Setelah menghadiri acara pernikahan Vanessa, Rania dan keluarganya kembali ke rumah. Rania mulai memasukkan pakaiannya ke dalam koper, karena besok ia akan ikut bersama pamannya ke London.
"Semua barang-barangnya sudah dimasukkan kak? " Livana menghampiri anaknya.
"Sudah Bun, semuanya sudah aku masukkan" Rania menoleh ke arah Livana. Rania tau saat ini Bundanya sedang sedih karena besok pagi ia akan pergi jauh. "Bunda, kalau Bunda tidak mengizinkan, aku tidak akan pergi" Rania memeluk Livana.
"Tidak apa-apa sayang, Bunda mengizinkan kamu pergi. Setiap orang tua akan sedih nak, kalau jauh dari buah hatinya" Livana menciumi wajah putri sulungnya.
"Bunda.. " Rania kembali memeluk Ibunya, ia menangis karena kembali akan berpisah dengan keluarganya.
"Sudah sayang, jangan menangis" Livana mengusap pipi anaknya yang sudah banjir air mata. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh di hadapan anaknya. "Sekarang kamu istirahat ya, karena besok akan menempuh perjalanan jauh"
Rania menganggukkan kepalanya "Iya Bunda, aku akan segera istirahat"
Livana segera keluar dari kamar putrinya dan menemui suaminya di kamar. Ia langsung menumpahkan air mata yang sedari tadi ditahannya. Arya berusaha menenangkan istrinya yang sudah menangis sesegukan.
"Sayang, kenapa kamu seperti ini? Kalau kamu tidak sanggup berpisah lagi dengan Rania, kenapa kamu mengizinkannya pergi?" Arya bingung dengan jalan pikiran istrinya.
"Aku kasian Mas dengan Rania, disini dia selalu di jelek-jelekan tetangga karena belum juga menikah" Livana tidak tahan lagi melihat anaknya yang selalu jadi bahan ejekan para tetangga.
Arya hanya diam, dia sebenarnya juga geram dan kesal dengan tetangga mereka yang selalu usil mengurusi urusan orang lain. Rasanya ia ingin sekali menyumpalkan kaus kaki busuk ke mulut mereka yang busuk itu.
"Ya sudah, sekarang kita istirahat ya. Karena besok kita harus mengantar Rania ke Bandara" Arya menuntun istrinya ke tempat tidur dan segera menyelimuti istrinya itu. Kemudian, ia juga ikut berbaring disamping istrinya yang sudah memejamkan matanya.
Sementara Rania tidak bisa tidur sama sekali, ia sudah merubah posisi tidurnya berapa kali untuk mencari posisi yang nyaman, tapi tetap saja gadis itu tidak bisa tidur.
"Astaga, kenapa aku jadi insomnia begini?" Ia berusaha memejamkan matanya kembali, namun setelah itu tetap saja kembali terbuka. Ia meraih buku yang ada di atas meja dan segera membacanya. Karena buku yang ia baca adalah buku dengan kata-kata berat, sehingga membuat ia sangat mengantuk dan langsung tertidur lelap sambil memegang buku tersebut.
Paginya ia tersentak kaget saat mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Ia melirik jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Dengan cepat ia turun dari tempat tidur dan segera membuka pintu.
"Ya ampun Rania, kamu baru bangun? Sudah cepat mandi, nanti kamu terlambat. Pamanmu sudah menelphon dari tadi. Mereka sudah di Bandara sekarang" Bunda Livana mengomeli putrinya.
"Iya Bunda" Rania langsung berlari ke kamar mandi dan mencuci muka serta menyikat giginya. Ia tidak sempat mandi dan langsung mengganti pakaiannya. Setelah itu, ia mengambil tas dan kopernya. Ia langsung berlari ke depan karena sudah di tunggu keluarganya.
Alden geleng-geleng kepala melihat kakanya "Kakak kebiasaan deh, kenapa bisa telat sih kak bangunnya?" Alden mengomeli kakaknya.
"Diam kamu anak kecil" Rania mendengus kesal dan langsung masuk ke dalam mobil setelah memasukkan kopernya ke dalam bagasi.
Arya langsung melajukan mobilnya menuju Bandara yang letaknya lumayan jauh dari rumahnya. Ia melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
"Pelan-pelan saja Mas, jangan terlalu kencang" Bunda Livana mengingatkan suaminya, sehingga Arya sedikit menurunkan kecepatan mobilnya.
"Kakak sih pakai acara telat bangun segala, Ayah jadi ngebutkan bawa mobilnya" kali ini si bungsu Arshad yang mengomeli Rania.
"Astaga, iya iya kakak yang salah. Puas!! " Rania kesal dengan adiknya itu.
"Sudah, kalian tidak usah ribut" Bunda Livana menoleh kebelakang melihat ketiga anaknya. Semuanya langsung diam tidak bersuara lagi.
Sampai di Bandara, Reynand langsung menghampiri mereka.
"Kenapa lama sekali? Untung saja peswatnya masih satu jam lagi" Reynand tampak khawatir. Karena ia pikir terjadi sesuatu yang membuat mereka lama.
"Biasa Paman, kak Rania telat bangun! " Arshad buka suara.
"Maafkan Rania Paman, tadi pagi Rania telat bangun" Rania menundukkan kepalanya, ia merasa bersalah sudah membuat semua orang menunggu.
"Ya sudah, ayo kita masuk ke dalam" Paman Reynand segera membawa keluarga adiknya masuk ke dalam Bandara.
"Kak Rania.. " Vanessa berteriak memanggil Rania. Ia senang sekali ketika Ayahnya mengatakan kalau Rania akan ikut bersama mereka. Vanessa segera menarik tangan Rania untuk duduk di sampingnya.
"Aku senang sekali, kakak ikut ke London bersama kami" Vanessa berkata dengan girangnya.
"Iya kakak juga senang, bisa pergi bersama kalian semua. Kakak menemui Ayah dan Bunda dulu ya" Rania segera berdiri menemui keluarganya, karena sebentar lagi mereka akan naik ke ruang tunggu.
"Ayah, Bunda, Rania berangkat dulu ya. Maafkan Rania, kalau selama di rumah, Rania membuat Ayah dan Bunda repot" Rania memeluk Ayah dan Bundanya, air matanya sudah mengalir membasahi pipinya.
"Kamu sama sekali tidak membuat Ayah dan Bunda repot nak. Kamu satu-satunya anak perempuan Ayah dan Bunda. Jaga diri baik-baik ya sayang, jangan merepotkan Pamanmu" Bunda Livana mengurai pelukannya dari Rania dan menghapus air mata anaknya dengan ibu jari tangannya. Kemudian memberikan ciuman di pipi anaknya.
"Sayang, ingat apa yang selalu Ayah katakan. Jangan mudah percaya dengan omongan laki-laki. Kamu pasti tidak akan lupa bukan dengan apa yang terjadi dengan sahabatmu?" Ayah Arya menasehati putrinya.
"Iya Ayah, Rania tidak akan pernah melupakan semua itu"
Rania belarih kepada kedua adik lelakinya "Alden, kakak pamit ya, tolong jaga Ayah dan Bunda selama kakak tidak disini. Okay Boy! " Rania memeluk adiknya dan mencium pipi Alden. Meskipun Alden sudah hampir 20 Tahun, namun ia tidak pernah risih kalau Rania mencium pipinya.
"Iya kak, kakak jaga diri baik-baik ya. Kalau ada laki-laki jahat, tendang saja titik kelemahannya ya kak" Alden membalas pelukan Rania dan memberikan nasehat.
"Arshad, adik tersayang kakak. Kak Rania pergi dulu ya" ia sedikit menunduk karena adiknya itu baru berusia 10 Tahun, jadi belum terlalu tinggi. Kemudian memeluk adiknya itu dan mencium pipinya yang bulat seperti bakpau.
"Kakak..." Arshad menangis memeluk kakaknya, meskipun tadi mereka sempat bertengkar tapi mereka kembali akur seperti semula.
"Jangan nangis dong, nanti cakepnya hilang" Rania membuat kelucuan dan membuat Arshad mengembangkan senyumnya.
"Baiklah semuanya, aku pergi dulu. Jaga diri kalian baik-baik ya. Aku sayang kalian semua" Rania segera menyusul Pamannya yang sudah masuk duluan. Ia berjalan dengan air mata yang masih mengalir. Namun segera ia hapus saat akan sampai di dekat Pamannya. Setelah cek in, mereka langsung menuju ke ruang tunggu Bandara. Tak lama menunggu, pesawat yang akan mereka tumpangi sudah mendarat dan sedang menurunkan penumpang. Setelah mendengar pengumuman dari petugas Bandara, mereka segera menuju pintu gate dan masuk ke dalam pesawat.
.
.
.
.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Shakira Keyyila Zahra
keren
2021-03-15
1
ARSY ALFAZZA
Like
2020-11-19
1
Putri Putra Ku
keren cerita nya,aku mampir thor😍
2020-11-18
4