BEBEK GENDUT

BEBEK GENDUT

Bab 1 | Bos Baru

Tim Ekspor PT. Ahmad Jaya cabang Langsa berjalan berjejer rapi menuju ruang rapat. Pagi ini mereka akan bertemu dengan bos baru, katanya sih masih muda, lulusan Jepang, cucu dari pemilik perusahaan tempat mereka bekerja.

Di paling belakang barisan, Fara menyusul, si bungsu di tim. Jilbabnya agak miring ke kiri, pipinya gembul, sibuk mengunyah bakwan yang masih hangat di tangannya. Bibirnya mengilap karena minyak bakwan, tapi wajahnya santai kayak mau pergi piknik, bukan rapat penting.

“Dek, nggak malu makan sambil jalan?” tanya Bu Lia dari samping, matanya melihat ke arah bakwan di tangan Fara. Bu Lia adalah staf Quality Control.

“Lapar, Bu. Belum sarapan tadi,” jawab Fara cuek, masih mengunyah.

“Ih, anak ini…” Bu Lia cuma bisa geleng-geleng sambil nahan ketawa. Tapi matanya berbinar geli. Udah biasa lihat tingkah Fara yang selalu aja makan di sela waktu, dan hampir setiap hari dia membawa bakwan, buatannya sendiri.

Sampai di dalam ruang rapat, ternyata… kosong.

“Eh, mana si Manager? Udah jam segini, lho,” gerutu Pak Andi, staf logistik, sambil melirik jam tangannya.

Karena bos belum nongol juga, mereka pun duduk santai di dalam ruang rapat. Obrolan mulai ngalir. Seperti biasa, topik andalannya, cinta dan rumah tangga.

“Suamiku tuh bikin emosi kali! Baru pulang kerja langsung teriak, ‘Makanan mana?! Cuma ini? Nggak ada yang lain?’ Macam awak ini santai-santai di rumah. Kerja loh aku ini,” keluh Bu Lia sambil mutar-mutarin cincin nikahnya.

“Makanya, lebih enak jadi jomblo, Bu. Hidup tenang...” sahut Sisi, staf desain, bangga kali dengan status single-nya.

“Cowokku sih baik. Aku masak apa pun dia lahap. Nggak banyak protes,” timpal Imah, si admin, senyum-senyum manis kayak iklan pasta gigi.

Mata mereka serentak berpaling ke Fara yang lagi asyik membersihkan tangannya yang berminyak karena bakwan pakai tisu.

“Dek, kok diam aja? Nggak punya cerita cinta? Kok, kayaknya datar kali hidupmu,” goda Pak Andi sambil nyengir.

Fara geleng cepat. “Nggak, Pak. Enggak ada yang mau…” katanya merendah, karena dia tahu—itu jawaban favorit mereka. Dan benar saja, tawa pun pecah.

“Aduh... sedih kali nasibmu. Makanya, kurusin dikit, dek. Biar ada yang naksir,” sambar Bu Lia, matanya melirik perut Fara yang bulat empuk. "Lihat tu, perutmu udah kayak hamil 5 bulan," tambahnya.

“Ah, gapapa, Bu. Dia sih masih muda. Belum perlu mikirin cowok,” bela Sisi sambil nyeruput teh.

“Iya lah, hidup Fara masih enak kali. Anak bungsu pula, pasti dimanja kali,” tambah Imah.

Fara cuma senyum.

Tiba-tiba Bu Lia ganti topik, matanya menyipit penasaran. “Oh iya, Fara pasti kenal sama Pak Yuto, kan? Soalnya cucunya Pak Rio juga kan?”

Fara mengangguk pelan.

“Ganteng nggak? Ada yang bilang, katanya ganteng.”

Ia mengangguk lagi.

“Baik nggak?”

Fara mengangguk untuk yang ketiga kalinya. Tapi mukanya udah mulai merah dikit.

“Enak kali ya nasib anak orang. Baru lulus langsung jadi manager. Kita kerja bertahun-tahun, naik level aja susahnya bukan main,” keluh Pak Andi sambil bersedekap.

“Yah, namanya juga perusahaan keluarga, Pak…” Imah baru mau lanjut, tiba-tiba…

“Euughhh…”

Suara erangan bikin semua orang lompat kaget.

Dari bawah meja, muncul sosok pria, rambut sedikit berantakan, mata setengah merem, kemeja biru agak kusut. Dia mengangkat kepala, menguap lebar-lebar, lalu duduk bersandar, tampak sangat santai.

Dan tiba-tiba, mata pria itu langsung tertuju ke Fara.

“Tadi Abang nggak dengar Fara jawab apa,” kata pria itu. Suaranya serak, tapi jelas.

Fara melotot. Ia baru menyadarinya setelah mengamati wajah itu lebih lama. Lah?! Bang Yuto?

Dia, yang disebut Yuto oleh Fara, terus menatapnya. “Coba ulangi, Abang mau dengar.”

Ruang rapat hening total. Semua yang ada di sana, kecuali Fara tentunya, tampak bingung dengan sosok Yuto yang tak mereka kenal namun mendadak nongol di sana dan terlihat akrab dengan Fara.

Fara buru-buru membersihkan bibirnya dari minyak dengan tisu di tangannya.

“P-Pak, kenapa nggak kenalin diri dulu?” katanya gugup, suaranya mendadak mengecil karena masih kaget.

Yuto senyum miring. “Jawab dulu. Dan jangan panggil Pak. Abang masih 24 tahun.”

Fara nelen ludah. “J-Jawab apa, P-Pak?” dan Fara tetap saja menyebut 'Pak'.

“Tadi kan mereka tanya, Abang ganteng atau enggak, baik atau nggak.”

Duh, rasanya Fara pengin masuk kolong meja. Kenapa malah bahas ini?

Wajahnya udah merah kayak kepiting matang, rasanya malu kali. Tapi akhirnya dia bisik lirih, “Ganteng dan baik kok, Pak…”

Yuto senyum puas, angkat bahu ringan. “Oh, gitu ya?” Senyum Yuto mengembang lebih lebar. "Makasih banyak kalau gitu." Tampak sangat puas mendengar perkataan Fara.

Barulah setelah itu, dia berdiri dengan santai. Dengan sikap santainya, tetapi tetap menunjukkan sikap sopan, Yuto menatap satu-persatu staf yang ada di sana, yang sejak tadi terus menatapnya heran, karena belum mengenal siapa dirinya.

“Assalamualaikum, perkenalkan, saya Yuto. Mulai hari ini jadi Manager Pengembangan Produk dan Ekspor di sini.”

Semua mata melotot, kecuali Fara.

Pria yang tadinya kedapatan tidur di ruang rapat, ternyata bos mereka. Dan benar seperti yang dikatakan Fara, bos mereka yang kali ini memang ganteng. Ganteng kali malah. Sama saja seperti kepala cabang mereka, Pak Yuki. Sama-sama terlihat seperti orang Jepang. Tentu saja, karena mereka memang ada keturunan Jepangnya.

Yuto membungkuk sedikit. “Mohon bimbingannya ya, Pak... Bu... Kak... dan Adek Fara. Soalnya saya anak baru juga… walaupun statusnya manager.”

Tawa kecil pun terdengar dari mulut Pak Andi.

“Maaf tadi munculnya… ya, gitu,” lanjut Yuto sambil garuk-garuk kepala. “Saya semalam baru sampai dari Jepang. Jet lag masih berantem sama lambung. Akhirnya tadi sempatin tidur bentar… Niatnya nyari kopi malah ketiduran.”

Pak Andi berseru pelan, “Pantes tadi waktu masuk sini, lho, kok ada aroma kopi basi.”

Tawa meledak. Termasuk dari Fara, tapi cepat-cepat tutup mulut karena takut dikira nggak sopan sama manager baru.

Tapi, Yuto tertawa juga. "Kopi basi bukan dari saya lho, Pak... Itu, coba cek tong sampah. Ada banyak sampah belum dibersihkan."

“Sampah, Pak? Serius? Biasanya si Agam sama si Zubaidah nggak pernah ketinggalan sampah. Rajin kali orang itu,” tanya Imah sambil melangkah menuju tong sampah di sudut ruang rapat dan ternyata benar. Masih ada sampah di dalam sana, termasuk beberapa cup berisikan sisa kopi. "Maaf ya, Pak. Saya hubungi dulu orang itu."

Yuto mengangguk. “Kalau gitu, saya mau kenalan dong. Coba, perkenalkan satu per satu.”

Satu per satu mulai memperkenalkan diri.

“Saya Andi, bagian logistik. Hobinya mancing, tapi gak pernah dapat ikan,” kata Pak Andi disambut tawa oleh Yuto dan yang lain.

“Sisi, Pak. Desain kemasan. Suka kopi susu tapi abis itu mencret.” Mereka tertawa lagi.

“Imah, Pak. Admin. Paling nggak bisa kerja kalau belum makan. Muka saya bakal kayak genderuwo. Rasanya pengen makan orang aja." Tawa mereka kembali pecah.

“Lia, Pak... QC. Paling anti kalau ada yang makan di jam kerja. Si Fara nih, suka kali makan sambil kerja. Nggak kenyang-kenyang perutnya. Pantaslah perutnya buncit.”

Semua langsung nengok ke Fara diikuti tawa mereka.

Fara menunduk, pura-pura sibuk ngelap jari pakai tisu.

Yuto ikut melirik dan tersenyum tipis. “Ayo, perkenalkan diri, Bebek Gendut.”

Fara mendongak kaget. “Haaa?!” B-Bebek gendut? ulangnya dalam hati.

“Bagian apa, Fara?" tanya Yuto, suaranya melembut.

“Staff kreatif, Pak,” jawabnya malu-malu.

“Masih suka bakwan?”

Fara tersenyum canggung, tetapi Bu Lia yang menjawab, "Hampir setiap hari dia bawa bakwan, Pak."

Yuto tertawa. “Masih ternyata,” gumamnya pelan.

Semua mata kini tertuju ke Yuto dan Fara.

Bukan cuma karena Yuto memanggil Fara dengan sebutan Bebek Gendut, tapi juga karena cara dia bilangnya… berbeda.

Sisi mengerutkan kening. Matanya berpindah dari wajah Fara ke Yuto, lalu balik lagi. Seperti sedang menonton balapan mobil tamiya.

Pak Andi melirik Imah, lalu berbisik, “Itu nada suara bos… kenapa kayak abang-abang yang lagi ngode ke cewek sebelah rumah ya?”

Imah ngangguk cepat. “Aku pikir aku yang halu barusan.”

Sementara itu, Fara sendiri tidak merasa aneh dengan sikap Yuto kini. Sejak dulu, Yuto memang selalu berlaku lembut seperti saat ini, sama saja dengan perlakuannya kepada semua adiknya. Mungkin, karena Fara sahabat baik adik sepupunya dan dulunya juga sangat sering main bersama mereka, jadi, cara Yuto memperlakukan Fara tak jauh berbeda. Seperti itu sih yang Fara pikirkan.

Namun, yang membuat Fara heran, dari semua orang yang ada di ruangan itu, kenapa sejak tadi cuma dia yang ditatap Yuto?

.

.

.

.

.

Continued...

Terpopuler

Comments

setiya

setiya

akhinya pindah lapak ya kak

2025-04-06

3

🍒⃞⃟🦅Otha💃

🍒⃞⃟🦅Otha💃

aq datang ka,,smoga disni semakin bersinar,,,jgn lupa buat gc ka spya bisa saling interaksi.

2025-04-11

3

Ibu² kang Halu🤩

Ibu² kang Halu🤩

Yuhuuuuuuu, akhirnya ada disini lagi kita. Siap meramaikan kisah Bebek Gendut ini🤩🤩 Semangat selalu untuk kak Hyull dan para penikmat kisah ini,asikk😀 Selamat datang di Welcome🤗

2025-04-06

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!