Bab. 2.

Kedua mata Dealova dalam wujud perempuan kurus itu melotot ke arah ketiga anak itu.

“Hah Anak? Kapan aku hamil dan melahirkan? Bagaimana mungkin aku punya anak seperti kalian?” ucap Dealova dengan nada sangat kaget..

Ketiga anak itu pun menangis dengan keras karena Sang Mama yang begitu mereka sayangi tempat berlindung lupa pada mereka.

“Huuuuu... huu.... hhuuuuuaaaaa.... huuuuuaaaaa... huuuu.... huu.... huuuuuaaaa... huuuuaaaa...”

“Kenapa kalian menangis.” Gumam Dealova , dia menoleh ke kiri dan ke kanan melihat ruangan yang sangat asing baginya dinding ruangan terbuat dari papan kayu.. dan dia tergelatak di atas lantai tanah..

Di saat dia akan bangkit berdiri...

“Hah? Kenapa tubuhku jadi seperti ini? Kenapa tanganku kurus sekali dan kasar? Kenapa aku pakai baju seperti ini? Apa aku bermimpi?” teriak Dealova sambil mengucek ucek kedua matanya..

“Kakak apa Mama sudah menjadi gila huuu... huu...?” bisik seorang anak perempuan kira kira berumur lima tahun sambil masih menangis tersedu sedu.

“Ma.. ma... ma.. ma..na.. na.. na.. la... la .. la...” celoteh anak laki laki yang paling kecil kira kira berumur dua tahun kurang.

“Hah! Kenapa kamu mengatakan aku gila!” teriak Dealova sambil menatap wajah imut anak perempuan yang tubuhnya juga kurus memakai daster kecil yang lusuh.

“Cermin? Mana cermin? Kenapa tubuhku sangat sakit sekali? Huhhhh!” ucap Dealova sangat panik dan sangat kesulitan untuk bangkit dari terkapar nya di lantai tanah yang sudah memadat itu.

“Mama tadi dihajar Papa lagi ya? Kepala Mama sakit ya ?” ucap anak laki laki paling besar sambil membantu Dealova untuk duduk.

“Mama dihajar Papa.” Gumam Dealova di dalam hati semakin bingung.

“Mama aku ambilkan air minum dan ketela tapi Mama jangan gila ya.. aku takut kalau punya Mama gila.” Ucap anak perempuan itu sambil bangkit berdiri dan pergi ke luar dari ruangan itu.

“Cermin ambilkan aku cermin.” Ucap Dealova yang sudah duduk di atas lantai sambil menatap anak laki laki yang membantunya duduk.

“Iya Ma.. “ ucap anak laki laki itu lalu bangkit berdiri dan melangkah menuju ke meja untuk mengambilkan cermin yang diminta oleh Dealova. Tangis mereka pun sudah reda.

“Ini Ma.” Ucap anak laki laki itu sambil memberikan cermin kecil milik Mamanya, di kamar itu memang hanya ada cermin kecil itu. Lemari kayu usang itu tidak ada cermin nya.

Dealova menerima cermin itu dan melihat wajahnya di cermin kecil itu..

“Aaaaaaaaaaaaaaaawww....” teriak Dealova sangat keras dan dia pun tergelatak lagi di lantai tanah..

“Mama.. Mama.. Mama kenapa? Mama bangun Ma.. jangan mati Ma.. hu... hu... hu.... kasihan kami Ma.. ingat kami Ma.. jangan mati Ma.. kami ikut siapa kalau Mama mati, Papa pasti tidak mau mengurus kami hu... hu... hu...” ucap anak laki laki tertua itu mulai lagi menangis tersedu sedu..

“Ma....ma... ma.. ngun ma.. ngun.. ma... “ celoteh anak terkecil sambil menggoyang goyang tubuh Mamanya itu yang kini berisi jiwa yang lain yang masih bingung pada raga baru nya yang sangat jauh berbeda. Wajah tirus kusam dan hitam karena sengatan matahari, rambut pun juga sangat kusam dan merah bercabang karena terbakar oleh sinar matahari.

“Mama ini minum nya dan ketela nya... “ ucap seorang anak perempuan berusia lima tahun kembali masuk di tangannya membawa satu cangkir plastik dan satu potong ketela pohon rebus.

“Kakak kenapa Mama tidur lagi?” tanya anak perempuan itu sambil jongkok di dekat tubuh Mama nya..

“Mama.. bangun Ma.. jangan mati Ma... hu... hu....hu....” ucap anak laki laki yang masih menangis sambil terus menggoyang goyang tubuh Mama nya yang kurus kering.

“Mama.. bangun Ma... jangan mati Ma.. aku sudah mau sekolah kalau Mama mati aku tidak jadi sekolah Ma.. bangun Ma.. jangan mati Ma.. hu... hu... hu...” ucap anak perempuan yang kini juga mulai menangis dan juga ikut menggoyang goyang tubuh Mama nya..

Dealova yang kini jiwa nya berada di tubuh perempuan kurus itu, mendengar semua ucapan anak anak kecil itu.. Dealova pun mengingat ingat kejadian yang baru berlalu..

“Ya Allah apa aku sudah mati dan jiwaku pindah pada orang ini yang punya tiga anak ini.. hiks... hiks... hiks... Mama.... hiks... hiks... hiks... maaf Ma.. aku kuwalat mau ambil lukisan Nenek buyut hiks... hiks....hiks...” Gumam Dealova di dalam hati dan dia terisak isak menangis..

“Apa jiwaku sekarang berada di tubuh Mama anak anak kecil itu.. hiks.. hiks.. hiks... mungkin karena dosa dosa ku tidak nurut pada Mama dan Papa aku sekarang menjadi orang miskin hiks.. hiks... hiks... “ gumam Dealova di dalam hati sambil terus terisak isak menangis, Dealova memang malas belajar dengan beralasan lebih berbakat melukis dan menurun dari gen Mamanya yang tidak cerdas. Tidak seperti kedua kakaknya yang cerdas menurun dari gen Papanya. Begitu alasan Dealova kalau disuruh belajar dia lebih senang menggambar atau melukis yang tidak pusing menghitung dan menghafal.

“Mama jangan menangis jangan sedih Ma.. sekarang minum dan makan ketela ini ya Ma..” ucap anak laki laki terbesar.

KRUCUK

KRUCUK

KRUCUK

“Perutku lapar banget, anak anak ini seperti nya anak baik dan sayang pada Mamanya, kasihan sekali mereka hidup sangat kekurangan, apa aku bisa hidup miskin bersama mereka.” Gumam Dealova lagi di dalam hati dia pun membuka lagi kedua matanya..

“Perut Mama bunyi Mama pasti lapar sekali, makan ini Ma..” ucap anak laki laki terbesar sambil memotong ketela menjadi lebih kecil dengan tangan nya dan mendekatkan pada mulut sang Mama..

Dealova yang merasa perut nya sangat lapar segera memakan ketela pohon rebus itu dengan lahap..

“Apa masih ada lagi, perutku masih sangat lapar.” Ucap Dealova yang kini sudah bangun sudah menghabiskan ketela dan juga sudah minum air putih di cangkir plastik.

“Di dapur sudah habis Ma, biar aku cabut dulu dan nanti Kakak rebus dulu ya..” suara imut anak perempuan sambil menatap Sang Mama.

“Ayo kita cabut ketela.” Ucap Dealova sambil bangkit berdiri dia ingin tahu kini sedang berada di mana..

“Ayo Ma...”

“Ma..ma... ma kut.. kut... kut...”

Sesaat mereka di sudah di luar rumah.. Hidung Dealova menghirup udara segar meskipun hari sudah tidak lagi pagi bahkan sinar matahari bersinar terik. Di luar terbentang halaman rumah yang lumayan luas, ada banyak tanaman ketela pohon dan di kejauhan ada banyak pepohonan.. sangat jauh berbeda dengan suasana ibu kota.

“Di mana dan siapa aku ini? Kalau aku tanya pada anak anak ini, pasti di bilang aku sudah gila..” gumam Dealova di dalam hati.

Dealova pun melangkah mengikuti langkah kaki ketiga bocil yang baru dikenalnya, mereka bertiga pun sibuk mencabut tanaman tanaman singkong alias ketela pohon yang telah berisi umbi di dalam pangkal batang nya.

Sesaat Dealova kedua mata nya melebar kala melihat seorang laki laki memakai kaos putih kumal dan berkulit hitam berjalan masuk ke halaman dengan tubuh yang jalan nya sempoyongan, di tangannya memegang satu botol kaca.

Jantung Dealova pun berdetak lebih keras saat mata merah laki laki itu menatap nya dengan tajam..

Terpopuler

Comments

YuniSetyowati 1999

YuniSetyowati 1999

Aku baru nongol thor 😁

2025-03-27

1

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

wahhh kok g ada ingatan sama sekali ya pada tubuh barunya
trus piye nasib e

2025-03-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!