Hari Minggu.
Sasha hanya bermalas-malasan dirumah, Dia bingung untuk schedule hari ini. Fani sedang ada acara keluarga, Dia hanya punya satu teman, Sedangkan Dik.... Sudahlah Sasha tak mau membahas itu.
Sasha teringat dengan Reynald, Sosok yang menjadi pelindung sekaligus pencabut nyawanya. Entah sosok kesepian atau bukan, Yang pasti, Dia selalu ada saat Sasha butuh.
Sasha mendengar suara mobil dari luar, Sasha tidak memperdulikan Itu, Dia kini sedang menonton TV dirumahnya.
"Mau jadi apa kamu? Anak perempuan hanya malas-malasan" Sarkas dingin dari seorang laki-laki dan perempuan Dewasa yang kini sedang berdiri memandangi Sasha yang menonton TV.
Sasha menengok ke arah asal suara.
Deg.
Detak jantungnya serasa berhenti, Dunianya kembali berhenti berputar, Waktu juga ikut berhenti. Dua orang itu yang Sasha rindukan, Orang yang sangat Sasha sayang, Namun mereka selalu menyalahkan Sasha atas kejadian dulu.
"Mamah, Papah" Lirih Sasha menatap berkaca-kaca kedua orang tuanya.
Marina dan Fadli (Orang tua Sasha) Kini termenung mendengar panggilan lemah dari Sasha, Hati mereka sedikit sakit, Namun sakit hati karena kejadian dulu lebih mendominasi.
"Jangan panggil saya Mamah, Saya tidak punya anak pembawa sial seperti kamu" Sarkas Marina dingin.
Sasha mematung, Tidak bisakah Orang tuanya tak menyalahkanya, Sekali saja. Kejadian dulu bukan sepenuhnya salahnya, Tapi kenapa semua orang menjauhinya, Bahkan menganggapnya pembawa sial.
Sasha mencoba menguatkan hatinya, Dia memasang senyum manisnya, Dan menatap Orang tuanya penuh harap.
"Mamah kesini mau jenguk Caca kan?" Ucap Sasha senang, Dia tersenyum sangat lebar, Namun matanya mengalirkan air mata.
Fadli menatap datar Sasha.
"Saya kesini hanya ingin mengambil barang-barang Virgo, Tidak ada hubungannya denganmu, Jangan harap saya akan menjengukmu, Memanggil namamu saja saya sudah muak" Sarkas Fadli tajam.
Hati Sasha tertusuk beribu paku saat, Ayahnya mengucapkan kata-kata Itu, Air matanya semakin deras.
Marina keluar dari salah satu kamar dengan membawa dua koper.
"Mah, Ijinin Caca ketemu Virgo Mah" Mohon Sasha menghampiri ibunya, Air matanya kembali mengalir deras, Saat ibunya menepis tangan itu dengan kasar.
"Saya tidak akan membiarkan anak saya bertemu dengan pembawa sial seperti kamu" Jawab Marina tajam, Dia tidak memperdulikan Sasha yang kini menangis karena ucapanya.
Sasha terduduk dan memeluk kaki Ibunya.
"Mah, Caca mohon, Caca mau ketemu Virgo" Mohon Caca bermutu di hadapan ibunya dengan uraian air mata.
Marina melepas paksa tangan Sasha, Dia mendorong Sasha hingga Sasha terjatuh.
"Virgo belum sadar, DAN ITU SEMUA KARENA KAMU, KAMU PEMVAWA SIAL" Teriak Marina mulai menangis. Dia terus memaki Sasha yang terduduk lemah di lantai.
Fadli yang melihat istrinya menangis pun kini memeluknya dan membawa Marina keluar dari rumahnya 'dulu', Mereka pun pergi meninggalkan Sasha sendirian.
"ARRGGGHH" Teriak Sasha frustasi, Air matanya semakin deras, Menarik rambutnya kuat-kuat.
Sasha mengusap kasar air matanya, Dia berdiri, Berjalan gontai ke kamarnya, Terduduk di sudut kamarnya.
"Virgo, Caca kangen, Virgo kapan sadar, Caca sendirian disini" Lirih Sasha menatap kosong kedepan, Menerawang kenangan-kenangannya dengan sosok 'Virgo', Sosok yang sangat ia sayang melebihi dirinya sendiri.
Sasha mengambil gunting yang ada dinakasnya, Dia mengarahkan gunting itu ke tanganya. Sasha menyayat tanganya, Dia lebih tersiksa batin daripada fisik.
"ARRGGHHH" Teriak Sasha antara frustasi dan kesakitan, Air matanya kembali mengalir deras.
Sasha mengatukkan kepalanya ke tembok sekeras mungkin. Hingga darahnya mengalir dari dahi kanannya.
Air matanya menyatu dengan darahnya, Dia sangat tersiksa, Dia ingin mati saja. Namun tiba-tiba sekelebat bayangan Virgo terlintas dalam fikiranya. Dia berfikir, Kalau dia pergi, Bagaimana cara dia bertemu dengan Virgo??
Dengan Sisa-sisa tenaganya, Sasha mengambil handphonenya. Dia menelpon nomor seseorang Reynald.
"R-rey" Lirih Sasha, Dia memejamkan matanya untuk mengurangi rasa sakit.
"Ada apa Sha, Lo kenapa?" Tanya Reynald sedikit panik saat mendengar suara Sasha selemah itu.
"To-tolong" Ucap Sasha terbata-bata, Kenapa baru sekarang lukanya terasa sakit. Sasha menjatukhan handphonenya saat dirasa Reynald sudah memutuskan sambungan telponya.
Sasha menekuk kakinya, Menyandarkan tubuhnya ke tembok, Mendongak menatap langit-langit kamarnya. Air matanya masih mengalir, Seiring darahnya yang ikut tercampur dengan Air matanya.
Brakkk
Reynald mendobrak pintu kamar Sasha kencang, Dia melihat Sasha dalam keadaan seperti mandi darah. Itu membuat hatinya sangat sakit.
Reynald langsung menghampiri Sasha.
"Lo kenapa Sha?" Tanya Reynald lirih, Hatinya tercubit keras.
Sasha menatap Reynald redup. Tanyanya mengusap pipi Reynald dengan gerakan lemah.
"R-Rey, Apa Gue gak berhak bahagia?" Tanya Sasha pelan, Air matanya mengalir lagi. Reynald menggeleng.
"Lo berhak bahagia Sha, Sangat berhak" Jawab Reynald cepat,
"Kita kerumah sakit ya" Reynald langsung menggendong tubuh Sasha yang sudah sangat lemah, Sasha sepertinya kehilangan banyak darah.
Reynald melakukan mobilnya dengan kecepatan penuh, Dia tidak ingin terjadi apa-apa pada Sasha.
Sasha masih sadar, Walaupun kesadarannya mulai hilang. Sasha mengusap pipi Reynald pelan, Andai saja keluarganya ada yang mengkhawatirkan keadaanya, Dia sangat menginginkan Itu, Tapi apa, Keluarganya bahkan tak sudi bertemu dengannya. Sesulit itukah memaafkan satu kesalahannya, Bahkan itu bukan salah dia sepenuhnya.
"R-Rey, Jangan pernah ninggalin Gue, Seperti 'mereka' Yang menjauh dari Gue, Saat gue sedang butuh 'mereka'" Ucap Sasha lemah, Sasha mengusap dahinya yang terus mengalirkan darah.
Reynald menatap Sasha.
"Gue gak akan ninggalin Lo Sha, It's Promise" Jawab Reynald yakin. Dia tidak akan meninggalkan Sasha, Tidak akan pernah.
Sasha tersenyum tulus, Matanya mulai menutup, Bahkan tangan yang ada di pipi Reynald mulai melemah.
"Buka mata Lo Sha, Ini perintah" Ucap Reynald panik.
"Gu-gue g-gak kuat, Rey" Lirih Sasha, Kesadarannya pun hilang sepenuhnya.
Reynald semakin panik, Dia menambah kecepatan mobilnya. Reynald membawa Sasha ke rumah sakit milik keluarganya, BRAMAWIJAYA. kalau kalian bertanya, Mengapa nama sekolahnya sama? Karena sekolah itu juga milik keluarga Reynald.
Reynald menggendong Sasha masuk kedalam rumah sakit.
"Dok, Tolongin Temen Saya" Ucap Reynald panik kepada dokter kepercayaannya, Dokter Dika.
"Baiklah, Sus bawa dia keruang UGD" Perintah Dokter Dika kepada suster yang ada didepanya. Suster itupun mengangguk dan langsung membawa Sasha kedalam UGD.
Reynald ingin masuk menemani Sasha, Namun dia di tahan oleh suster.
"Maaf mas, Anda tidak boleh masuk, Silahkan tunggu diluar" Ucap Suster tersebut sembari menutup pintu.
Reynald menggeram kesal, Dia duduk dikursi tunggu depan ruangan UGD. Reynald teringat dengan Fani, sahabat Sasha, Dia pun langsung menghubunginya menggunakan handphone Sasha yang ia bawa.
"Lo ke rumah sakit BRAMAWIJAYA sekarang, Sasha disini" Perintah Reynald dingin, Dia langsung mematikan sambungan telponya secara sepihak.
Tanpa menunggu waktu lama, Fani sampai di rumah sakit, Namun dia bersama.. Diksi? Reynald kaget karena itu.
"Caca kenapa Rey?" Tanya Fani cemas. Reynald menggeleng singkat, Dia menatap pintu UGD cemas, Dia berdoa, Semoga Sasha tidak kenapa-kenapa.
"Gue gak tau, Tadi dia nelpon, Dan minta tolong, Saat Gue sampai, Gue udah liat Sasha dalam keadaan... " Reynald tak sanggup menjelaskannya sampai akhir, Dia mengusap wajahnya gusar.
Fani mengeluarkan air matanya, Apa Sasha melukai dirinya sendiri lagi? Tapi kenapa?. Diksi yang melihat Fani menangis pun menyuruhnya duduk, Dan memeluknya dari samping, Untuk memenangkannya.
Reynald menatap kosong kedepan. Dia harus apa agar Sasha baik-baik Saja?.
Ceklek.
Pintu ruangan itu terbuka.
"Gimana keadaan Sasha dok?" Tanya Reynald dengan sigap berdiri.
"Luka sayatanya lumayan dalam, Dan luka di dahinya juga cukup parah, Tidak dapat dipastikan kapan dia sadar. Tapi kami pihak rumah sakit akan berusaha semaksimal mungkin" Jelas Dokter Dika.
Reynald termenung, Kenapa hatinya tak terima?. Ayolah Sha, Jangan bikin Reynald khawatir.
"Kapan Sasha bisa dijenguk dok?" Tanya Reynald.
"Kalian bisa menjenguknya saat Sasha sudah dipindahkan ke ruang rawat inap" Jawab Dokter Dika.
"Pindahkan Sasha ke ruang VIP dok" Perintah Reynald.
Dokter Dika mengangguk patuh, Dia mengurus Sasha yang akan dipindahkan ruangan.
Reynald menghembuskan nafasnya gusar, Hatinya sangat tidak tenang sekarang. Kenapa Sasha lagi-lagi melukai dirinya sendiri? Itu yang selalu di pikirkan Reynald.
Reynald masuk ke dalam ruangan Sasha. Dia menatap sasha yang terbaring lemah, Terdapat alat Nebulizer yang membantu pernapasanya. Reynald menghampiri Sasha, Menggenggam tangannya yang terasa dingin.
Fani dan Diksi masuk kedalam ruangan Sasha.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada Sasha?" Tanya Reynald kepada Fani Dahi dan Diksi.
Keduanya saling pandang, Bingung harus menjawab apa.
"Gue tau, Lo berdua ada hubunganya dengan Sasha" Ucap Reynald tajam. Keduanya masih terdiam.
"Gue denger semua percakapan Lo berdua saat dirumah gue" Ucap Reynald lagi.
Keduanya mematung. Reynald mendengarnya, Jadi Reynald susah sedikit mengetahui tentang Sasha.
"Terserah kalian mau jawab atau gak, Tapi Gue akan selalu cari tau tentang Sasha" Peringat Reynald tajam. Keduanya terdiam, Cepat atau lambat Reynald akan mengetahuinya.
"Kalian berdua pulang lah, Gue yang akan jagain Sasha" Suruh Reynald tanpa menatap keduanya.
Diksi mengangguk, Dia menggandeng tangan Fani.
"Gue pulang, Jaga Caca sampai sadar" Ucap Diksi menarik tangan Fani keluar dari ruangan Sasha.
Reynald menatap Sasha lamat.
"Caca" Gumam Reynald menyebutkan nama panggilan Caca dari orang terdekatnya.
Tunggu? Diksi juga memanggil Sasha dengan sebutan 'Caca', Sebenarnya Apa hubungan Diksi dan Caca? Kenapa semuanya sangat rumit?.
Reynald pusing memikirkan semuanya, Hal-hal yang menurutnya sangat sulit diterima logika.
Reynald mengusap pipi Sasha lembut.
"Malaikat yang misterius, Betapa kesepiannya dirimu, Berbagilah cerita, Agar kau tidak semakin menderita" Gumam Reynald pelan. Dia mengecup Dahi Sasha penuh sayang.
Andai Sasha masih terjaga, Dia pasti senang, Ada seseorang yang khawatir padanya.
♡♡♡♡
' Ini dimana?' Batin Sasha.
"Ca" panggil seorang lelaki yang seumuran dengannya, Sosok yang sangat ia rindukan. Sasha langsung berlinang air mata, Dan memeluk tubuh itu erat-erat.
"Virgo" Lirih Sasha. Sasha mempererat pelukanya, Jika ini mimpi, Sasha tidak ingin terbangun lagi.
"Caca harus kuat, Tunggu Virgo sadar, Virgo pasti nolongin Caca dari kegelapan Ca" Ucap Virgo lembut, Sasha terdiam.
"Caca kangen Virgo, Virgo jangan tinggalin Caca lagi, Ayo pulang" Ajak Sasha menatap Virgo.
"Virgo belum bisa pulang sekarang Ca" Jawab Virgo menatap Sasha lembut. Sasha menggeleng.
"Caca sendirian, Caca gak punya siapa-siapa, Selain Virgo yang sayang Caca" Lirih Sasha.
"Ca, Mamah Sama Papah sayang sama Caca, Mereka sedang sedih dan putus asa Ca, Mereka belum menyadari kalau mereka sayang sama Caca" Jelas Virgo tersenyum, Mengusap lembut pipi Sasha.
"Mereka gak sayang sama Caca Vir, Bahkan Diksi juga ninggalin Caca" Lirih Sasha. Virgo menggeleng.
"Diksi gak ninggalin Caca kok, Dia masih sedih Ca" Jelas Virgo.
"Kamu sadar gak?, Ada orang yang perhatian sama kamu, Ada orang yang selalu khawatir sama kamu, Orang yang menjadi pelindungmu" Tanya Virgo. Sasha mengernyit.
"Fani?" Tanya Sasha, Virgo tersenyum kemudian menggeleng.
"Dia orang yang akan jagain Caca, Dia orang yang selalu jagain Caca, Dia orang yang gak Caca sangka akan menjadi Orang yang paling peduli sama Caca" Jelas Virgo lembut. Sasha semakin bingung.
"Ca, Waktu Virgo habis, Caca jaga diri ya, Kalau sudah waktunya Virgo bangun, Virgo pasti akan menemui Caca" Ucap Virgo seiring tubuhnya yang mulai menghilang.
Sasha menggeleng,.
"GAK, VIRGO GAK BOLEH PERGI" Teriak Sasha sembari berusaha memeluk tubuh Virgi, Virgo tersenyum. Setelah itu, Hanya udara yang dipeluk oleh Sasha.
Sasha menangis tersedu-sedu. Ada cahaya Putih terang yang membawa Sasha pergi.
♡♡♡♡
Sasha membuka matanya, Setetes air mata jatuh dipelipisnya, Virgo...
Sasha merasa ada tangan yang melingkar di perutnya, Dia melihat ke bawah, Reynald. Reynald tertidur dengan memeluk Sasha, menjadikan lengan Sasha sebagai bantal.
Sasha tersenyum tipis, Tanganya Terulur untuk menyisir lembut rambut Reynald. Reynald sedikit terusik dengan usapan di kepalanya, Dia membuka matanya, Matanya sedikit menyipit untuk menyesuaikan dengan Cahaya.
"Sasha" Ucap Reynald pelan, Dia tersenyum tipis melihat Sasha yang sudah sadar.
Dua hari dia selalu menjaga Sasha, Menunggunya sadar, Ini hari ke tiga Sasha dirumah sakit. Dan sekarang akhirnya Sasha sadar.
"Rey" Lirih Sasha, Sasha sedikit susah dengan alat yang menutupi mulut dan hidungnya, Dia akhirnya melepaskan alat itu.
"Jangan dilepas" Peringat Reynald. Sasha menggeleng.
"Gue dimana Rey?" Tanya Sasha pelan, Dia memegangi kepalanya yang terasa sakit. Dia ingat terakhir kali ada dimobil Reynald.
"Di rumah Sakit" Jawab Reynald singkat. Sasha mengangguk mengerti.
"Lo bikin Gue khawatir Sha, Dua hari Lo Gak sadar-sadar" Gumam Reynald pelan, Dia mengusap pelan pipi Sasha.
Sasha sedikit senang mendengar ada orang yang mengkhawatirkanya. Tapi Tunggu?
"Dua hari?" Tanya Sasha memastikan. Reynald mengangguk.
Bukankah hanya sebentar saja, Dia merasa hanya beberapa menit bertemu Virgo. Virgo ya?.. Dia teringat kembali padanya.
"Gue mau pulang Rey" Pinta Sasha pelan. Dia sangat tidak suka dengan rumah sakit, Dia benci itu, Itu mengingatkannya pada Virgo.
Reynald menggeleng tegas.
"Lo harus dirawat sampai sembuh" Jawab Reynald tegas. Sasha hanya menghembuskan nafas pasrah, Dia masih ingat bahwa Reynald adalah orang yang tidak main-main, Bahkan dia bisa saja bermain fisik.
"Jangan pernah melukai diri sendiri lagi Sha, Ini perintah" Pinta Reynald tegas. Sasha hanya diam, Dia tidak yakin kalau dia bisa.
"Sekarang jam berapa?" Tanya Sasha lemah. Reynald melihat jam tanganya.
"Jam 9 pagi" Jawab Reynald singkat. Sasha menatap Reynald.
"Lo gak sekolah?" Tanya Sasha pelan. Reynald menggeleng.
"Gak, Dari kemarin Gue disini" Jawab Reynald singkat. Sasha terdiam, Apa Reynald menjaganya? Apa Reynald peduli padanya?
"Lain kali gak perlu jagain Gue, Gue udah biasa sendiri" Lirih Sasha.
Reynald sedikit aneh dengan ucapan Sasha, Dia juga bingung, Dua hari ini Reynald tak melihat adanya tanda-tanda orang tua Sasha yang menjenguknya.
Ceklek.
Pintu terbuka, Mengalihkan perhatian keduanya.
"Bagaimana keadaan mu?" Tanya Dokter Dika ramah.
"Membaik" Jawab Sasha tersenyum tipis, Entah kenapa Reynald sedikit tidak suka saat Sasha tersenyum kepada orang lain. Untung saja hanya dia yang pernah melihat senyuman termanis Sasha, Semoga.
"Syukurlah, jangan lupa selalu minum obat, Jangan banyak pikiran, Dan banyak-banyak istirahat" Nasihat Dokter Dika. Sasha mengangguk mengerti.
"Baiklah, Saya permisi" Ucap Dokter Dika melangkah keluar.
Saat Dokter Dika membuka knop pintu, Saat itu juga pintu terbuka, Dan tampaklah Teman-teman Reynald dan sahabat Sasha.
"Eh ada dokter" Ucap Fani kikuk. Dokter Dika hanya tersenyum kemudia melangkah keluar.
Fani langsung menghampiri Sasha dan memeluknya erat, Sasha juga membalas pelukanya.
"Jangan pernah merasa sendiri Ca, Ada Gue disamping Lo" Lirih Fani.
Sasha hanya mengangguk, Matanya bertubrukan dengan Black eyes milik Diksi. Diksi menatapnya datar, Namun dalam hati, Dia sangat khawatir dengan Sasha, dia kecewa dengan dirinya sendiri yang tak bisa menjaga Sasha, Seperti amanat dari Virgo.
"Gue tau" Jawab Sasha singkat, Dia melepaskan pelukan Fani, Menghapus air mata Fani yang mengalir ke pipi.
"Jangan nangis karena Gue, Gue gak pantes untuk dapet itu" Lirih Sasha.
Hati Fani mencelos. Kenapa Sasha menganggap dirinya tidak berguna? Apa yang sebenarnya terjadi saat itu.
"Ya ampun Dedek Gemes Gue gak papa kan?" Tanya Farhan Heboh. Fino yang Ada Di sampingnya langsung menjitak kepalanya.
"Di rumah sakit beg*, Kalo ngomong jangan keras-keras napa" Ketus Fino. Farhan hanya mendengus kesal.
"Gimana Keadaan Lo Sha?" Tanya Zacky yang lumayan waras dari kedua temanya itu. Sasha mengangguk dan tersenyum tipis.
"Lebih baik" Jawab Sasha singkat. Zacky mengangguk mengerti, Dia berjalan ke arah Sofa sofa dan duduk disana.
"Woy, Kalian gak mau duduk apa?" Tanya Zacky kepada teman-temanya. Semuanya pun ikut duduk disofa.
"Lo kemarin gak tau aja Sha, Si Reynald uring-uringan gak jelas gara-gara Lo gak sadar-sadar" Celetuk Farhan dengan watadosnya.
"Iya, Dia juga tidur disini, Pulang cuma buat mandi doang" Imbuh Fino.
Zacky mendelik dan menabok kepala keduanya. Kenapa mereka bicara seperti itu didepan Reynald, Bahkan tatapan Reynald sekarang seperti ingin memakan hidup-hidup keduanya sekarang.
Sasha menatap Reynald mengernyit.
"Bohong" Jawab Reynald yang tau akan tatapan Sasha. Sasha mengangguk mengerti.
"Bohong apaan, Orang Gue sama Fino nih yang jadi saksi, Bahkan dokter Dika, Tanya in deh sama Dia kalo gak percaya" Ucap Farhan Cepat. Reynald menatap tajam Farhan, Farhan pun tersadar, Dia memukul sendiri jidatnya.
"Hehe peace bos" Cengir Farhan mengatupkan telapak tanganya.
"Pecat aja bos, Jadiin musuh" Kesal Zacky.
"Nah setuju nih Gue" Imbuh Fino.
"Lo juga harus dipecat" Ketus Zacky kepada Fino. Fino mendelik kesal.
"Dih apaan, Gue kan gak salah" Protes Fino cepat.
Sasha tersenyum tipis dan menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Dia menatap Reynald lama. Reynald menyadari itu, Dia pun menutup mata Sasha menggunakan telapak tanganya. Dia sedikit gugup ditatap begitu.
Sasha tersenyum tipis dan memindahkan tangan Reynald yang ada di wajahnya.
"Gak sadar apa yak? Masih ada jomblo disini" Celetuk Fino.
Reynald menatap tajam Fino. Fino hanya nyengir lebar.
"Usir aja kak" Ucap mengompori Reynald. Fino menatap tajam Fani.
"Awas Lo" Ancam Fino. Fani hanya tersenyum mengejek.
"Pulang sana" Usir Reynald dingin. Fino memasang tampang memelasnya.
"Jangan dong bos" Melas Fino. Reynald menatap datar Fino dia mengalihkan pandangannya dan menatap Sasha. Fino mendengus kesal.
"Lo mau makan apa? Lo kan belum sarapan" Tanya Reynald kepada Sasha, Sasha berpikir sebentar.
"Bubur ayam" Jawab Sasha singkat, Reynald mengangguk.
"Beliin bubur ayam sana" Suruh Reynald kepada Fino dengan nada ketusnya. Fino mengangguk patuh, Fino pun beranjak dan mengajak Farhan untuk ikut bersamanya.
"Gue ke kantin dulu ya" Izin Zacky pamit untuk ke kantin yang ada dirumah sakit. Semuanya mengangguk mengijinkan.
Setelah Zacky keluar, Kini diruangan hanya ada Diksi, Fani, Reynald dan Sasha.
"Kenapa Lo melukai diri sendiri lagi Ca?" Tanya Fani lemah. Sasha terdiam.
"Jangan pernah merasa sendiri Ca, Ada Gue, Ada seseorang yang harus Lo tunggu Ca" Ucap Gani pelan. Sasha memalingkan wajahnya.
"Gue emang sendirian Fan" Jawab Sasha lemah. Reynald yang berada disamping Sasha pun mengusap kepalanya pelan.
"Lo gak sendiri Ca, Ada Gue yang selalu ada disamping Lo" Ucap Fani sedikit keras, Dia tidak ingin Sasha melukai dirinya sendiri, Dia tidak ingin Sasha hanya berpikir sendirian di dunia ini.
Diksi menggenggam Tangan Fani.
Sasha terdiam, Memang benar ada sahabat yang selalu ada disampingnya. Sahabat yang menyayangi dirinya, Dia masih beruntung memilik sahabat yang selalu mendampingi dirinya, Walaupun Fani juga pernah menjauhi dirinya.
"Maaf Fan" Lirih Sasha.
Mata Fani sedikit berkaca-kaca, Dia sangat prihatin dengan kehidupan Sasha, Sangat-sangat prihatin. Sendirian, Kesepian, Kehilangan, Tersiksa, Depresi, Frustasi, Bahkan ingin mengakhiri hidupnya sendiri, Itulah Sasha.
"Ingat Ca, Ada Gue" Ucap Fani pelan, Sasha mengangguk pelan.
Dia Ingin kalimat itu di ucapkan oleh keluarganya. Tapi tak apa, Sahabat sudah cukup.
Diksi menatap Sasha dengan tatapan yang sulit diartikan. Sasha menyadarinya, Namun dia enggan menatap Diksi, Dia terlalu sakit hati.
"Makanan Datang" Ucap Fino masuk kedalam ruangan Sasha membawa satu plastik bubur ayam.
"Nih" Ujar Fino memberikan bakso itu kepada Reynald, Reynald ingin menyiapkan Bubur itu, Namun ditahan oleh Sasha.
"Nanti aja" Ucap Sasha lemah, Reynald menghela nafasnya dan mengangguk pasrah.
"Eh Ayok login ML, Gue kemarin udah beli dong skin Pharsa yang Phoenix" Pamer Farhan dengan senyum sombongnya.
"Gue juga udah beli ya, Itu mah udah lama" Ejek Fino. Farhan mendelik kesal.
"Yaudah Gaskeun ayok, By one kita" Tantang Farhan. Fino mengangguk setuju.
"Ayok, Yang kalah traktir seminggu" Ucap Fino. Farhan mengangguk setuju.
Mereka berdua pun bermain game, Sedangkan teman-temanya tidak mmeperdulikanya, Mereka mengobrol sendiri.
Berjam-jam mereka berada diruang rawat Sasha, Hingga jam 11 siang mereka pulang kerumah masing-masing.
Hanya Tersisa Reynald dan Sasha di ruangan Sasha.
"Lo belum makan Sha, Sekarang makan" Perintah Reynald tegas. Sasha mengangguk patuh.
Dengan telaten Reynald menyuapi Sasha, Sasha menerima suapan demi suapan dari Reynald. Hatinya menghangat, mengingat Reynald sedikit peduli padanya. Walaupun dia hanya dijadikan babu saja.
"Udah Rey" Ucap Sasha enggan menerima siapa ke limanya. Reynald menghela nafasnya.
"Yaudah, Ini terakhir" Jawab Reynald, Sasha pun membuka kembali mulutnya dan mengunyah enggan usapan terakhirnya.
Reynald menaruh mangkok itu dan memberikan Sasha segelas minuman, Sasha meminun air putih itu. Sasha meletakan gelasnya di atas nakas.
"Minum obat sekarang" Suruh Reynald, Sasha menggeleng, Dia benci obat.
"Gak mau Rey" Tolak Sasha, Obat adalah sesuatu yang menjijikan menurutnya, Sasha tidak ingin dianggap lemah.
"Minum atau saat Lo sembuh, Lo dapat hukuman" Ancam Reynald tajam. Sasha menghembuskan nafas pasrah, Dan mengangguk patuh.
Reynald tersenyum tipis melihat Sasha yang menurut, Dia menyiapkan obat Sasha dan memberikannya pada Sasha.
Sasha langsung meminum obat itu, Dia tidak ingin melihat obat itu lama-lama, Itu membuatnya muak.
Reynald mengusap pelan kepala Sasha, Entah kenapa dia merasa harus menjaga sosok Lonely Angel's yang ada didepanya saat ini. Hanya Reynald yang boleh melukai Sasha, Tidak ada yang boleh melukai atau Menyentuh Sasha, Sasha akan ada di bawah kendali Reynald mulai sekarang, Tidak sebenarnya dari awal kejadian saat di kantin, Saat itulah Reynald berjanji tidak akan melepaskan Sasha untuk alasan apapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Aris Pujiono
keren banyaknya
2022-03-30
0
Adel
like ❤❤❤
2021-01-22
1
Dina (ig : dinaezyu)
hay thor salken yah
2021-01-02
1