Bab 4 DBAP

Dua hari telah berlalu sejak keputusan itu dibuat.

Naya duduk membisu di sudut kamar, membiarkan keheningan melahapnya hidup-hidup. Ia seperti Rapunzel, bukan karena terkurung di menara, tapi karena terjebak dalam rasa bersalah dan luka yang tak bisa ia jelaskan. Besok adalah hari pernikahannya. Semuanya sudah siap—gaun pengantin, tenda, buku nikah. Semuanya, kecuali satu hal, hatinya.

“Apa aku benar-benar harus menikah dengannya?” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar bahkan oleh dirinya sendiri. Jemarinya mencengkeram ujung sprei, seolah berharap bisa berpegangan pada sesuatu di tengah badai yang mengamuk dalam dirinya.

“Dia bahkan tak melakukan apa-apa padaku... tapi kenapa harus dia yang menanggung semuanya?”

Matanya tertunduk. Butiran air mata jatuh perlahan, senyap namun tajam menusuk dada. Hatinya sesak—dicekik oleh takdir yang tak pernah ia minta. Pernikahan ini... seharusnya bukan begini. Bukan dengan lelaki yang bahkan belum pernah singgah dalam mimpinya. Bukan saat ia masih menyimpan rahasia kelam yang tak berani ia buka, bahkan kepada dirinya sendiri.

“Zayan... kamu di mana sekarang?” ucapnya lirih sambil menatap langit-langit kamar. “Kenapa kamu pergi? Kenapa setelah malam itu... kamu menghilang begitu saja?”

Bayangan Zayan hadir di pelupuk matanya. Lelaki yang ia cintai. Yang ia percayai. Yang malam itu—ia kira—telah bersamanya. Ia masih ingat bagaimana Zayan datang membawa segelas minuman, dengan suara lembut yang menenangkan. Katanya, hanya agar ia bisa tenang. Tapi setelah itu... semuanya jadi kabur. Suara-suara menghilang. Sentuhan membaur. Tatapan mata menjadi samar. Hingga pagi datang, dan ia terbangun di ranjang... dalam pelukan seseorang.

Seseorang yang ia kira adalah Zayan.

Ia benar-benar tak tahu.

Kini, dua garis merah di test pack telah mengikatnya pada kenyataan yang pahit. Ia hamil. Dan Zayan—lelaki yang ia percayai sepenuh hati—menghilang tanpa jejak. Tanpa satu pun kata penjelasan.

“Aku memang salah pergi begitu saja... tapi kenapa kamu nggak kasih aku waktu buat bicara, Ayan?” isaknya lirih. “Kenapa kamu pergi? Apa aku memang serendah itu di matamu?”

Ia menyeret langkah menuju cermin. Wajahnya pucat, mata sembap, bibir kering. Ia nyaris tak mengenali sosok di hadapannya. Bukan lagi Naya yang dulu, yang ceria dan penuh semangat. Yang kini hanyalah seorang gadis muda, terhimpit kenyataan yang jauh lebih besar dari dirinya.

“Andai saja malam itu aku nggak ikut kamu... andai aku sadar…”

Tangannya meraba perut yang masih rata, lalu memeluknya perlahan. Di dalam sana, tumbuh kehidupan kecil yang tak tahu apa-apa. Buah dari malam yang buram, dari kebingungan, dan dari cinta yang salah arah.

“Aku harusnya nggak pergi pagi itu... harusnya aku nunggu, harusnya aku tanya... harusnya aku yakin...” Suaranya nyaris patah. “Tapi sekarang semuanya terlambat…”

Tubuhnya luruh di lantai. Lututnya tak sanggup menopang beban yang selama ini ia tahan sendiri. Tangisnya pecah, menggema dalam ruang yang hening. Isaknya terdengar seperti doa yang terluka, menggantung di udara tanpa tujuan.

“Kalau aku tahu... kalau aku tahu kamu akan pergi...” bisiknya dengan suara nyaris hilang, “aku nggak akan meninggalkanmu, Yan… Aku mohon… kembalilah. Aku takut… kenapa harus pamanmu yang menanggung semua ini?”

Tangannya menggenggam erat lantai yang dingin, seolah bisa menghentikan waktu.

“Paman Arsen nggak bersalah...” bisik Naya. Setidaknya itulah yang ia yakini saat ini. Arsen, lelaki itu, sama sekali tidak bersalah.

Ketukan pintu menyadarkan Naya akan penyesalan dan kegelisahan hatinya. Ia segera bangkit dan membuka pintu. Di sana, ia melihat sosok sahabatnya telah berdiri.

"Nay, maaf aku baru datang. Ini obat yang kamu inginkan. Jangan terlalu stres, agar bayimu juga nggak ikut berontak," ucap Nisa.

Naya langsung memeluk sahabatnya, satu-satunya orang yang bisa ia temui saat ini, karena ibunya melarang ia bertemu dengan siapa pun, bahkan menyita ponselnya.

"Sudah, Nay," ucap Nisa lagi sambil melepaskan pelukan Naya.

Naya mengangguk lalu membuka kantong obat yang baru saja dibeli Nisa. Bola matanya membulat saat melihat tanggal kedaluwarsa obat itu.

"Nis, kamu beli obat ini di mana?"

"Di ujung komplek sini, kenapa?" tanya Nisa.

Naya menunjukkan tanggal kedaluwarsa dalam kemasan obat itu, lalu ia mengambil lagi obat yang pernah ia beli dan kini ia paham kenapa ia masih bisa hamil setelah minum obat pencegah kehamilan itu. Naya memejamkan mata. Napasnya terasa berat, seperti ada batu besar yang menimpa dadanya.

"Aku minum ini karena aku takut. Karena aku nggak tahu harus bagaimana waktu itu. Tapi... ternyata sia-sia. Semuanya sia-sia."

***

Hari Pernikahan

Langit mendung. Bukan karena awan hitam, tapi karena hati yang tak pernah benar-benar siap.

Naya duduk membisu di depan cermin besar. Wajahnya sudah dirias sempurna, begitu cantik hingga bisa membuat siapa pun terpesona. Tapi tak ada cahaya bahagia di matanya—hanya kehampaan yang mengendap diam-diam. Gaun putih yang membalut tubuhnya tampak seperti jerat, bukan hadiah.

Di sekelilingnya, para perias sibuk mematut hasil kerja mereka—merapikan kerudung, memperhalus guratan eyeliner, membenarkan bunga di rambutnya—semua kecuali luka yang menganga di hatinya.

“Cantik banget, Kak,” puji salah satu dari mereka sambil tersenyum.

Naya membalas dengan senyum tipis, sekilas, kaku. Senyum yang terasa asing bahkan untuk dirinya sendiri.

Dari balik dinding, musik pelan terdengar samar. Tamu mulai berdatangan. Keluarganya berlalu-lalang menyambut dengan wajah bahagia. Ibunya, yang selalu terlihat tenang, kini justru tampak sibuk memastikan segalanya berjalan lancar. Tak ada satu pun yang boleh tahu bahwa pengantin perempuan hari ini tengah menyembunyikan badai dalam dadanya.

Sementara itu, di ruang tunggu pria, Arsen duduk membungkuk di sofa panjang. Tangannya terkepal di pangkuan. Setelan jas putih yang rapi tak cukup menutupi sorot muram di matanya. Sejak pagi, ia tak banyak bicara. Hanya mengangguk pada setiap sapaan, seolah sedang menjalani hukuman yang tak bisa ditolak.

Seorang kerabat menepuk pundaknya sambil tertawa kecil. “Kamu kelihatan tegang banget. Santai... sebentar lagi halal.”

Arsen hanya mengulas senyum kecil. Hambar. Tak sampai ke mata.

Hatinya berat. Ini bukan pernikahan yang ia impikan. Bukan jalan hidup yang ia rancang. Tapi di sinilah ia sekarang, duduk menunggu waktu menuntunnya ke sesuatu yang tak bisa lagi ia elakkan.

Dan jauh di dasar hatinya, ia masih berharap... Zayan akan muncul. Meski di detik terakhir. Karena bagaimanapun juga, dirinya masih berharap bertemu pada pemilik sapu tangan yang kini ia genggam, wanita yang sudah menyerahkan mahkotanya padanya.

Langkah pelan mendekat. Puput, kakaknya, berdiri di sisi kanan. Wajahnya mencoba tersenyum, tapi matanya tak bisa sepenuhnya menyembunyikan rasa bersalah.

“Ar,” ucapnya pelan, “terima kasih... kamu sudah menyelamatkan keluarga kita.”

Arsen tidak menjawab segera. Matanya menatap lurus ke lantai, lalu beralih menatap wajah kakaknya.

“Kalau bisa, Kak... hubungi anak Kakak itu. Apa pun alasannya, semua ini tetap ulahnya.”

Puput menarik napas. “Kalau aku bisa, sudah aku seret dia ke sini. Tapi kamu sendiri juga tahu—bahkan kamu sudah mencarinya. Dia menghilang... tak ada jejak.”

Arsen mengangguk pelan, tapi tatapannya tajam. Bukan karena kecewa pada Zayan, tapi pada Puput. Sebagai seorang ibu jika mengetahui anaknya menghilang bukankah harus mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mencari, tapi Puput terlalu tenang.

“Kak...” Arsen menatap langsung ke matanya. “Apa Kakak sengaja melakukan ini?”

Puput terdiam. Seluruh tubuhnya menegang.

Terpopuler

Comments

Khairun Nisa

Khairun Nisa

kk kan waktu Naya bangun kk dia pasti ingat itu bukan di tempat nya zayan kan di kamar lain masa Naya gak ingat juga ada yang aneh gitu

2025-06-13

0

Drezzlle

Drezzlle

bagus ceritanya

2025-06-11

0

Drezzlle

Drezzlle

zayyan kamu dimana?

2025-06-11

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 DBAP
2 Bab 2 DBAP
3 Bab 3 DBAP
4 Bab 4 DBAP
5 Bab 5 DBAP
6 Bab 6 DBAP
7 Bab 7 DBAP
8 Bab 8 DBAP
9 Bab 9 DBAP
10 Bab 10 DBAP
11 Bab 11 DBAP
12 Bab 12 DBAP
13 Bab 13
14 Bab 14 DBAP
15 Bab 15 DBAP
16 Bab 16
17 Bab 17 DBAP
18 Bab 18 DBAP
19 Bab 19 DBAP
20 Bab 20 DBAP
21 Bab 21 DBAP
22 Bab 22 DBAP
23 Bab 23 DBAP
24 Bab 24 DBAP
25 Bab 25 DBAP
26 Bab 26 DBAP
27 Bab 27 DBAP
28 Bab 28 DBAP
29 Bab 29 DBAP
30 Bab 30 DBAP
31 Bab 31DBAP
32 Bab 32 DBAP
33 Bab 33 DBAP
34 Bab 34 DBAP
35 Bab 35 DBAP
36 Bab 36 DBAP
37 Bab 37 DBAP
38 Bab 38 DBAP
39 Bab 39 DBAP
40 Bab 40 DBAP
41 Bab 41 DBAP
42 Bab 42 DBAP
43 Bab 43 DBAP
44 Bab 44 DBAP
45 Bab 45 DBAP
46 Bab 46 DBAP
47 Bab 47 DBAP
48 Bab 48 DBAP
49 Bab 49 DBAP
50 Bab 50 DBAP
51 Bab 51 DBAP
52 Bab 52 DBAP
53 Bab 53 DBAP
54 Bab 54 DBAP
55 Bab 55 DBAP
56 Bab 56 DBAP
57 Bab 57 DBAP
58 Bab 58 DBAP
59 Bab 59 DBAP
60 Bab 60 DBAP
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64 DBAP
65 Bab 65 DBAP
66 Bab 66 DBAP
67 Bab 67 DBAP
68 Bab 68 DBAP
69 Bab 69 DBAP
70 Bab 70 DBAP
71 Bab 71 DBAP
72 Bab 72 DBAP
73 Bab 73 DBAP
74 Bab 74 DBAP
75 Bab 75 DBAP
76 Bab 76 DBAP
77 Bab 77 DBAP
78 Bab 78 DBAP
79 Bab 79 DBAP
80 Bab 80 DBAP
81 Bab 81DBAP
82 Bab 82 DBAP
83 Bab 83 DBAP
84 Bab 84 DBAP
85 Bab 85 DBAP
86 Bab 86 DBAP
87 Bab 87 DBAP
88 Bab 88 DBAP
89 Bab 89 DBAP
90 Bab 90 DBAP
91 Bab 91 DBAP
92 Pengumuman.
Episodes

Updated 92 Episodes

1
Bab 1 DBAP
2
Bab 2 DBAP
3
Bab 3 DBAP
4
Bab 4 DBAP
5
Bab 5 DBAP
6
Bab 6 DBAP
7
Bab 7 DBAP
8
Bab 8 DBAP
9
Bab 9 DBAP
10
Bab 10 DBAP
11
Bab 11 DBAP
12
Bab 12 DBAP
13
Bab 13
14
Bab 14 DBAP
15
Bab 15 DBAP
16
Bab 16
17
Bab 17 DBAP
18
Bab 18 DBAP
19
Bab 19 DBAP
20
Bab 20 DBAP
21
Bab 21 DBAP
22
Bab 22 DBAP
23
Bab 23 DBAP
24
Bab 24 DBAP
25
Bab 25 DBAP
26
Bab 26 DBAP
27
Bab 27 DBAP
28
Bab 28 DBAP
29
Bab 29 DBAP
30
Bab 30 DBAP
31
Bab 31DBAP
32
Bab 32 DBAP
33
Bab 33 DBAP
34
Bab 34 DBAP
35
Bab 35 DBAP
36
Bab 36 DBAP
37
Bab 37 DBAP
38
Bab 38 DBAP
39
Bab 39 DBAP
40
Bab 40 DBAP
41
Bab 41 DBAP
42
Bab 42 DBAP
43
Bab 43 DBAP
44
Bab 44 DBAP
45
Bab 45 DBAP
46
Bab 46 DBAP
47
Bab 47 DBAP
48
Bab 48 DBAP
49
Bab 49 DBAP
50
Bab 50 DBAP
51
Bab 51 DBAP
52
Bab 52 DBAP
53
Bab 53 DBAP
54
Bab 54 DBAP
55
Bab 55 DBAP
56
Bab 56 DBAP
57
Bab 57 DBAP
58
Bab 58 DBAP
59
Bab 59 DBAP
60
Bab 60 DBAP
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64 DBAP
65
Bab 65 DBAP
66
Bab 66 DBAP
67
Bab 67 DBAP
68
Bab 68 DBAP
69
Bab 69 DBAP
70
Bab 70 DBAP
71
Bab 71 DBAP
72
Bab 72 DBAP
73
Bab 73 DBAP
74
Bab 74 DBAP
75
Bab 75 DBAP
76
Bab 76 DBAP
77
Bab 77 DBAP
78
Bab 78 DBAP
79
Bab 79 DBAP
80
Bab 80 DBAP
81
Bab 81DBAP
82
Bab 82 DBAP
83
Bab 83 DBAP
84
Bab 84 DBAP
85
Bab 85 DBAP
86
Bab 86 DBAP
87
Bab 87 DBAP
88
Bab 88 DBAP
89
Bab 89 DBAP
90
Bab 90 DBAP
91
Bab 91 DBAP
92
Pengumuman.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!