Seorang wanita berdiri tertatih di tengah medan pertempuran, dengan sebuah batang kayu besar berdiri kokoh di belakangnya, menghalangi satu-satunya jalan untuk melarikan diri.
Lin Shuelan, seorang kultivator ranah Qi Alam tingkat 4.
Meski tubuhnya dipenuhi luka dan napasnya berat, kecantikannya tidak memudar sedikit pun, bahkan dalam keadaan sekarat. Rambut merah panjangnya tergerai liar, sebagian menutupi wajahnya yang pucat, tetapi tetap memancarkan keanggunan seorang nona muda.
Mata merahnya, meski redup karena kelelahan, masih menyala dengan tekad baja. Jubah putihnya kini compang-camping, berlumuran darah dan debu, tetapi tetap tidak bisa menyembunyikan aura kebangsawanannya.
Ia bertumpu pada satu lutut, berusaha menahan rasa sakit yang menjalar dari luka di perutnya. Tangannya sedikit gemetar saat mencoba menyeimbangkan diri, tetapi tatapannya tidak menunjukkan ketakutan sedikit pun.
Di hadapannya, enam pria berbaju hitam tersenyum sinis. Setidaknya mereka berada di ranah Qi Alam di atas tingkat Lin Shuelan.
Mereka tidak terburu-buru. Bagaimanapun, mereka adalah pemburu, dan Lin Shuelan hanyalah seekor mangsa yang sudah kehabisan tenaga.
"Menyerahlah, nona muda," salah satu pria berbaju gelap berbicara dengan nada mengejek. "Tidak ada gunanya melawan. Kau akan mati malam ini, dan tidak ada yang bisa menyelamatkanmu."
Lin Shuelan menggertakkan giginya. Ia tahu mereka bukan sekadar orang biasa yang menyerang keretanya. Gerakan mereka terlalu terlatih, teknik mereka terlalu rapi. Mereka adalah orang-orang yang dikirim oleh seseorang dari dalam Sekte Mawar Putih untuk menyingkirkannya.
"Aku bertanya sekali lagi," suara Lin Shuelan tajam seperti bilah pedang. "Siapa yang mengirim kalian?"
Kelima pria itu hanya tertawa. Salah satunya, yang tampaknya pemimpin kelompok itu, melangkah maju sambil memainkan bola api di tangannya. "Seorang wanita yang akan mati tidak perlu tahu terlalu banyak."
Lin Shuelan tidak berbicara lagi. Ia menutup matanya sejenak, menarik napas dalam, lalu perlahan mengangkat tangannya. Cahaya keemasan samar muncul di sekelilingnya. Aura spiritualnya berkobar sekali lagi, meskipun tubuhnya hampir kehabisan tenaga.
"Huh? Masih mau melawan?" Pemimpin kelompok itu mendengus. "Baiklah. Aku ingin melihat sejauh mana kau bisa bertahan."
Tanpa peringatan, tiga dari mereka melesat ke berbagai arah, melancarkan serangan spiritual.
Lin Shuelan menggerakkan tangannya dengan anggun, menciptakan formasi energi yang meledak di bawah kaki musuh pertama.
BOOM!!
Ledakan itu menghantam pria pertama ke udara, membuat tubuhnya terpental seperti daun tertiup badai.
Pria kedua dan ketiga tak memperlambat langkah mereka. Salah satunya mengayunkan tangannya, menciptakan bilah energi tajam, sementara yang lain langsung menyerang menggunakan akar yang melilit kaki Lin Shuelan.
"Sial!"
Lin Shuelan berdecak kesal, tangannya membentuk segel. Cahaya keemasan bersinar terang.
"Kultivasi Cahaya: Teknik Seribu Pedang Suci!"
Dalam sekejap, puluhan bilah cahaya muncul di udara dan menghujani musuh-musuhnya seperti meteor. Salah satu dari mereka berhasil menangkis dengan teknik pertahanan, tetapi yang lain terpaksa mundur dengan luka di tubuhnya.
"Keparat!" Pemimpin kelompok itu mengumpat. "Jangan beri dia kesempatan! Habisi dia sekarang!"
Dua pria lainnya langsung bergerak, meluncurkan teknik mematikan mereka.
Lin Shuelan mencoba menghindar, tetapi akar yang masih menjalar di kakinya menahannya. Serangan demi serangan mulai menembus pertahanan cahayanya. Satu serangan penuh energi Qi menghantam perutnya, membuatnya batuk darah.
"Ugh!"
Tanpa aba-aba, sebuah bola petir dengan kekuatan kilat menghantam punggungnya, membuatnya jatuh berlutut.
Lin Shuelan mencoba berdiri, tetapi lututnya goyah. Tenaganya sudah terkuras habis.
Pemimpin kelompok itu berjalan mendekat sambil menyeringai. "Sudah kukatakan, ini sia-sia. Dan sekarang…"
Ia mengangkat tangannya yang dipenuhi energi tajam, bersiap mengakhiri nyawa Lin Shuelan.
Namun, sebelum serangan itu turun, sebuah suara terdengar dari atas pohon.
"Di mana harga diri seorang pria ketika mengeroyok seorang gadis?"
Suara itu santai, hampir terdengar seperti seseorang yang sedang menonton pertunjukan yang membosankan.
Kelima pria itu langsung menoleh ke atas.
Di atas pohon besar, seorang pemuda duduk santai di salah satu dahan, kaki disilangkan, satu tangan menopang dagunya. Matanya memancarkan sinar tajam, tetapi ekspresinya penuh ketenangan.
Wu Shen.
Lin Shuelan pun mendongak, matanya sedikit menyipit. 'Siapa dia?'
Salah satu pria berbaju gelap menggeram marah. "Siapa kau?!"
Wu Shen mengangkat alis, lalu tersenyum tipis. "Aku? Hanya orang yang tersesat di kegelapan hutan ini." Ia menghela napas, lalu menggeleng. "Tapi serius, berenam melawan satu gadis? Itu memalukan, bahkan untuk bajingan sepertimu."
Pemimpin kelompok itu menatapnya tajam. "Kau pikir siapa dirimu berani mencampuri urusan kami?"
Wu Shen menguap, tampak tidak peduli. "Aku? Tidak ada yang penting. Tapi aku tidak suka melihat cara bertarung kalian yang tidak elegan."
Wu Shen melompat turun dari pohon, tubuhnya mendarat dengan ringan di tanah seolah tak terpengaruh gravitasi.
Para pembunuh bayaran itu langsung memasang sikap waspada. Mereka bisa merasakan sesuatu yang berbeda dari Wu Shen.
Lin Shuelan juga menatapnya, mencoba menilai situasi. 'Dia… bukan kultivator. Seorang seniman bela diri? Tapi… ada sesuatu yang berbeda darinya...'
Pemimpin kelompok itu mendecakkan lidahnya dengan kesal. "Aku tak peduli siapa kau. Kalau kau menghalangi kami, kau akan mati juga."
Wu Shen tertawa kecil. "Benarkah? Aku ingin melihat kalian sia-sia mencoba."
Ia merenggangkan bahunya, lalu mengangkat tangannya dengan sikap menantang. "Majulah."
Para pembunuh bayaran itu saling bertukar pandang sebelum akhirnya tertawa mengejek.
“Bocah bodoh. Kau pikir bisa menantang kami?” salah satu dari mereka menggeram.
Wu Shen hanya tersenyum tipis. "Bicara itu mudah. Kenapa tidak mencoba?"
"Kau akan menyesalinya, bocah!"
Senyum tipis Wu Shen tak berkurang sedikit pun meski enam lawannya kini berdiri dalam formasi bertarung.
"Serang!" teriak sang pemimpin.
Tanpa ragu, kelima pria berbaju hitam itu melesat ke arahnya.
Wu Shen tetap berdiri di tempat, hanya mengamati.
Begitu serangan mereka hampir mengenainya, ia sedikit memiringkan tubuhnya ke samping, membiarkan serangan itu lewat hanya beberapa inci dari kulitnya.
Fwoosh!
Saat asap tipis mengepul, Wu Shen sudah menghilang dari sana.
"Apa—?!"
Dalam hitungan detik, Wu Shen muncul di tengah-tengah mereka, melepaskan serangan yang menghancurkan formasi mereka dalam sekejap.
Salah satu pria itu terkejut, tetapi sebelum dia bisa bereaksi, sebuah pukulan mendarat di dadanya.
Bang!
Tubuhnya terhempas ke belakang, menabrak batang pohon dengan suara tulang patah yang jelas terdengar.
Wu Shen muncul kembali di tengah-tengah mereka, matanya memancarkan ketenangan mutlak.
"Seperti yang kuduga," katanya santai. "Kultivator terlalu bergantung pada teknik jarak jauh. Begitu seseorang masuk ke jangkauan mereka, mereka hanyalah harimau kertas."
Salah satu pria lainnya menggeram, tangannya menyala dengan aliran Qi merah tua. "Jangan banyak bicara!"
Dia menebas udara, dan dari lengannya, rentetan bilah energi melesat dengan kecepatan luar biasa.
Wu Shen merendahkan tubuhnya, melesat maju dengan gerakan zig-zag. Bilah energi melewati sisi tubuhnya, menghantam tanah dan menimbulkan ledakan kecil.
"Seni Naga Laut: Rangkaian Pemecah Ombak."
Saat Wu Shen mendekati pria itu, dia berputar dan melepaskan serangan lutut ke perutnya.
Boom!
Pria itu terangkat dari tanah, lalu Wu Shen berbalik, menyelipkan tangannya ke bawah ketiak pria itu, lalu membantingnya ke tanah dengan keras.
Crash!
Sisa tiga pembunuh bayaran mulai menyadari bahwa mereka tidak bisa meremehkan pemuda ini.
"Kita harus menjatuhkannya bersama-sama!" teriak salah satu dari mereka sebelum langsung menyerbu ke arah Wu Shen sekaligus.
Salah satu dari mereka mengayunkan rantai Qi yang bercahaya, mencoba mengikat Wu Shen. Yang lainnya melepaskan semburan angin tajam seperti pisau.
"Seni Naga Laut: Lautan Tenang."
Dengan fokus yang tinggi, Wu Shen berjongkok, menghindari rantai, lalu menendang ke atas. Tendangannya mengenai pria yang menggunakan rantai itu tepat di dagu, membuatnya terjungkal ke udara sebelum pingsan seketika.
"Mati kau, sialan!" Pria dengan teknik angin berhasil melukai bahu Wu Shen meskipun hanya luka dangkal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Xead Xunter
ranah apa qi alam thor.tukar ranah kah thor
2025-04-09
0
Nanik S
Lanjutkan
2025-04-25
0
y@y@
🌟👍🏿👍🏻👍🏿🌟
2025-04-14
0