“siapa laki-laki yang tadi malam antar kakak pulang” Fero
“lu di antar laki-laki“ Fandi Terkejut
“anaknya pak Dipta teman ayah” Zira menjawab dengan santai
“hati-hati dengan pria di luar sana tidak semuanya baik. Walaupun dia anak Pak Dipta.” Fandi
“Siap” Zira memberi hormat.
“lain kali ajak masuk dong. Ibu kan ingin tau orangnya juga” ibu Lia
“malas” Zira
“kamu ini. Akan lebih baik lagi kalau kamu bisa jadi pacarnya” ibu Ana memukul pundak Zira
“ibu kenapa menyesatkan kak Zira” Fero tidak terima dengan sikap ibu nya
“memang salah? Kakak kamu ini udah lama sendiri. Dan umurnya juga sudah lebih dari seperempat abat. Ibu malah makin senang kalau Zira bisa menikah tahun ini” bu Ana
“sebosan itu ibu dengan Zira?” Zira
“iya. karena kerja kamu Cuma kantor, rumah dan ngumpul dengan Deva” Ibu Ana
“bu enggak gitu juga. Jodoh mana bisa di paksa. Lagian ibu mau Zira menikah tapi tidak bahagia” Fandi
“abang gue emang perhatian banget.” Zira
“kalau aku” Feno
“apa lagi adik aku. Sini peluuuk” ingin memeluk Feno
Cuma di cegah Feno mendorong zira agar menjauh darinya “Enggak perlu kak. Sana”
“ibu enggak maksud jahat Zira. Jangan sama kan kamu dengan Fandi dan Feno. Mereka itu laki-laki. Kapan pun bisa menikah. pasti kalau ayahmu masih ada dia juga akan khawatir ” Bu Ana
Zira mengerutkan keningnya tanpa menjawab perkataan ibu nya itu.
Setelah tiap hari yang terus berlalu penuh dengan diam dan kecanggungan yang terjadi di antara Refan Zira. Mereka berbicara hanya karena urusan kerja semata. Zira selalu bertanya-tanya dengan sikap Refan yang acuh kepadanya. Padahal dia tau sendiri kalau Refan memang orang yang dingin tapi menurutnya dengan apa yang sudah di lakukan Refan padanya berulang kali seharusnya bukan sikap ini yang di tunjukkan Refan padanya. Pikiran Zira kembali kepada peristiwa dulu saat Refan juga tidak memedulikannya setelah ciuman pertama Zira di renggut Refan
Dan hari ini di rumah orang tua Zira sudah ada Pak Dipta dan Bu Lia di Hadapan Ibu dan Abang Zira. sementara Adiknya memilih tetap di kamar.
“kehadiran kami di sini ingin meminta Zira agar mau menjadi menantu kami” pak Dipta
“khkk..khkk” Zira terbatuk mendengar ucapan pak Dipta.
“sayang kamu tidak apa” Buk Lia
“Tidak apa tante” tersenyum
“mengingat saya dan Hadi sudah bersahabat sangat lama. kami juga pernah berjanji untuk menjodohkan anak kami dan sekarang lah saatnya saya ingin memenuhi janji itu. “ Pak Dipta
“saya sangat senang dengan niat baik abang dan mbak. Dan saya juga yakin kalau Refan anak yang baik. Tapi semua keputusan saat ini ada di Zira” bu Ana
“ha..anak yang baik. Asal ibu tau aja anak baik itu sudah menjamah bibir ku berulang kali” batin Zira. Ingin sekali rasanya Zira menjerit mengungkapkan isi hatinya.
“bagai mana Zira. Tante pastikan Refan tidak akan pernah menyakitimu” Bu Lia
Zira hanya diam. Dia bingung dengan perasaannya saat ini. Ingin menolak tapi merasa bersalah dengan pak Dipta bagaimana pun ini janji yang di buat ayahnya juga.
“apa om sudah membicarakannya dengan Anak om tentang perjodohan ini.” Fandi
“saya tidak bilang kalau saya dan papanya Zira sudah ada perjanjian untuk menikahkan mereka. Hanya saja kami bilang ingin menjodohkan nya dengan Zira dan dia setuju untuk secepatnya melamar Zira” Pak Dipta.
“haa serius. Pasti dia ingin sekali menyiksaku” Batin Zira
“lagian Zira dan Refan teman sekolahkan. jadi tidak susah untuk merek menimbulkan benih cinta ” Bu Lia
“kalian teman sekolah. Kok kamu tidak pernah cerita” Bu ana
“apa yang mau di ceritakan bu” Zira menjawab dengan malas.
“seharusnya kamu cerita kalau bos kamu itu teman sekolah kamu. Kamu hanya bilang kalau Refan anaknya om Dipta” bu Ana
“apa salah bu? Lagian Refan teman saat di Cipta karya dan kami tidak sedekat itu untuk harus Zira ceritakan ke ibu” Zira yang tidak sadar dengan keberadaan kedua orang tua Refan saat ini.
“kamu ini” memukul zira “ maaf ya bang mbak. Kadang mulutnya memang susah di rem” Bu ana
“tidak apa. Saya senang ternyata ini yang membuat tembok pertahanan Refan runtuh hahaha” pak Dipta tertawa bahagia
“maksud om” Fandi
“Refan sudah tante dan om jodohkan dengan banyaknya anak teman bisnis kami mau pun anak sahabat saya. Tapi tidak pernah ada yang menarik perhatiannya. Entah dia menolak dengan cara halus dan kasar sekali pun dia akan melakukan segala cara untuk membatalkan perjodohan itu. Hanya dengan Zira dia langsung mengiyakannya” Jelas Bu Lia
“bagai mana Ra. Keputusan ada di kamu” Fandi
“hmm boleh Zira minta waktu beberapa hari” Zira
“tentu saja. Tapi jangan lama-lama ya. Karena tante juga pernah mengatakan dan memberi waktu ke kamu” bu Lia.
“om sangat berharap dengan kamu” pak Dipta
Keesokan harinya pikiran Zira terus mengarah ke jawaban yang harus di putuskannya segera terima atau tidak. Sambil dia terus memikirkan jawaban yang ingin di pilihnya Refan pum datang dan mengetuk meja kerjanya yang membuat dia tersadar dari lamunannya.
“apa yang kamu pikirkan” Refan
sontak zira terkejuk “enggak ada”
“ke ruangan ku sekarang. Dan bawa berkas pertemuan nanti” Perintah Refan yang langsung masuk ke ruangannya.
Zira yang masih berdiri terus menatap dengan intens Refan yang membaca berkas di meja kerjanya.
“kenapa kamu lihat aku kayak gitu” Refan yang sudah mengalihkan pandangannya melihat zira.
“enggak ada” Zira
“tidak ada kata-kata lain selain itu?” Refan yang mulai kesal
“hmm enggak ada yang ingin kamu sampai kan ke aku gitu” Zira
“apa” Refan mengalihkan pandangannya kembali ke berkas yang di pegangnya
“kok balik nanyak sih” gerutu Zira pelan namun masih bisa di dengar Refan
“sebenarnya apa yang ingin kamu bilang? ” Refan
“tadi kan udah.. ahh sudah lah lupakan saja. Permisi” dengan cepat keluar dari ruangan Refan. Karena saat ini ada yang menyesak di dadanya.
“sebenarnya yang mau nikah dia atau orang tuanya sih” gerutu Zira setelah keluar dari ruangan Refan.
“siapa yang mau nikah Ra” Kianu
“seseorang nuk. Oya menurut lu kalau ada pria yang mau nikah tapi orang tuanya yang datang ke rumah untuk melamar wanita itu sedangkan si pria acuh dengan wanita itu. seperti pernikahan itu bukan keinginannya. Apa wanita itu harus menerima lamaran orang tuanya?” dengan ekspresi tidak sabar menunggu jawaban Kianu
“Ya enggak lah. Yang mau nikahkan si pria dan wanita bukan orang tuanya” Kianu
“apa di tolak aja ya. Tapi gak tega” Zira berbicara pelan namun tetap terdengar jelas.
“lu mau nikah? Sama siapa” Kianu
“teman gue” menjawab gelagapan
“sebenarnya wajar kalau orang tuanya yang melamar. Tapi kalau anaknya acuh lain lagi ceritanya. Ya udah gue ke dalam dulu” Kianu.
“bro lu bertengkar lagi dengan Zira” Kianu
Refan tidak peduli dengan pertanyaan Kianu.
“sepertinya ada pria yang ingin menjadikan zira istrinya. Dan sekarang zira lagi cemas” Kianu
“jangan sok tau” Refan
“dia sendiri yang bilang. Tapi pura-pura kalau yang di maksud temannya. Padahal lihat gelagatnya aja udah tau kalau itu dia.” Kianu
“terus dia mau” Refan
“sepertinya masih bingung bro. Lu enggak takut Zira di ambil orang.” Kianu
“nanti gue enggak ikut” Refan mengalihkan pembicaraan.
“loh kenapa. Kita kan berempat udah sepakat.” Kianu
“kalian saja. Aku mau jemput Tias” Refan.
“oke deh. Gue paham selain adik lu. Hanya Tias yang bisa buat lu merubah rencana” Kianu
Refan hanya diam malas meladeni Kianu.
Setelah pulang kerja dan membersihkan dirinya Zira masuk ke kamar fero merebahkan badan di tempat tidur menatap langit-langit kamar Fero.
“Fer.. Fer.. ro.. Fero .. Fero”
“apa sih kak” Fero yang mulai kesal dengan Zira yang terus memanggilnya. Namun tidak ada kalimat lain selain itu berulang kali.
“gue mau cerita” Zira
“ceritalah. Fero dengar kok” Fero
“menurut lu aku harus gimana dengan lamaran om Dipta” Zira membalikkan badannya menghadap Fero
“anaknya om dipta kan teman kakak. Tanya langsung dia benar mau menikah atau enggak. Kakak enggak bisa langsung setuju aja karena rasa tidak enak dengan sahabat ayah itu. Yang menikahkan kalian” Fero
“kalau aku nikah. Siapa yang akan nemeni dan ganggu lu lagi ya” Zira
“nemeni? enggak salah dengar. Bukanya selama ini kakak yang merasa sepi. Justru Fero khawatir setelah menikah kakak malah makin merasa sendiri. Karena kalian menikah tanpa cinta” Fero
“kok adik gue dewasa banget sih. Lu gak sedih.” Zira
“sedih kalau kakak gak bahagia tapi senang kalau ada yang bisa mengisi kesendirian kakak” Fero
“hiks.. hiks...hiks apa gue menyusahi banget ya sampai ibu ingin sekali aku menikah” Zira terus menangis sesenggukan. Namun di biarkan Fero saja karena Fero merasa kakak nya memang lagi ingin menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments