Ketika senja mulai menyapa dan gelap menghampiri langit. Bagaskara bersiap untuk meninggalkan Bandung. Jakarta kota yang akan segera di tujuannya. Namun, saat Bagaskara sudah bersiap untuk pergi, tanpa di duga tiba-tiba hujan turun dengan derasnya di sambut oleh suara petir yang menggelegar.
Bagaskara menarik napas dalam-dalam, teringat kejadian sepuluh tahun yang lalu. Memori yang membuatnya trauma dan sangat terluka.
"Banyak orang yang bilang, kalau hujan membawa berkah dan rezeki," ucap Bagaskara pada diri sendiri. Dia pun kembali menarik napas. Terlihat jelas ada luka di manik matanya.
"Tapi, tidak untuk aing!" Bagaskara berkata lagi dengan seulas senyum di bibirnya, tetapi sangat berbeda dengan hatinya.
Niat yang sudah mantap, membuat Bagaskara tidak peduli dengan hujan. Padahal, hampir sepuluh tahun trauma berkepanjangan tentang hujan terus menghantui hidupnya.
Dengan kecepatan tinggi Bagaskara melewati jalan Braga di tengah derasnya guyuran hujan. Pikiran yang menumpuk di kepalanya, membuat dia tidak fokus dengan keadaan jalan sekitar. Sampai tiba-tiba, dia di dikagetkan dengan kehadiran seorang wanita dengan payung putih di tangan kanannya dan sekotak kue di tangan kirinya sedang menyebrang jalan, tepat saat Bagaskara melajukan motornya.
Bagaskara telonjak kaget. Dia langsung mengerem motornya, menimbulkan suara decitan akibat gesekan ban dan aspal. Tepat di hadapan wanita itu motor Bagaskara berhenti. Tentu saja, membuat wanita itu menjadi shock dan payung di tangannya terlepas.
"Hey, lihat-lihat dulu kalau mau nyebrang!" Teriak Bagaskara, tanpa rasa kasihan atau bersalah sedikitpun. Apalagi keadaan wanita itu sedang berjongkok ketakutan karena terkejut.
"Kamu nya aja yang bawa motor ngebut!" Jawab wanita itu, setelah mengatur napas. Rasa shock yang baru saja di rasakannya, langsung berubah menjadi rasa kesal dengan sikap lelaki di hadapannya. Sambil menarik napas kasar, wanita itu pun berdiri dan segera mengambil payungnya.
Bagaskara tertegun, bukan karena perkataan wanita itu. Tetapi, wajah wanita itu seperti tidak asing baginya.
"Kok, nih cewek kayak pernah aing kenal?" Bagaskara berkata, sambil terus menatap ke arah wanita itu yang terlihat kekesalan di wajahnya dan mulutnya tidak berhenti mengumpat.
Bagaskara terus menatap lekat wajah wanita itu, ada perasaan berbeda di hatinya. Dadanya tiba-tiba berdegup lebih kencang, rasa yang aneh yang tidak pernah dia rasakan selama ini
Terlihat seulas senyuman di bibir Bagaskara. Dia segera turun dari motornya dan hendak menghampiri sang wanita. Namun, saat langkahnya hampir dekat, tiba-tiba tubuhnya di apit oleh dua orang bertubuh tinggi besar dan langsung membekuknya.
Bagaskara hanya bisa pasrah, tungkainya terasa lemas. Pelariannya tidak berjalan mulus. Dia pun terpaksa mengikuti kedua lelaki tinggi besar itu ke mobil polisi.
Sang wanita yang tadinya kesal, hanya bisa menatap Bagaskara, begitu juga sebaliknya. Mereka hanya bisa saling tatap, sampai mobil polisi yang membawa Bagaskara menghilang dari pandangan sang wanita.
Sesampainya di kantor polisi Bagaskara terkejut karena semua kawan-kawannya sudah berada di sana. Mereka di kumpulkan dalam satu tempat dan di interogasi satu persatu.
Saat interogasi berlangsung, masing-masing orang tua pun berdatangan ke kantor polisi, termasuk Ayah dari Bagaskara. Tampak kekesalan di mata Pradipta.
Matanya menatap tajam ke arah putranya. Ada sesak di dadanya. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang dipikirkan anak laki-lakinya itu. Sedangkan Bagaskara terlihat cuek, seakan tidak peduli dengan kehadiran sang ayah.
Pradipta dan orang tua yang lain mulai bernegosiasi kepada polisi, memberikan jaminan terhadap anak-anak mereka dan akhirnya mereka semua di bebaskan dengan surat perjanjian di atas materai.
"Bokap maneh baik juga, euy," Ucap Mahesa sambil menepuk pelan pundak Bagaskara dan berjalan menuju keluar.
"Biasa, suami takut istri," Timpal Bagaskara dengan nada kesal dan ketus. Teman-temannya menanggapi dengan saling melempar senyum.
Akhirnya mereka pulang ke rumah dengan keluarga masing-masing.
Bagaskara memilih untuk pulang dengan motor nya yang sebelumnya di amankan polisi. Sedangkan ayahnya memilih untuk balik ke kantor dengan mobil pribadinya.
Sambil menikmati udara Bandung yang sejuk setelah hujan. Wajah wanita yang baru saja di temuinya, terus menari-nari di pelupuk matanya. Pikirannya terus tertuju kepada wanita berpayung putih itu.
"Siapa ya, Cewek itu?" Tanya Bagaskara kepada dirinya sendiri.
"Wajahnya ga asing dan aing merasa sangat mengenalnya," ucap Bagaskara sambil mengusap kasar wajahnya.
Tidak terasa, akhirnya Bagaskara sampai di rumah. Dia langsung menuju kamarnya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun saat berpapasan dengan Cinthya, perempuan yang di bencinya.
***************
Saat malam semakin larut, Bagaskara menuju ke arah balkon kamarnya dan menikmati udara malam sambil membakar sebatang rokok.
Tiba-tiba terlintas dipikirannya tentang wanita yang di kenalnya tadi.
"Gak asing banget muka tuh cewek," ucap Bagaskara sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya.
"Cantik." Gumamnya tanpa sadar sudah memuji wanita itu sambil tersenyum.
...****************...
Bagaskara terbangun karena matahari yang memantul kedalam kamarnya, saat dia melihat kearah jam, sudah menunjukkan pukul 12.40
Berhubung dia sedang di skors, dia pun mengecek ponselnya dan sudah banyak panggilan tak terjawab dan pesan masuk dari teman-temannya.
Bagaskara pun melakukan panggilan balik.
"Kenapa, Gha?" Tanya Bagaskara. Saat telepon sudah terhubung.
"Bisa kumpul di markas?" Jawab Agha
"Sementara ini, kita jangan ada yang ke markas dulu. Tunggu masalah ini mereda" Jawab Bagaskara.
"Kita juga masih terikat perjanjian dengan pihak polisi, jika geng kita harus bubar dan tidak ada saling nongkrong." Jelas Bagaskara.
"Oke, sementara ini kita bubar dulu. Nanti kita bicarakan lagi masalah ini." Jawab Agha.
"Oke," jawab Bagaskara
Panggilan itu pun terputus.
Akhirnya Bagaskara memilih untuk melanjutkan tidurnya.
Saat hari mulai sore, Bagaskara terbangun dan segera mandi. Dia berniat untuk keluar dan keliling untuk menikmati udara sore karena seharian berada di kamar.
Tepat, ketika Bagaskara menuju pintu keluar. Tiba-tiba terdengar suara Chintya.
"Bagas, kamu mau kemana, Nak?" Kata-kata lembut, tetapi terdengar sangat menyebalkan di telinganya dan membuatnya muak.
Jangankan Bagaskara menjawab pertanyaan Ibu sambungnya itu, melirik pun tidak. Dia segera keluar menaiki motor dan bergegas pergi.
Chyntia hanya menatap nanar kepergian Bagaskara. Matanya memanas dan tidak terasa cairan bening meluncur bebas dari sudut matanya.
...****************...
Bagaskara memilih untuk mencari cemilan di daerah Braga. Tanpa sengaja, dia kembali bertemu lagi dengan wanita yang sudah mengisi pikirannya dari semalam. Terlihat wanita itu sedang berjalan bersama anak kecil sambil memakan permen. Seketika Bagaskara langsung mengejar dan menghampiri wanita itu.
"Hey, Ketemu lagi kita. Boleh kenalan ga?" Ucap Bagaskara sambil tersenyum dengan dada berdegup kencang.
"Gak!" Jawaban ketus dari wanita itu sambil mengajak anak kecil yang bersamanya pergi
Bagaskara tidak menyerah sampai disitu saja, lagi-lagi dia mengejar wanita itu.
"Serius nih? ga mau kenalan sama cowok ganteng kayak aku?" Ucap Bagaskara dengan percaya dirinya sambil ikut berjalan
"Dih! PD banget kamu!" Jawab kesal wanita itu sambil cepat-cepat masuk ke dalam mobil.
Melihat dirinya diabaikan tidak ada sedikit pun rasa sedih, justru rasa penasaran nya terhadap wanita itu semakin menggebu.
Dia pun pergi ke sebuah cafe yang berada di Braga. Saat sedang memesan kopi, lagi-lagi dia bertemu dengan wanita itu. Bagaskara pun tersenyum dan segera menghampiri wanita tersebut.
"Hai, Ketemu lagi nih, Kita?" Bagaskara berkata sambil memberikan senyum termanisnya.
"Menurut, kamu?" Jawab wanita itu dengan wajah terkejut dan kesal.
"Itu artinya kita berdua berjodoh," jawab Bagaskara sambil tersenyum penuh arti.
"Dih," wanita itu berkata sambil membuang muka.
"Aku beneran gak boleh tau nama, kamu?" Tanya Bagaskara sambil mengambil posisi duduk di hadapan wanita itu.
"Kalo kamu tau, emang kamu mau apa?" Jawabnya ketus. Wajahnya semakin kesal melihat Bagaskara. Walaupun kesal, wanita itu tidak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap ketampanan Bagaskara.
"Ya aku cuma mau tau aja, Siapa tau kita bisa jadi teman?" Jawab Bagaskara tersenyum.
Wanita itu terdiam. Ada sedikit kekecewaan di matanya.
"Ternyata, dia cuma mau temanan aja sama aku," ucap wanita itu dalam hati.
"Ini kamu serius?" Jawabnya dengan ketawa meledek
"Serius'lah!" Bagaskara berkata dengan nada semangat.
"Oke! Kenalin aku, Gabie" Jawab wanita itu yang ada bernama Gabie sambil mengulurkan tangannya
"Bagaskara, Biasa dipanggil Bagas" Jawab Bagaskara antusias sambil menyambut uluran tangan Gabie
"Bagas, Salam kenal, Ya! Aku ada urusan penting. Duluan, ya!" Jawab Gabie sambil berlari keluar cafe untuk menghampiri mobil hitam mewah yang sudah menjemputnya.
Dia pun tidak sempat mengejar wanita yang bernama Gabie itu, dikarenakan mobil hitam mewah itu sudah melaju meninggalkan cafe tersebut.
Walaupun sedikit rasa kecewa, tetapi dia sangat senang karena sudah bisa berkenalan dengan wanita yang sudah mengalihkan pikirannya, mungkin bisa di bilang sudah mencuri hatinya.
"Namanya geulis pisan, kaya orangnya." Gumamnya sambil senyum-senyum sendiri. Dia segera menghabiskan kopinya, lalu bergegas meninggalkan cafe itu dan memutuskan untuk pulang ke rumah.
Sesampainya dirumah Bagaskara melihat ada satu mobil yang belum dia lihat sebelumnya. Sudah pasti itu adalah tamu Papahnya.
Bagaskara sebenarnya malas sekali untuk berbasa-basi. Tetapi dia juga malas untuk berjalan memutar ke belakang. Jadi mau tidak mau dia pun harus melewati tamu Papahnya.
"Bagas! Sini! Papah mau mengenali kamu dengan teman Papah," Panggil Pradipta, memintanya untuk mendekat.
Bagaskara menghela napas sampai melangkah gontai mendekati mereka.
"Halo, Om, Tante," Ucap Bagaskara sambil mengulurkan tangan ke sepasang suami istri yang terlihat sangat serasi.
Bagaskara menatap nanar ke arah mereka, sambil berkata di dalam hati. "Seandainya, Mamah masih ada, pasti menjadi pasangan bahagia seperti mereka,"
" Ini namanya Om Hendro dan Tante Amanda. Kamu masih ingat, tidak?" Ucapan dan pertanyaan Pradipta membuyarkan lamunan Bagaskara.
"Wah, Bagaskara ternyata kamu sudah besar dan tumbuh menjadi laki-laki tampan," ucap Om Hendra sambil tersenyum.
"Pasti kamu sudah lupa dengan kami?" lanjut Om Hendra lagi, membuat Bagaskara bingung.
Belum sempat Bagaskara menjawab, tiba-tiba ....
"Ayah! Bunda!" Panggil seorang wanita yang baru saja turun dari mobil mewah.
"Sini, Sayang! Kenalan sama teman Mamah dan Papah," Ucap Amanda sambil melambaikan tangannya.
Saat wanita itu mendekat. Membuat mata Bagaskara terbelalak tak percaya menatap wanita yang kini berdiri di hadapannya.
...****************...
Siapakah wanita yang kini di hadapan Bagaskara?
Sebenarnya apa yang terjadi dengan masa lalu Bagaskara?
Kenapa Bagaskara sangat membenci Chintya?
Ikuti kisah selanjutnya yang semakin seru.
Jangan lupa like dan komennya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments