Ketika Alex masuk ke dalam waduk, dia telah mengharapkan bahaya. Jauh sebelumnya, dia bahkan telah memikirkan apa yang bisa dia lakukan sebagai antisipasi. Tentu saja selain pakaiannya yang dipesan khusus dan senjata, dia harus menyiapkan yang lain.
Alex mengamati kamera pengawas yang dipasang pada sudut-sudut lorong. Mungkin cocok untuk mengawasi para pekerja tapi bukan mengatasi penyusup. Tentu saja mereka tidak mengharapkan kehadiran penyusup di waduk normal. Ini kasus lain. Seiring Alex berjalan, dia mendapati kalau lorong yang dia masuk terlalu terang untuk ukuran waduk yang lama tak digunakan.
Keresahan dalam hatinya meningkat. Kalau dia mau lari sekarang, semua pastinya sudah terlambat. Ini bukan lagi permainan. Ini sesuatu yang serius. Alex teringat kembali pada ayahnya. Terakhir kali mereka bertemu adalah akhir tahun lalu. Dia tak ingat apa saja yang mereka kerjakan karena mereka memang hampir tak melakukan hal bersama selain makan malam dan berbelanja konsol game baru.
Apa yang diharapkan ayah darinya? Nilai baik, mungkin. Apa yang diharapkan Alex dari ayahnya? Waktu, mungkin. Pikiran itu mengganggu konsentrasinya. Tahu-tahu, darinya mendapati telah melenceng jauh dari lokasi semua. Alex telah mencatat titik koordinat tempat virus dikirim. Sayangnya, koordinat itu hanya menunjukkan posisi mendatar. Dia harus mencari tahu sendiri di lantai berapa virus itu berasal atau lebih tepatnya komputer pengirim virus.
Tentunya bukan lantai atas. Itu semua dipelajarinya di film dan game. Fasilitas rahasia selalu punya ruang bawah tanah. Selalu. Tempat ini tidak. Tidak terlihat. Setidaknya tidak ada data tersebut di internet. Namun itu bukan berarti tempat ini tidak memiliki ruang bawah tanah. Pintunya pasti disembunyikan di suatu tempat.
Alex kini berada di koordinat yang dia dapatkan. Komputer pasti ada di bawah kakinya. Sekarang, tinggal bagaimana dia bisa menemukan pintu menuju ruang bawah tanah. Dia kembali teringat pada pesan yang dikirim sebelumnya. Pesan itu menyebutkan sesuatu soal angka delapan.
Alex kembali melalui lorong-lorong yang nampak sama. Semuanya kelabu dengan sedikit lumut di bagian bawah. Pencahayaannya lagi-lagi terlalu terang. Lampunya memang tidak dinyalakan semua, tapi setiap lorong pasti diterangi. Setahu Alex, biasanya lampu akan dipadamkan bila memang tidak lagi digunakan. Kecuali, tuan rumah memang telah menunggunya.
Lantainya yang tak berubin terasa kesat di sepatu. Pintu-pintunya nampak serupa. Biru pucat dengan bagian plastik untuk menyelipkan nama ruangan. Hanya ada satu pintu yang memiliki nama yaitu ‘Janitor’. Lainnya hanya pintu-pintu polos. Hatinya berdebar ketika mendapati telah berada di ujung lorong.
Lorongnya kini digantikan sebuah gang raksasa tak berpintu. Dia mendengar suara deru mesin bercampur air pelan. Gang tersebut begitu luas dan tinggi. Pada satu sisinya, berjajar delapan tuas, bukan pintu. Jumlahnya tepat delapan. Itu membuat Alex makin yakin kalau tempat itu memang berpenghuni. Dari delapan tuas, ada satu tuas sedikit lebih bersih dari lainnya seolah tuas itu memang digunakan.
Saat itu, Alex merasakan lehernya terasa dingin. Dia sedang diawasi! Siapa pun yang mengawasinya saat ini berencana buruk. Lebih parah lagi, orang itu sedang menuju posisinya. Dia mendengar langkah berat. Sesuatu yang seharusnya tak terdengar kecuali memang mau diperdengarkan. Orang itu sengaja melakukannya untuk membuatnya gentar.
Dan, itu berhasil.
Alex menghindari kontak sebisa mungkin. Dia hanya perlu menemukan ayahnya atau si pengirim virus atau ayahnya yang ternyata juga pengirim virus. Semua mungkin. Alex berbalik, berlari ke jalan semula, menghampiri titik yang cukup aman terhindar dari kamera pengawas.
Di sana, dia mengambil ponsel, memeriksa kamera pengawas yang juga telah dia retas. Alex melihat sosok besar sedang berjalan dari sisi dinding bertuas. Berani taruhan, pintunya dekat sana. Selain itu, Alex menyadari kalau bukan orang itu yang tengah mengawasinya. Kalau dugaannya benar, ada sistem keamanan lain di sini.
Sistem keamanan waduk terlalu kuno. Memikirkan jumlah uang yang sedang dipertaruhkan di sini, mereka pasti bisa melakukan lebih. Sayangnya, Alex sama sekali tidak paham seperti apa sistemnya. Tapi, orang yang sedang datang padanya pasti paham. Orang itu akan jadi kuncinya menuju ruang tersembunyi di waduk. Tangan Alex merogoh kotak hitam kecil di sabuknya. Ini saatnya melihat siapa yang lebih pintar di antara mereka.
Seiring mendekatnya langkah tersebut, Alex bersiap. Dia tahu kalau orang itu akan datang langsung padanya. Ini bukti kalau ada yang mengamati kamera pengawas. Benar saja. Alex melihat sosok besar berdiri di dekatnya. Tingginya hampir dua meter. Ototnya besar tak mampu disembunyikan seragam hijau tua tersebut. Bekas luka di kepalanya terpasang seperti medali, menunjukkan kerasnya pertempuran yang pernah dia lewati.
Alex tahu tak akan punya kesempatan bertarung satu lawan satu. Tentu saja memang bukan itu yang hendak dia lakukan. Alex hanya perlu bertarung lebih cerdas karena bertarung lebih keras tidak akan membuahkan hasil selain cedera serta patah tulang.
“Killer Bee!” Si pria besar menyebutkan namanya dalam nada rendah. Lebih cocok terdengar sebagai sebuah ancaman daripada sapaan.
Melihat kalau orang itu mengulurkan tangan padanya, Alex buru-buru mundur. “Kupikir ada sedikit kesalahpahaman di sini. Aku bukan Killer Bee. Aku hanya orang suruhannya.”
Lawan bicaranya menyeringai. “Kamu bukan pembohong yang ahli, bukan?”
“Killer Bee menyuruhku mengambilkan barang untuknya. Dia bilang aku harus menemui Mark Hill.” Alex berusaha membuat dirinya kelihatan ketakutan. Ketika dia menyebutkan nama itu, anehnya, suaranya bergetar sungguhan. Itu nama ayahnya.
Si pria besar sendiri berusaha tak terkejut ketika nama itu disebutkan namun matanya tak bekerja sama dengan baik. Alex yakin melihat matanya membesar disertai hilangnya seringai di sana. Keyakinan Alex benar. Ayah pasti ada hubungannya dengan orang-orang ini. Rekan, klien, bahkan mungkin bos mereka.
“Jadi, aku bisa bertemu dengannya?” Alex bertanya lagi.
“Kamu datang ke tempat yang salah. Tidak ada nama Mark Hill di sini.”
“Kupikir begitu juga.” Alex tersenyum di balik cadar hitam yang menutupi wajah. Tangannya menarik benda dari kotak mungilnya. Dalam sekejap, semburan asap hijau kekuningan memenuhi lorong.
Setiap petarung akan menggunakan instingnya. Bahkan dalam kegelapan atau kekacauan, Alex tidak memiliki kesempatan menang melawan orang sebesar itu. Karena itulah, asap tersebut merupakan campuran dari obat bius. Bentuknya seperti kapsul. Untuk mengaktifkannya, Alex harus menarik sekat di antara keduanya. Dia perlu sedikit waktu sambil menunggu keduanya tercampur. Ternyata, mengajak ngobrol lawan lebih mudah dilakukan daripada dugaannya semula.
“Sekarang, siapa yang bukan pembohong ahli?”
Alex sesungguhnya bisa menggunakan bom obat bius biasa. Namun, memikirkan kalau mungkin akan adanya pemeriksaan dengan sinar X-ray dan menghindari kesalahan mengaktifkan tanpa sengaja, dia lebih suka kapsulnya. Cadar yang dia kenakan juga berfungsi ganda. Menutupi wajah sekaligus menyaring udara di sekitarnya seperti masker.
Senyumnya terkembang lagi di hadapan tubuh pria besar yang tergeletak di tanah. Rasanya lucu dan memuaskan. Alex buru-buru melucuti si musuh. Dia mengambil ponsel, pisau, pistol, kartu magnetik, juga satu rangkaian kunci. Semua dilakukannya dengan cepat sebelum asap kehijauan reda.
Dia memeriksa ponsel si pria besar. Sesuai dugaannya, ada sistem pengawas lain di waduk. Tampaknya tempat itu memiliki rahasia terpendam yang ingin disembunyikan dari dunia luar. Alex butuh sedikit modifikasi bila ingin masuk ke ruang bawah tanah. Untung saja, dia punya trik lain dengan bajunya.
Alex yakin siapa pun di balik kamera pengawas akan terperangah ketika melihat dirinya mendadak lenyap dari pantauan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 306 Episodes
Comments
Kerta Wijaya
🤟
2022-08-10
0
Rikko Nur Bakti
seru
2022-04-25
1
𝕸y💞🅰️nny🌺N⃟ʲᵃᵃ🍁❣️
keren... aku suka cerita ini..😊
2021-05-31
2