Jejak Samar Dan Bentuk Perjuangan

Leonard

Leonard merasakan kepalanya berat, seolah ada beban tak kasatmata yang menekan pelipisnya. Nyeri itu menusuk, mengingatkannya bahwa efek alkohol semalam masih menguasai tubuhnya. Dia menghela napas pelan sebelum akhirnya membuka mata, membiarkan pandangannya menyesuaikan dengan cahaya redup kamar hotel.

Langit-langit yang terlihat masih tampak samar, seperti pikirannya yang belum sepenuhnya jernih. Leonard mengerjapkan mata, berusaha mengumpulkan kepingan ingatan yang berserakan. Semalam…

Bayangan itu perlahan muncul—siluet seorang wanita yang samar, sosok misterius yang mengisi malamnya.

Bibirnya, aromanya, tatapan matanya… Semua itu masih tertinggal samar di ingatan Leonard, seperti jejak asap yang perlahan memudar.

Ia mengerang pelan, merasakan denyutan di kepalanya semakin tajam. Dengan gerakan lamban, ia mengusap wajahnya, seolah berharap sentuhan itu bisa membantunya mengingat lebih jelas. Namun, sekeras apa pun ia mencoba, semuanya tetap kabur. Potongan-potongan memori berkelebat dalam benaknya, tetapi tidak ada yang utuh. Alkohol telah merenggut sebagian besar ingatannya.

Perlahan, Leonard melirik ke samping. Kosong. Tidak ada siapa-siapa.

Wanita itu sudah pergi. Tidak ada jejak keberadaannya, seolah ia hanyalah mimpi yang terbawa angin pagi.

Leonard menghela napas panjang, membiarkan udara berat memenuhi paru-parunya sebelum perlahan ia hembuskan kembali. Seharusnya ia tidak peduli. Tidak ada gunanya memikirkan seseorang yang bahkan namanya pun tidak ia ingat. Semalam hanyalah satu dari banyak wanita malam yang sering menghampirinya —wajah-wajah tanpa nama yang datang dan pergi tanpa arti.

Tidak ada yang spesial.

Tidak ada alasan untuk mengingatnya.

Dengan malas, Leonard mengangkat tubuhnya dari tempat tidur, merasakan otot-ototnya yang masih sedikit kaku. Udara pagi yang dingin menyentuh kulitnya saat ia melangkah menuju kamar mandi, membiarkan kakinya bergerak tanpa banyak berpikir.

Begitu sampai di depan cermin, ia menatap pantulannya dengan mata sedikit menyipit. Rambutnya berantakan, menambah kesan kusut yang memang sudah terpampang jelas di wajahnya. Namun, ada sesuatu yang lebih menarik perhatiannya—bekas cakaran samar di dadanya. Garis-garis tipis yang menggores kulitnya itu terasa seperti bukti bisu bahwa semalam bukan sekadar malam biasa.

Persetan.

Leonard mendengus pelan, menggeleng untuk mengusir pikirannya sendiri. Ia tidak ingin larut dalam sesuatu yang tidak penting. Apa pun yang terjadi semalam, biarlah terkubur bersama sisa-sisa mabuk yang perlahan menghilang.

Saat hendak membersihkan tubuhnya, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Bercak merah di atas sprei putih.

Dahi Leonard mengernyit. Jantungnya berdegup lebih cepat. Darah?

Ia menatap noda itu lama, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan.

"Tidak mungkin…" gumamnya.

Tidak ada wanita polos di tempat seperti itu. Ia yakin perempuan semalam sudah biasa dengan hal semacam ini.

Tanpa membuang waktu lagi, ia berbalik, mengambil handuk, dan mulai bersiap untuk pergi ke kantor. Rutinitas tetaplah rutinitas—tak peduli apa yang terjadi sebelumnya.

...-------...

Ayla

Sementara itu, di tempat lain, Ayla sudah berada di rumah sakit. Hawa antiseptik memenuhi udara, bercampur dengan aroma obat-obatan yang sudah begitu akrab di hidungnya. Bau itu selalu mengingatkannya pada hari-hari panjang yang ia habiskan di sini, berjuang tanpa kenal lelah untuk seseorang yang paling berharga dalam hidupnya.

Tubuhnya terasa remuk, seolah setiap bagian dirinya menanggung beban yang terlalu berat. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti mengiris luka yang baru saja menganga, meninggalkan jejak nyeri yang tak kunjung mereda. Namun, ia tidak bisa membiarkan rasa sakit itu menghentikannya. Tidak sekarang. Tidak ketika masih ada alasan yang membuatnya harus terus berdiri.

Ia menarik napas dalam, mencoba meredakan ketegangan yang merayap di pundaknya. Dengan langkah perlahan, ia mendekati ranjang rumah sakit di mana seorang laki-laki terbaring dalam tidur yang tenang.

Arya.

Adiknya. Satu-satunya keluarga yang tersisa di dunia ini. Satu-satunya alasan mengapa ia terus bertahan, mengorbankan segalanya, bahkan dirinya sendiri. Semua yang ia lakukan selama ini adalah untuknya—untuk memastikan bahwa adiknya mendapatkan kesempatan hidup yang lebih lama, lebih baik.

Tatapan Ayla melembut saat ia mengamati wajah Arya yang pucat, napasnya naik turun dengan ritme yang tenang di balik selimut rumah sakit. Ia tampak damai dalam tidurnya, seolah tidak menyadari beban berat yang ada di pundak kakaknya.

Ayla menelan ludah, menahan emosi yang mendesak di dadanya. Perlahan, ia meraih tangan Arya, menggenggamnya erat seakan ingin mentransfer kekuatan yang masih tersisa dalam dirinya. Hanya dengan melihat adiknya, ia tahu bahwa tidak peduli seberapa sulit keadaannya, ia akan terus berjuang.

Karena Arya adalah satu-satunya alasan ia tetap bertahan.

Perlahan, Ayla mendekat, setiap langkahnya dipenuhi kehati-hatian, seolah ia takut membangunkan adiknya dari tidurnya yang lelap. Saat jaraknya hanya beberapa senti dari ranjang, ia berhenti, menatap wajah Arya yang tampak begitu damai dalam tidurnya.

Tangannya yang dingin terulur, jari-jarinya menyusuri helaian rambut lembut milik adiknya, menyibakkan sedikit poni yang menutupi dahinya. Sentuhan itu ringan, penuh kasih sayang, seolah ia ingin menyimpan momen ini dalam ingatannya selama mungkin.

Matanya menelusuri setiap detail wajah Arya—kulitnya yang pucat, bibirnya yang sedikit kering, serta napasnya yang naik turun dengan ritme teratur. Jauh di lubuk hatinya, Ayla tahu adiknya sedang berjuang, bertahan melawan rasa sakit yang mungkin tak pernah ia keluhkan.

Hatinya terasa berat, tapi ia menunduk, mengecup kening Arya dengan penuh kelembutan. Ciuman yang bukan sekadar sentuhan fisik, melainkan doa, janji, dan harapan yang ia sisipkan di sana.

“Sebentar lagi, kamu akan dioperasi, Arya,” bisiknya lirih, suaranya hampir tenggelam oleh emosi yang berputar di dalam dadanya. Ia menarik napas pelan sebelum melanjutkan, “Tunggu sedikit lagi, ya? Kakak janji semua akan baik-baik saja.”

Janji yang ia ucapkan dengan segenap keyakinan, meskipun jauh di dalam dirinya, ada ketakutan yang menghantui. Namun, ia tidak boleh menunjukkan kelemahan. Tidak sekarang. Arya butuh dia. Butuh kekuatan yang ia berikan, meskipun dirinya sendiri hampir runtuh.

Maka, ia menggenggam tangan adiknya erat, membiarkan kehangatan itu menyalakan kembali tekad dalam dirinya. Bagaimanapun juga, ia akan menepati janjinya.

Setelah memastikan selimut Arya tetap rapi, Ayla berdiri tegak, menatap wajah adiknya sekali lagi. Seakan ingin mengukir setiap detailnya dalam ingatan, ia mengamati bagaimana napas Arya naik turun dengan tenang, bagaimana kelopak matanya yang tertutup tampak begitu damai, seolah tidak ada rasa sakit yang mengintai di balik tubuhnya yang lemah.

Ayla menelan ludah, berusaha menekan emosi yang mulai menggumpal di dadanya. Ia ingin tinggal lebih lama, ingin menggenggam tangan adiknya sedikit lebih erat, ingin memastikan bahwa Arya akan baik-baik saja saat ia pergi. Tapi ia tahu, waktu tidak memihaknya.

Dengan berat hati, ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang sedikit berdebar. Tangannya terulur mengambil tas yang tergantung di samping ranjang, menggenggamnya erat seolah itu adalah jangkar yang bisa menahannya tetap kuat.

Waktu semakin mendekat. Ia tidak bisa berlama-lama di sini.

Dengan langkah tegap, ia berjalan menuju pintu kamar rawat, menoleh sekilas sebelum akhirnya melangkah keluar.

Waktunya bekerja.

Waktunya memastikan bahwa janji yang ia buat tadi bisa menjadi kenyataan, tidak peduli seberapa besar pengorbanan yang harus ia lakukan.

Terpopuler

Comments

Cindy

Cindy

lanjut kak

2025-03-26

1

lihat semua
Episodes
1 Malam Pertama yang Menghancurkan Harga Diri
2 Jejak Samar Dan Bentuk Perjuangan
3 Ketakutan Ayla
4 Gaji Malam
5 Dua CEO Aneh
6 PRIA ITU
7 DENDAM
8 Gerutu Ayla
9 Gaun Sederhana
10 Nyonya Ria
11 Debat Singkat
12 Memenangkan Awards
13 Keciduk Berciuman
14 Kekurangan Uang
15 Malam Panas Lagi
16 Bayang Bayang Semalam
17 Tanda Lahir Di Tangan
18 Hido Mengomel
19 Masih Butuh Uang
20 MRS. A
21 Terakhir Kalinya
22 Hamil Yang Tidak Terduga
23 FAMILIAR
24 KEPUTUSAN AYLA
25 Arya Mengetahuinya
26 Mengundurkan Diri
27 Situasi Yang Begitu Berat
28 Situasi Aneh
29 Lara- Nama Itu Lagi
30 Ketahuan
31 Apa Yang Anda Lakukan?
32 Sentuhan Paksaan
33 Ini Bukan Anakmu!
34 Berpapasan Namun Tidak Saling Kenal
35 Ayla Harus Berangkat
36 Karya Baru!!!
37 Kau Tidak Boleh Membawa Lari Benihku!
38 Pria Dewasa Itu
39 Mengejar Ayla
40 Elvan Di Bandara
41 RENCANA ELVAN
42 DIJEMPUT DI BANDARA
43 Hasilnya Positif
44 Tidak Terima Dibohongi
45 Tinggal Bersama Leo
46 Keluarga Leo
47 Ternyata Diterima Oleh Keluarga
48 Aku Sudah Melihatnya Beberapa Kali
49 Ibu Malin Kundang
50 Perjanjian Mereka
51 Perpisahan Semata
52 Adu Mulut Calon Pengantin
53 Acara Pernikahan
54 KEMBALI
55 BANGUN BERSAMA
56 BERTEMU MEREKA
57 BERDUA DULU
58 Calon Putri
59 Bertemu Kembali Dengan Sahabat
60 MALAM ITU
61 KIKUK
62 7 Bulan
63 AKHIRNYA
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Malam Pertama yang Menghancurkan Harga Diri
2
Jejak Samar Dan Bentuk Perjuangan
3
Ketakutan Ayla
4
Gaji Malam
5
Dua CEO Aneh
6
PRIA ITU
7
DENDAM
8
Gerutu Ayla
9
Gaun Sederhana
10
Nyonya Ria
11
Debat Singkat
12
Memenangkan Awards
13
Keciduk Berciuman
14
Kekurangan Uang
15
Malam Panas Lagi
16
Bayang Bayang Semalam
17
Tanda Lahir Di Tangan
18
Hido Mengomel
19
Masih Butuh Uang
20
MRS. A
21
Terakhir Kalinya
22
Hamil Yang Tidak Terduga
23
FAMILIAR
24
KEPUTUSAN AYLA
25
Arya Mengetahuinya
26
Mengundurkan Diri
27
Situasi Yang Begitu Berat
28
Situasi Aneh
29
Lara- Nama Itu Lagi
30
Ketahuan
31
Apa Yang Anda Lakukan?
32
Sentuhan Paksaan
33
Ini Bukan Anakmu!
34
Berpapasan Namun Tidak Saling Kenal
35
Ayla Harus Berangkat
36
Karya Baru!!!
37
Kau Tidak Boleh Membawa Lari Benihku!
38
Pria Dewasa Itu
39
Mengejar Ayla
40
Elvan Di Bandara
41
RENCANA ELVAN
42
DIJEMPUT DI BANDARA
43
Hasilnya Positif
44
Tidak Terima Dibohongi
45
Tinggal Bersama Leo
46
Keluarga Leo
47
Ternyata Diterima Oleh Keluarga
48
Aku Sudah Melihatnya Beberapa Kali
49
Ibu Malin Kundang
50
Perjanjian Mereka
51
Perpisahan Semata
52
Adu Mulut Calon Pengantin
53
Acara Pernikahan
54
KEMBALI
55
BANGUN BERSAMA
56
BERTEMU MEREKA
57
BERDUA DULU
58
Calon Putri
59
Bertemu Kembali Dengan Sahabat
60
MALAM ITU
61
KIKUK
62
7 Bulan
63
AKHIRNYA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!