
26
Season 1 ; Bab 26 - Tertangkap Basah
27
Season 1 ; Bab 27 - Dibuntuti
28
Season 1 ; Bab 28 — Jiwa Yang Gelisah
29
Season 1 ; Bab 29 - Tamu Dari Antara Dunia
30
Season 1 ; Bab 30 - Dikurung
31
Season 1 ; Bab 31 - Melarikan Diri
32
Season 1 ; Bab 32 - Mahanta Telah Menikah?
33
Season 1 ; Bab 33 - Wanita Yang Dicintai Mahanta
34
Season 1 ; Bab 34 - Pintu Ke Dunia Lain
35
Season 1 ; Bab 35 - Luka Mahanta
36
Season 1 ; Bab 36 - Kembalilah
37
Season 1 ; Bab 37 - Dirawat Di Biara
38
Season 1 ; Bab 38 - Pengakuan Dosa
39
Season 1 ; Bab 39 - Api Yang Mengubah Segalanya (Akhir)
40
Season 2 ; Bab 1 – Mereka Yang Terjun Ke Sunyi
41
Season 2; Bab 2 – Kilatan Cahaya Yang Menyakitkan
42
Season 2 ; Bab 3 – Misi Yang Gagal Lagi Dan Lagi
43
Season 2 ; Bab 4 – Amarah Yang Menghitamkan Langit
44
Season 2; Bab 5 – Malaikat Tanpa Nama
45
Season 2; Bab 6 – Pertemuan Tanpa Suara
46
Season 2 ; Bab 7 - Lagu Lara Di Saint Denis
47
Season 2 ; Bab 8 - Anak Gelandangan Dan Pria Berzirah
48
Season 2 ; Bab 9 - Darah Di Selokan
49
Season 2 ; Bab 10 - Pengkhianatan
50
Season 2 ; Bab 11 - Nama Baru Di Dalam Api
51
Season 2 ; Bab 12 – Obitus
52
Season 2; Bab 13 – Kau Ragu
53
Season 2 ; Bab 14 – Casta Yang Gagal Memahami Rasa
54
Season 2 ; Bab 15 – Peringatan Arathael
55
Season 2 ; Bab 16 – Suara Dari Dalam Luka
56
Season 2 ; Bab 17 – Sentuhan Pertama
57
Season 2 ; Bab 18 - Pertemuan Tanpa Tugas
58
Season 2 ; Bab 19 - Tempat Pertemuan Rahasia
59
Season 2 ; Bab 20 - Hari--Hari Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!