Bab 16

Tekad Naya sudah bulat. Ia ingin kembali ke apartemen itu—tempat di mana semuanya bermula, tempat luka-luka lamanya tumbuh dan mengakar. Jemarinya gemetar saat meraih selang infusan yang masih tertancap di tangannya. Ia ingin segera mencabutnya, seolah itu bisa mempercepat langkahnya kembali ke masa lalu yang ingin ia hadapi.

Namun, baru saja ia akan melakukannya, pintu kamar rumah sakit terbuka perlahan.

Seorang perempuan masuk dengan masker menutupi separuh wajahnya. Matanya melebar saat melihat apa yang dilakukan Naya.

"Naya! Apa yang kamu lakukan?" serunya kaget.

Naya membeku. Suara itu…

"Ka... Kamu?"

Perempuan itu segera membuka maskernya. "Ini aku, Nisa." Ia buru-buru menghampiri Naya dan menggenggam tangannya, mencegah infusan itu tercabut. "Kenapa kamu mau lepas ini? Apa yang sebenarnya kamu pikirkan?"

Naya tak mampu berkata-kata. Air matanya tiba-tiba jatuh, dan tanpa pikir panjang, ia memeluk tubuh sahabatnya erat-erat. Tangisnya pecah seketika.

"Aku bingung, Nis… Aku nggak tahu harus bagaimana… Aku cuma… Aku cuma ingin kembali ke apartemen itu… Aku… Ayah… Anak ini… Aku…" ucapnya terputus-putus, nyaris tak bisa dimengerti.

Nisa mengusap punggungnya perlahan, berusaha menenangkan. "Tenang dulu, Nay… Tarik napas pelan-pelan. Ceritakan ke aku semuanya."

Butuh waktu bagi Naya untuk mengendalikan emosinya. Setelah beberapa saat, ia akhirnya mampu menjelaskan semuanya, meski suaranya masih tersendat di beberapa bagian.

Nisa mengangguk pelan, mencoba memahami, lalu bertanya dengan lembut, "Jadi… sekarang kamu mau ke apartemen itu? Dalam keadaan seperti ini… untuk mencari ayah dari bayi kamu?"

"Aku harus, Nis. Aku nggak bisa terus seperti ini. Aku butuh jawaban..."

Nisa menarik napas dalam. Ia menatap sahabatnya yang tampak rapuh, namun penuh dengan keberanian.

"Aku ngerti, Nay. Aku ngerti banget. Tapi lihat kondisi kamu sekarang…" Ia menggenggam tangan Naya lebih erat. "Aku udah tanya ke perawat, kamu harus bedrest total. Kehamilan kamu baru enam minggu, dan ini masa yang paling rentan. Salah sedikit saja, kamu bisa kehilangan bayi ini."

"Tapi aku juga…"

"Nay…" Nisa menatapnya penuh empati. Ia menurunkan pandangan ke perut Naya, lalu mengelusnya perlahan. "Kamu yang bilang, sekarang kamu cuma punya dia. Satu-satunya. Kalau kamu nekat sekarang… kamu bisa kehilangan dia juga. Kamu kuat Nay, tapi kamu juga harus bijak."

Air mata Naya kembali mengalir, namun kini lebih tenang. Nisa memeluknya sekali lagi, dan kali ini, pelukannya memberi rasa aman yang sangat dibutuhkan Naya.

"Fokus dulu ke bayi ini ya. Nanti, kalau kamu sudah kuat… kita cari ayahnya sama-sama."

Naya terdiam, dadanya masih terasa sesak meski air mata sudah tak lagi mengalir. Di saat semua orang perlahan menjauh, saat ia merasa dibuang dan tidak lagi diinginkan, hanya Nisa yang tetap tinggal, duduk di sisinya, menggenggam tangannya tanpa menghakimi.

Hanya Nisa—yang mampu memberinya sedikit ketenangan di tengah kekacauan hidup yang nyaris menghancurkannya.

Setelah cukup lama dalam diam, Naya bersandar lemah di ranjang. Wajahnya masih sembab, matanya merah, namun ada sedikit kelegaan dalam napasnya. Nisa menyodorkan segelas air putih, lalu duduk pelan di tepi ranjang. Matanya tak lepas menatap sahabatnya yang tampak sangat lelah—bukan hanya secara fisik, tapi juga batin.

"Jadi… sekarang apa yang ingin kamu lakukan pada suamimu?" tanya Nisa hati-hati, pelan.

Naya menunduk, menggenggam gelas air di tangannya tanpa benar-benar meminumnya. Ia tidak langsung menjawab. Pikirannya kusut.

"Aku nggak tahu, Nis…" gumamnya akhirnya. Suaranya rendah, nyaris seperti bisikan. "Separuh dari diriku… membenci Paman Arsen. Karena semuanya berawal dari keluarga Alastair. Karena Zayan… karena semua ini."

Nisa hanya diam, membiarkan Naya menyusun kalimatnya sendiri.

"Tapi… di sisi lain," lanjut Naya dengan suara bergetar, "Paman Arsen dari awal nggak pernah salah. Dia juga korban. Dia cuma... menjalankan perintah dua keluarga yang terlalu sibuk jaga nama baik. Bahkan waktu tahu aku hamil bukan anak Zayan, dia nggak lari. Dia baik padaku, meski alasannya mungkin... cuma karena janin ini."

Naya menarik napas panjang, berusaha menahan air mata yang ingin jatuh lagi sambil melirik ke arah kotak bubur yang tadi dibawa Arsen. "Tapi… kebaikan itu nyata, Nis. Aku ngerasain."

Nisa mengangguk pelan. "Kadang yang kita butuhin bukan alasan, Nay. Tapi perasaan. Dan kalau kamu masih separuh hati… mungkin saatnya ikuti aja jalan takdir."

Naya menoleh, menatap Nisa dengan alis berkerut. "Maksud kamu?"

"Kamu udah tahu, kan… bahwa anak ini bukan darah Zayan. Kamu juga nggak pengin bikin Paman Arsen dipermalukan karena situasi yang bahkan dia nggak minta. Dan aku tahu… kamu ngerasa berutang padanya."

Naya hanya mengangguk, perlahan. Matanya memerah lagi.

"Kalau begitu, ikuti aja apa kata hatimu, Nay. Nggak usah terlalu mikir benar atau salahnya sekarang. Lakuin apa yang bikin kamu tenang… dan selebihnya, pasrah sama takdir."

Hening sesaat. Naya menatap kosong ke depan. Lalu menatap Nisa lagi, "Kamu benar, aku bisa melakukan keduanya mencari ayah anak ini, dan membalas kebaikan paman. Setidaknya sampai keinginan mereka terpenuhi saat ingin mengecek test DNA anak ini."

***

Sore itu, begitu operasi selesai, Arsen buru-buru kembali ke ruang rawat Naya. Ada kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan—ia takut jika kondisi Naya yang belum stabil bisa memengaruhi janin yang tengah dikandungnya.

Begitu membuka pintu, Arsen melihat Naya sudah duduk bersandar di ranjang. Gadis itu tersenyum pelan, menyapanya dengan nada ceria yang terdengar sedikit dipaksakan.

“Paman datang,” ucap Naya ringan.

Arsen terdiam sejenak. Dahinya mengernyit pelan. Ada yang berbeda. Senyum itu—terlihat manis dan tulus, namun entah kenapa terasa terlalu rapi, terlalu sempurna. Seolah disusun untuk menyembunyikan sesuatu.

“Hemmm… Kamu sudah lebih baik?” tanyanya pelan sambil berjalan mendekat dan duduk di kursi samping tempat tidur.

“Aku sudah lebih baik, Paman. Anak ini terlalu kuat, jadi aku harus ikut kuat,” jawab Naya, mencoba terdengar wajar. “Terima kasih, ya... sudah menyelamatkan aku.”

Kata-katanya tenang, ekspresinya tenang. Tapi ada sebersit kesedihan yang nyaris tak kentara di balik sorot matanya.

Arsen memperhatikannya, tak langsung menjawab. Hatinya bergetar pelan, menyadari bahwa mungkin senyum itu hanya topeng—dan Naya sedang berusaha menyembunyikan luka yang belum sembuh.

“Kamu baik-baik saja?” tanyanya.

Naya mengangguk kecil. “Aku baik, Paman.”

“Tapi... kamu kelihatan berbeda.”

Naya menghela napas, lalu tersenyum lagi. “Mungkin bukan aku yang berbeda. Mungkin karena Paman sekarang sudah nggak dingin lagi sama aku, jadi aku bisa bicara santai.”

Arsen hendak membuka suara, tapi Naya lebih dulu melanjutkan, suaranya pelan namun jelas.

“Paman pikir aku sedang mencoba jadi istrimu, ya?” tatapannya lurus ke arah Arsen, penuh kejujuran. “Nggak, Paman. Aku tahu tempatku di mana. Kemarin sore, aku bertemu dengan keponakanmu... dia tidak mengakui anak ini. Jadi kalau memang benar, berarti anak ini bukan darah dari keluarga Alastair.”

Dia tertawa kecil, getir. “Lucu, ya? Tapi... nggak ada yang lucu dalam hidupku sekarang. Rasanya seperti mimpi buruk yang nggak selesai-selesai.”

Arsen masih diam. Mendengarkan dengan hati yang tak tenang.

“Aku cuma pengen hidup tenang, Paman. Nggak mau bikin Paman jadi dingin lagi karena terjebak dalam masalah yang bukan Paman mulai. Aku tahu... Paman orang baik, dan aku tahu Paman cuma berusaha bertanggung jawab atas sesuatu yang bahkan bukan kesalahan Paman.”

Ia menatap perutnya sekilas, lalu kembali menatap Arsen. “Jadi... kalau Paman butuh apa pun untuk membersihkan nama baik Paman atau nama keluarga Alastair, bilang aja. Aku akan setuju. Aku nggak akan menahan apa pun.”

Lalu ia menambahkan dengan suara hampir berbisik,

“Tapi setelah itu… aku juga akan melakukan yang harus kulakukan.”

Terpopuler

Comments

css

css

next

2025-04-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!