Hari pertama

"Hahahaha!!" Nana tertawa sumbang sampai air matanya keluar.

Ingatan tentang masa lalu membuat dia benar-benar tak menyangka. Ternyata, dirinya pernah setolol itu dalam mencintai.

Dia bahkan rela meninggalkan Ayahnya demi laki-laki seperti Edward. Padahal, sejak awal Nana tahu bahwa Edward belum selesai dengan masa lalunya.

"Aku benar-benar bodoh! Kenapa aku harus setolol ini, Ros? Bahkan, aku pernah berkali-kali mencoba untuk bunuh diri hanya demi mendapatkan perhatian dari dia."

"Ya, kamu memang sebodoh itu, Na!" timpal Rossa. "Kamu bahkan pernah menyayat nadi kamu sendiri hanya demi mencegah Edward berangkat keluar kota bersama Silva."

"Wow, bodoh sekali," sahut Nana dengan wajah melongo. "Kok, bisa ya? Padahal, kalau dilihat-lihat, Edward nggak setampan itu. Masih banyak laki-laki lain yang jauh lebih tampan darinya di muka bumi ini. Tapi, aku malah menghabiskan waktuku demi mengejar dia? Tampar aku, Ros! Otakku sepertinya benar-benar tidak waras."

"Na, kamu kenapa? Melihatmu tiba-tiba berubah, aku malah jadi takut. Kamu... lagi nggak kesurupan, kan?" tanya Rossa was-was.

Sejak kapan, Nana yang selalu bucin akut kepada Edward mendadak jadi secuek ini?

Mungkin saja, otak Nana mengalami kerusakan yang cukup parah.

"Na? Kamu nggak lagi berpura-pura, kan?"

"Pura-pura?" Nana tampak melongo kembali. "Apa maksudnya?"

"Kamu biasanya sangat mencintai Edward. Mustahil, rasa cinta itu bisa menghilang begitu saja," tutur Rossa dengan curiga.

"Dulu, aku pernah sangat mencintainya. Tapi, sekarang sudah nggak lagi. Aku nggak mau membuang waktuku demi seseorang yang nggak pandai menghargai kehadiranku, Ros! Dan, kamu tahu sendiri bagaimana sifatku, kan? Ketika aku bertekad melakukan sesuatu, maka akan kulakukan dengan sepenuh hati."

Melihat sorot mata Nana yang benar-benar penuh tekad dan kejujuran, Rossa pun langsung tersenyum senang

"Na? Kamu benar-benar sudah sadar sekarang? Kamu benar-benar sudah nggak bucin lagi sama si Edward?"

"Untuk apa aku bucin sama laki-laki kayak dia?" sahut Nana. "Banyak ikan lain didalam lautan, Rossa!"

"Aku harap, kamu serius, Na! Tolong, jangan bodoh lagi karena cinta! Edward nggak cinta kamu! Dia cuma cinta sama Silva," ujar Rossa menegaskan.

"Setelah aku keluar dari rumah sakit, antarkan aku mengurus perceraian, ya!" pinta Nana secara tiba-tiba.

Dia tak mau ragu-ragu lagi. Keputusan yang dia ambil sekarang, adalah bentuk kekecewaan yang sudah dia tumpuk selama empat tahun lamanya.

"Hah?"

Rossa sangat terkejut. Ia menampar pipinya secara reflek untuk meyakinkan diri bahwa yang dia dengar bukanlah mimpi.

"Ka-kamu mau menceraikan Edward, Na?"

Dengan penuh percaya diri, Nana mengangguk. "Ya, tentu saja! Aku nggak mau menjadi penghalang untuk dia dan kekasihnya bisa bersama."

*

Dua hari berlalu. Akhirnya, Nana dibolehkan pulang oleh pihak rumah sakit.

Karena belum memiliki tempat tinggal lain, maka Nana memutuskan untuk kembali ke rumah milik Edward.

"Tidak apa-apa. Kita akan bertahan di sini sampai Rossa kembali," gumam Nana meyakinkan diri sendiri.

Ya, Rossa memang keluar kota sejak kemarin. Selama dua minggu, sahabat baik Nana itu akan sangat sibuk dengan pekerjaannya.

"Kamu sudah pulang?"

Langkah Nana yang baru saja melewati ruang tamu langsung terhenti. Dia reflek menoleh ke sumber suara dan langsung memutar bola matanya malas saat melihat sosok yang berharap tak pernah dia temui selama tinggal dirumah itu, justru sedang duduk di ruang tamu sambil memegang sebuah majalah.

Edward sendiri terlihat berusaha menahan kekesalan didalam hatinya. Ekspresi wajah Nana yang begitu muak saat melihatnya, membuat dia merasa tak suka.

Sejak kapan, tatapan memuja Nana untuk dirinya mulai menghilang?

"Seperti yang Anda lihat, Tuan Edward. Ya, saya sudah pulang," jawab Nana dengan nada malas.

"Kenapa nggak telfon supaya dijemput?" tanya Edward.

"Untuk apa?" balas Nana. "Toh, Tuan Edward nggak mungkin mau jemput saya."

"Kamu..."

"Sudah, ya!" Nana dengan cepat memotong perkataan Edward. "Saya lagi malas berdebat. Jadi, kalau Tuan Edward mau marah-marah, sebaiknya nanti saja."

Cepat, Nana meninggalkan tempat itu. Edward bak hama yang saat ini ingin sekali dia hindari.

"Perempuan itu... sejak kapan dia jadi pandai memotong ucapan orang seperti ini?" gumam Edward. Dia meremas kuat majalah yang dia pegang tanpa sadar.

"Oh iya..." Nana tiba-tiba kembali.

Edward pun merasa yakin bahwa Nana pasti akan meminta maaf padanya atas kesalahan Nana dua hari yang lalu dan juga hari ini.

Tapi, rupanya Edward salah. Apa yang ingin Nana ucapkan ternyata jauh dari bayangannya.

"Kamar saya yang mana? Kita nggak mungkin tidur sekamar, kan?" tanya Nana berpura-pura. Akting hilang ingatannya harus benar-benar sempurna.

Edward menggeram kesal. Namun, dia tetap menunjukkan dimana letak kamar Nana.

"Terimakasih, Tuan Edward!" ucap Nana setelah Edward memperlihatkan posisi kamarnya.

Tiba didalam kamar, Nana melihat begitu banyak barang-barang mewah yang berjajar didalam walk in closet pribadinya.

Dia akui, untuk hal ini, Edward memang lumayan royal. Walaupun, Nana sedari dulu juga tahu bahwa barang-barang itu dibeli bukan untuk menyenangkan dirinya melainkan untuk menunjang penampilan dirinya jika sedang menghadiri acara bersama Edward.

"Kotak apa ini?" gumam Nana penasaran saat tak sengaja menemukan sebuah kotak besar didalam lemari.

Benda itu kemudian dia keluarkan dengan cepat. Penutupnya dibuka. Kemudian, benda didalamnya, dikeluarkan satu per satu.

"Iyuh!! Pakaian macam apa ini?" seru Nana geli sambil melemparkan lingerie merah menyala itu ke lantai.

Diperiksanya barang-barang yang lain. Dan, isinya sama saja. Semua adalah pakaian seksi yang biasa digunakan oleh para istri untuk menyenangkan suami mereka.

"Kenapa barang-barang ini masih di sini? Bukannya, sudah ku buang ke tempat sampah?" lanjut Nana menggumam dengan kesal.

"Aku yang memungutnya kembali ," sahut pria yang berdiri dibelakang Nana.

"Astaga!" Nana terperanjat kaget. "Sejak kapan Tuan Edward berdiri disitu?" tanyanya dengan kesal.

"Kenapa wajahmu kelihatan marah, Na?" tanya Edward seraya mendekat.

Namun, semakin dia mendekat, Nana justru mundur selangkah demi selangkah.

"Siapa yang nggak marah kalau dikejutkan seperti tadi?" sahut Nana.

Grep!

Edward tiba-tiba menangkap pinggang perempuan muda itu. Nana berusaha berontak namun Edward juga semakin mengeratkan pelukannya di pinggang ramping milik Nana.

"Bukannya, kamu paling senang kalau aku berkunjung ke kamar kamu?" tanya Edward.

"Senang? Hah! Anda terlalu percaya diri, Tuan Edward!" sangkal Nana.

"Kenyataannya, memang seperti itu. Biasanya, kamu selalu menggodaku dengan menggunakan lingerie-lingerie seksi itu."

Nana memejamkan matanya. Ingin sekali dia menampar dirinya sendiri. Kenapa dia bisa seliar itu di masa lalu?

Wajar, jika kini dirinya tetap saja diremehkan.

"Bagaimana kalau hari ini kamu pakai lingerie itu lagi, Na?" bisik Edward ditelinga Nana. "Mungkin..." tangannya membelai lembut kulit lengan Nana yang terasa sangat halus dan kenyal.

"Aku bisa tergoda sama tubuh kamu hari ini," lanjut Edward dengan hasrat yang tiba-tiba saja meninggi.

Aroma tubuh Nana sangat mengganggunya. Wanginya yang manis, membuat sisi kelelakian Edward jadi terusik gelisah.

Ditambah dengan pemberontakan Nana sekarang, hasrat Edward justru semakin menggebu.

Plak!

Tamparan Nana berhasil menyadarkan Edward kembali. Saat pria itu terlihat tertegun sejenak, Nana langsung mendorong dada bidang Edward hingga pria itu akhirnya bisa menjauh darinya.

"Kalau Tuan Edward sangat ingin bercinta, kenapa tidak cari kekasih Tuan Edward saja?" sungut Nana kesal. "Bukankah, Tuan Edward selalu bilang kalau tubuh saya ini sangat menjijikkan?"

Edward mendengkus kesal. Kata-kata Nana sungguh membuatnya tersinggung.

Lagipula, bukankah Nana dulunya yang selalu berusaha untuk menggoda Edward? Dan, disaat Edward sudah tergoda untuk pertama kalinya, Nana justru menolak keinginan Edward mentah-mentah.

"Kamu mau aku cari Silva? Baiklah! Aku akan cari dia!" sahut Edward seraya keluar dari kamar Nana dengan tergesa-gesa.

Namun, beberapa saat kemudian, dia kembali lagi untuk menanyakan sesuatu.

"Nana, kenapa kamu bisa tahu kalau saya selalu bilang bahwa tubuh kamu sangat menjijikkan?" tanya Edward dengan tatapan penuh curiga.

"Rossa yang bilang," jawab Nana cepat.

Terpopuler

Comments

Ahmad Zaenuri

Ahmad Zaenuri

fuihhh ngapain cowok itu singgah di kamar Nana

2025-06-04

0

Uthie

Uthie

Rasain 😝

2025-05-04

0

lihat semua
Episodes
1 Bunuh diri
2 Pura-pura hilang ingatan
3 Masa lalu
4 Hari pertama
5 Membawa selingkuhan ke rumah
6 Telur gosong
7 Yang mati tak akan hidup lagi
8 Fitnah Silva
9 Saran untuk bercerai
10 Teman masa kecil
11 Menemui Nana
12 Saingan berat
13 Ancaman dari Silva
14 Menunggu surat gugatan
15 Mencegah Silva pergi
16 Sekadar batu loncatan
17 Nana dimana?
18 Takut
19 Ingin memanfaatkan keadaan
20 Yang kita lakukan
21 Bertemu si menyebalkan
22 Memberi pelajaran
23 Reaksi alergi
24 Tipu muslihat pelakor
25 Perhatian kecil
26 Kebohongan Samuel
27 Menyesali segalanya
28 Persaingan dua lelaki
29 Arti kehilangan
30 Dalang empat tahun lalu
31 Kabar mengejutkan
32 Permintaan keluarga Edward
33 Pasrah pada keadaan
34 Bebas
35 Rencana Edward
36 Peluk aku lebih lama!
37 Mengambil semuanya
38 Bujukan mantan
39 Ditampar kenyataan
40 Berusaha untuk lupa
41 Usaha Dylan
42 Sambutan selamat datang
43 Rencana terselubung
44 Bertemu Dylan
45 Posisi yang direbut
46 Masih memikirkan Nana
47 Tunggu aku!
48 Ingin menggantikan Nana?
49 Bagaimana dengan Silva?
50 Kemarahan James
51 Menyingkirkan parasit
52 Pernikahan Silva
53 Kepergok
54 Mengorbankan Samuel
55 Mempelai yang tidak berniat
56 Bertemu kembali
57 Jawaban
58 Berita tentang mereka
59 Perut Silva
60 Jalan-jalan
61 Bohong yang ketahuan
62 Bertemu lagi
63 Tak ada kesempatan
64 Dia di sini
65 Pelajaran untuk Samuel
66 Menjebak Silva
67 Diganggu
68 Siapa dia?
69 Siasat sang Ayah
Episodes

Updated 69 Episodes

1
Bunuh diri
2
Pura-pura hilang ingatan
3
Masa lalu
4
Hari pertama
5
Membawa selingkuhan ke rumah
6
Telur gosong
7
Yang mati tak akan hidup lagi
8
Fitnah Silva
9
Saran untuk bercerai
10
Teman masa kecil
11
Menemui Nana
12
Saingan berat
13
Ancaman dari Silva
14
Menunggu surat gugatan
15
Mencegah Silva pergi
16
Sekadar batu loncatan
17
Nana dimana?
18
Takut
19
Ingin memanfaatkan keadaan
20
Yang kita lakukan
21
Bertemu si menyebalkan
22
Memberi pelajaran
23
Reaksi alergi
24
Tipu muslihat pelakor
25
Perhatian kecil
26
Kebohongan Samuel
27
Menyesali segalanya
28
Persaingan dua lelaki
29
Arti kehilangan
30
Dalang empat tahun lalu
31
Kabar mengejutkan
32
Permintaan keluarga Edward
33
Pasrah pada keadaan
34
Bebas
35
Rencana Edward
36
Peluk aku lebih lama!
37
Mengambil semuanya
38
Bujukan mantan
39
Ditampar kenyataan
40
Berusaha untuk lupa
41
Usaha Dylan
42
Sambutan selamat datang
43
Rencana terselubung
44
Bertemu Dylan
45
Posisi yang direbut
46
Masih memikirkan Nana
47
Tunggu aku!
48
Ingin menggantikan Nana?
49
Bagaimana dengan Silva?
50
Kemarahan James
51
Menyingkirkan parasit
52
Pernikahan Silva
53
Kepergok
54
Mengorbankan Samuel
55
Mempelai yang tidak berniat
56
Bertemu kembali
57
Jawaban
58
Berita tentang mereka
59
Perut Silva
60
Jalan-jalan
61
Bohong yang ketahuan
62
Bertemu lagi
63
Tak ada kesempatan
64
Dia di sini
65
Pelajaran untuk Samuel
66
Menjebak Silva
67
Diganggu
68
Siapa dia?
69
Siasat sang Ayah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!