Bukannya menjawab, justru Bagaskara ingin menarik tangan Gabie. Melihat Bagaskara yang ingin menarik tangannya, dia segera tangannya ke belakang, agar lelaki itu tidak bisa menggapainya.
"Gue tanya sekali lagi! Ngapain nyariin Gue?" Bentak Gabie sambil menatap tajam Bagaskara. Dia cukup risih dan kesal terhadap sikap Bagaskara yang seperti ini. Dia juga tidak habis pikir, kenapa lelaki ini mempunyai sifat yang menyebalkan?.
Siswa dan siswi yang melihat kejadian itu hanya bisa terdiam dan terkejut melihat Gabie. Anak baru yang sudah berani membentak Bagaskara. Di sekolah itu tidak ada satu pun siswa atau siswi yang berani melawannya.
"Aku mau ngomong! Tapi jangan di sini!" Pinta Bagaskara dengan wajah datarnya dan nada suara yang lebih pelan. Lalu, tangannya bergerak untuk memegang tangan Gabie. Namun kali ini dia melakukannya secara lembut.
Gabie yang diperlakukan seperti itu, terheran-heran melihat tingkah Bagaskara yang mendadak berubah menjadi lembut terhadap dirinya. Bagai terhipnotis, kali ini Gabie tidak menolak saat Bagaskara memegang tangannya dan dia juga malas, jika harus jadi pusat perhatian anak-anak di sekolah.
"Apa ini cowok punya kepribadian ganda, ya?" Batin Gabie, sambil terus mengikuti langkah Bagaskara.
Mereka pun memilih mengobrol di koridor dekat gudang. Area yang tidak terlalu banyak dilewati oleh siswa dan siswi.
"Ada apa, sih?" Tanya Gabie ketus sambil mengerutkan dahinya dan melepaskan tangannya dari genggaman Bagaskara.
"Kamu belum cerita ke aku. Kenapa kamu ada di sini?" Tanya Bagaskara dengan lembut.
"Yaelah! Aku kira apaan!" Jawab Gabie dengan males karena merasa pertanyaan itu sangat tidak penting baginya.
"Serius!" Seru Bagaskara dengan muka serius menatap Gabie.
Sambil menarik napas kasar, Gabie menjawab. "Ayah pindah tugas ke Bandung. Makanya, gue ikut pindah, termasuk sekolah gue." Jelas Gabie dengan raut wajah kesal.
"Oh," jawab Bagaskara singkat, walau di lubuk hatinya dia sangat lega mendengar kabar itu.
"Kenapa, sih?" Gabie mengerutkan keningnya. Dia merasa heran dengan sikap manusia di hadapannya.
Bagaskara tidak menjawab pertanyaan itu, justru dia malah menanyakan hal lain.
"Senang'kan, kamu! Jadi pusat perhatian cowok-cowok di sini?" Tanya Bagaskara sambil tersenyum sinis menatap Gabie.
Seketika Gabie terkejut dengan pertanyaan Bagaskara seperti itu. Dia hanya bisa menjawab. "Gak!" Bentak Gabie sambil hendak melangkah pergi meninggalkan Bagaskara.
"Tunggu, dulu!" Bagaskara menghalangi langkah Gabie dengan tubuhnya.
Gabie menarik napas kasar menatap Bagaskara. Sikap lelaki itu benar-benar membuat emosi jiwanya bangkit.
Bagaskara mengetahui jawaban itu tidak benar-benar tulus dari hati Gabie. Namun, dia memilih untuk diam. Namun, dia belum cukup berani untuk mengatakan kalau dirinya itu Cemburu.
Terdengar bel berbunyi, menandakan jam istirahat telah usai. Gabie segera mendorong kasar tubuh Bagaskara dan berlalu meninggalkannya. Lelaki itu hanya terdiam menatap punggung wanita yang sudah mencuri hatinya dan mampu membuatnya cemburu.
...****************...
Sepulang dari sekolah, Bagaskara mengobrol dengan Arjuna, Mahesa, Agha, Dikta, Sagara, Shankara, dan lain-lain di warung Mang Udin.
"Gimana bisa kenal sama anak baru itu, Gas?" Tanya Mahesa.
"Iya. Kok maneh bisa akrab sama tuh anak baru?" Dikta ikut bertanya.
"Iya! Gimana ceritanya! Ceritain dong!" Celetuk Sagara.
"Mana geulis pisan lagi," ucap Mahesa sambil membayangkan wajah Gabie.
"Aing mah, sebenarnya ga heran. Kalau seorang Bagaskara bisa kenal cewek secantik itu," Timpal Sagara sambil menyenggol lengan Bagaskara.
Sesuai dugaannya, pasti mereka akan menanyakan perihal Gabie. Bagaskara tidak mengerti dengan perasaannya. Dia sangat tidak rela jika ada lelaki lain yang memuji Gabie.
Walaupun, mereka sudah sangat biasa melihat banyak wanita yang berusaha mendekati Bagaskara. Namun, tidak ada satu pun yang digubris oleh Bagaskara. Ini pertama kali, mereka melihat tingkah laku sahabatnya yang berbeda.
"Dia itu anaknya teman bokap aing!" Tegas Bagaskara, berusaha menutupi perasaannya.
"Oh!" Jawab teman-temannya bersamaan.
"Terus, Kok maneh bisa seakrab itu sama anak teman bokap, maneh?" Arjuna berkata dengan tatapan penuh selidik.
Bagaskara menarik napas sambil mengusap kasar wajahnya. "Aing sama dia udah kenal dari kecil! Jadi kalian semua gak usah salah paham!" Tegasnya lagi.
"Oke," jawab Arjuna sambil mengangguk dan tersenyum. Mereka saling melempar pandang.
Mereka sangat mengetahui, jika sahabatnya sedang menyembunyikan perasaannya. Jadi mereka memilih untuk tidak meneruskan obrolan tentang Gabie.
Mereka pun melanjutkan mengobrol sambil meminum kopi yang mereka pesan, sambil menghisap rokok mereka masing-masing.
...****************...
Sore itu sepulang nongkrong di warung Mang Udin. Bagaskara tidak langsung pulang ke rumah. Dia memutuskan untuk pergi ke sebuah toko alat musik kuno di daerah Dago.
Kebetulan, yang punya toko itu adalah salah satu temannya Bagaskara namanya Kang Ical. Dia adalah kakak kelasnya di SMA nya. Dua yg ingkat di atasnya.
Dulu, Bagaskara dan Kang Ical sering nongkrong di warung Mang Udin. Mereka sering ngobrol dan bertukar pikiran. Bagaskara juga sangat suka bermain gitar, membuat mereka bertambah dekat.
"Hai, Bagas!" Tegur Kang Ical saat melihat Bagaskara masuk ke dalam tokonya.
"Apa kabar, Gas?" Tanya Kang Ical sambil memberikan salam persahabatan mereka.
"Baik, Kang. Kalo Kang Ical gimana?" Bagaskara balik bertanya.
"Alhamdulillah baik juga. Mau nyari apa, Gas?" Tanya Kang Ical lagi.
"Mau lihat-lihat kaset aja sih Kang. Ada yang baru?" Jawab Bagaskara sambil melihat-lihat kaset yang ada disana
Mang Ical tidak cuma menjual alat musik saja, tetapi dia juga menjual kaset dan beberapa radio kuno. Walau bekas, tapi kalau dijual harganya lumayan tinggi.
"Ada nih, Gas!" Jawab Kang Ical sambil memberikan salah satu kasetnya kepada Bagaskara. Dia pun langsung melihat dan mencoba kaset tersebut.
"Wah, bagus ini, Kang! Bungkus, deh!" Jawab Bagaskara dengan muka yang sumringah.
"Siap! Buat Bagas mah Akang kasih diskon!" Jawab Kang Ical sambil mengambil kantong plastik untuk Kaset tersebut.
...****************...
Saat Bagaskara sedang melajukan motornya, tepat melewati cafe di daerah Dago. Dia tidak sengaja melihat Gabie yang sedang berdiri di depan cafe. Melihat itu, dia langsung menghampiri Gabie.
"Ngapain, kamu?" Tanya Bagaskara. Tentu saja membuat Gabie terkejut.
"Kamu yang ngapain ada di sini!" Jawab Gabie dengan nada ketus. Dia berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya.
"Nih orang udah kayak hantu, tiba-tiba nongol," gerutu Gabie yang terdengar samar do telinga Bagaskara. Lelaki itu hanya tersenyum melihat wajah suntuk Gabie.
"Cemberutnya aja geulis ih, gimana kalau senyum?" Bagaskara berkata dalam hati sambil terus menatap Gabie.
"Ya suka-suka aku, lha! Kamu sendiri ngapain di sini?" Jawab Bagaskara dengan nada konyol. Dia berencana ingin menggoda Gabie untuk membuat wanita itu kesal. Baginya sikap judes Gabie sangat menggemaskan untuknya.
Wajah Gabie kelihatan semakin kesal. Sambil cemberut, dia menjawab.
"Aku pesan taxi online di cancel terus! Supir aku juga lagi sakit, Jadi dia gak bisa jemput." Jelas Gabie.
"Ya,udah! Kalau gitu pulang bareng aku aja!" Jawab Bagaskara. Masih terus tersenyum menggoda wanita di hadapannya.
"Dih! Pulang sama, kamu?" seru Gabie dengan tatapan sebal.
"Aku cuma nawarin. Kalau kamu gak mau ya, udah! Gue gak maksa!" Tegas Bagaskara dengan nada kesal sambil menyalakan motornya.
"Eh, ya udah! Aku mau!" Jawab Gabie dengan sedikit malu.
Mendengar jawaban itu, tentu saja dia sangat senang. Namun, dia masih ingin menggoda Gabie.
"Benar, nih? Aku ga maksa, lho! Goda Bagaskara. Membuat wajah Gabie bersemu merah.
Melihat hal itu, Bagaskara tertawa. Membuat wajah Gabie semakin memerah.
"Oke, kita pulang!" Ucap Bagaskara sambil memakaikan helm di kepala Gabie.
Gabie terkejut dengan perlakuan manis Bagaskara.
"Ini helm siapa?" Tanya Gabie curiga karena helm yang dipakainya adalah helm perempuan.
"Helm cewek aku, lha!"
Ucapan Bagaskara membuat Gabie terkejut. Seketika dia merasakan sebuah kekecewaan.
"Maksudnya, itu helm calon pacar aku," Bagaskara berkata sambil tertawa.
"Eh, kenapa di lepas?" Tanya Bagaskara sambil menghalangi tangan Gabie yang ingin melepas helm dari kepalanya.
"kamu bilang helm ini, buat calon pacar kamu?" Jawab Gabie dengan nada kecewa.
"Calon pacar aku khan, kamu!"
Perkataan Bagaskara kembali membuat Gabie terkejut. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Melihat sikap Gabie, Bagaskara mengulum senyum.
"Ayo, kita pulang! Sudah sore. Langit sebentar lagi gelap," ajakan Bagaskara membuyarkan lamunan Gabie.
"Ayolah, Gabie! Jangan geer!" Ucap Gabie di dalam hati, mencoba menepis perasaannya.
Mereka berdua pun pulang sambil mengobrol di sepanjang jalan dan menikmati matahari yang mulai terbenam sambil menikmati udara yang sejuk.
*************************
Bagaimana perasaan dan hubungan mereka selanjutnya?
Makin seru lho, ceritanya 😍.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments