Rasa sakit.
Itulah hal pertama yang dirasakan Lei Nan saat kesadarannya perlahan kembali.
Seluruh tubuhnya terasa berat, seperti tertindih oleh beban yang tak terlihat. Otot-ototnya nyeri, seolah-olah setiap saraf dalam tubuhnya terbakar oleh sisa energi yang tersisa dari pertempuran sebelumnya. Ia mencoba membuka matanya, tetapi kelopak matanya terasa begitu berat.
Perlahan, ia memaksa diri untuk mengerjapkan mata. Cahaya redup menyambut penglihatannya, membuat pupil matanya menyempit saat menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Yang pertama kali ia lihat adalah langit-langit kayu yang kasar, tampak sudah tua dan mulai lapuk di beberapa bagian.
'Aku... masih hidup?'batin Lei Nan yang barusan sadar.
Lei Nan mencoba menggerakkan jemarinya. Bahkan gerakan kecil itu pun terasa menyiksa. Ia menarik napas pelan, merasakan aroma kayu lembap dan sedikit asap dari tungku yang masih membara di sudut ruangan. Itu adalah bau yang asing—tidak seperti gua yang sebelumnya dipenuhi darah dan energi jahat.
Tempat ini... lebih hangat, lebih tenang.
Dengan susah payah, ia mencoba mengangkat tubuhnya. Rasa sakit langsung menjalar dari punggungnya, membuatnya meringis dan hampir jatuh kembali ke kasur jerami tempatnya berbaring.
'Di mana aku?'batinya melihat sekitar yang sangat asing baginya.
Lei Nan menoleh perlahan. Matanya menangkap interior ruangan kecil ini—sebuah gubuk sederhana dengan dinding kayu yang sedikit miring. Tidak ada perabot mewah, hanya sebuah meja kecil di sudut ruangan, sebuah tungku tua yang menghangatkan tempat itu, dan rak kayu dengan beberapa gulungan kertas yang sudah menguning.
Tidak ada tanda-tanda keberadaan orang lain.
Lei Nan mencoba mengingat kejadian terakhir sebelum ia kehilangan kesadaran.
Gua. Segel.
Tiba-tiba, detak jantungnya berdegup lebih cepat. Apakah pendekar itu berhasil menembus segel?
Lei Nan mengepalkan tangannya, mencoba mengingat lebih banyak. Namun, kepalanya berdenyut nyeri setiap kali ia berusaha mengingat detail-detail yang kabur itu.
Klek.
Suara pintu kayu terbuka tiba-tiba membuyarkan pikirannya.
Refleks Lei Nan langsung bekerja—meskipun tubuhnya masih lemah, ia segera menegakkan punggung dan bersiap dalam posisi bertahan. Tangannya terkepal erat, dan matanya menatap tajam ke arah pintu.
Seseorang masuk.
Sosok itu mengenakan jubah panjang berwarna abu-abu gelap, dengan topeng kayu sederhana yang menutupi sebagian besar wajahnya. Matanya tajam, penuh kewaspadaan.
Lei Nan menahan napas.
‘Siapa dia?’ucap Lei Nan, meskipun dia sedang sakit indranya tidak mungkin tumpul bahkan dia tidak merasakan aura dari orang ini yang membuatnya semakin waspada.
Namun sebelum Lei Nan bisa bergerak lebih jauh, pria bertopeng itu mengangkat satu tangan dengan gerakan yang tenang, seolah memberi isyarat agar Lei Nan tidak gegabah.
"Jangan bergerak terlalu banyak," suara pria itu dalam dan tenang. "Lukamu belum sepenuhnya pulih."
Lei Nan tetap diam, matanya masih meneliti sosok asing itu.
Pria bertopeng itu menghela napas pelan, lalu tanpa ragu mengangkat tangannya ke wajah. Dengan gerakan perlahan, ia menarik topengnya ke bawah.
Lei Nan sedikit terkejut saat melihat wajah pria itu.
Ia bukanlah orang tua, tetapi juga bukan pria muda. Wajahnya memiliki garis-garis usia, menunjukkan bahwa ia setidaknya berusia empat puluhan. Matanya tajam, seperti seorang pria yang telah melihat banyak pertempuran. Namun, yang paling mencolok adalah bekas luka panjang di sisi kanan wajahnya, melewati matanya yang gelap.
"Aku Han Guang," pria itu akhirnya memperkenalkan diri. "Kau pasti punya banyak pertanyaan, tetapi sebaiknya kau duduk dengan tenang dulu."
Lei Nan masih diam, tetapi perlahan menurunkan ketegangannya. Meski begitu, ia tetap waspada.
"Di mana aku?" tanya Lei Nan akhirnya, suaranya masih agak serak.
"Di tempat yang aman," jawab Han Guang singkat. "Jauh dari bahaya yang hampir menelanmu tadi."
Lei Nan memicingkan mata. "Siapa yang membawaku ke sini?"
Han Guang tidak segera menjawab. Ia melangkah ke tungku di sudut ruangan, menuangkan teh dari poci tanah liat ke dalam sebuah cangkir kayu, lalu membawanya ke sisi kasur Lei Nan.
"Minumlah dulu," katanya, menyodorkan cangkir itu.
Lei Nan masih menatapnya dengan curiga, tetapi akhirnya menerima cangkir itu dan menyesap isinya. Cairan hangat itu mengalir di tenggorokannya, membawa sedikit kelegaan pada tubuhnya yang masih lemah.
Setelah beberapa saat hening, Han Guang akhirnya berbicara lagi.
"Kau hampir mati di dalam gua itu," katanya perlahan. "Jika saja seseorang tidak membawamu keluar tepat waktu, mungkin kau sudah menjadi mayat sekarang."
Lei Nan menggenggam cangkirnya lebih erat. "Seseorang?"
Han Guang mengangguk, tetapi ekspresinya sulit dibaca. "Sayangnya, aku tidak bisa memberitahumu siapa dia."
Lei Nan menatap Han Guang tajam. "Kenapa?"
Han Guang tersenyum kecil, tetapi senyumnya tidak menunjukkan kegembiraan. "Karena waktumu tidak banyak."
Lei Nan mengernyit. "Apa maksudmu?"
Han Guang menatapnya lama sebelum akhirnya menjawab. "Satu tahun dari sekarang, takdirmu sudah ditentukan."
Seketika, ruangan itu terasa lebih dingin.
Lei Nan merasakan bulu kuduknya berdiri, tetapi ia tetap menatap Han Guang tanpa berkedip.
"Apa maksudmu dengan 'takdirku sudah ditentukan'?" tanyanya pelan, tetapi nada suaranya penuh tekanan.
Han Guang menatap Lei Nan sejenak, lalu menghela napas panjang.
"Aku tidak bisa menjelaskan semuanya sekarang," katanya. "Tetapi aku bisa memberitahumu satu hal—kau harus menjadi lebih kuat sebelum satu tahun berlalu."
Lei Nan mengepalkan tangannya.
Han Guang melanjutkan, "Karena setelah waktu itu habis... tidak ada lagi kesempatan kedua."
Lei Nan masih diam, tetapi pikirannya mulai dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.
Satu tahun? Apa yang akan terjadi setelah satu tahun?
Dan kenapa Han Guang, orang yang jelas-jelas bukan orang biasa, berada di sini untuk membimbingnya?
Di tengah pikirannya yang bercampur aduk, Lei Nan akhirnya menghela napas dalam.
"Apa yang harus kulakukan?" tanyanya akhirnya.
Han Guang tersenyum tipis, lalu bangkit berdiri.
"Kita mulai dari awal," katanya. "Dan untuk sekarang kau beristirahatlah."
Lei Nan tidak menjawab, tetapi dalam hatinya, ia tahu satu hal pasti.
Satu tahun dari sekarang, sesuatu yang besar akan terjadi.
Dan ia harus siap menghadapinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Degar Garnika
diselamatkan, disuruh bersiap tapi tidak diberitahukan apa yg akan dihadapi...manta... lanjuuuttt
2025-05-03
0
4wied
alurnya masih mantab
2025-04-03
0
Uswatun Hasanah
mantul
2025-04-01
0