Senja telah berlalu, kini Kiano baru tiba di rumahnya. Mobil sudah di parkir rapi di dalam garasi rumah, lalu ia melangkah masuk ke dalam rumah.
Krek...
“Baru pulang?” tanya Raka berdiri tepat di depan pintu dengan tatapan ingin memakan orang.
“Papa!” sapa Kiano berusaha santai. Hatinya sudah diajak berdamai. Apapun yang terjadi, ia harus siap menerima konsenkuensi dari Raka.
“Darimana saja kamu?” tanya Raka.
“Habis dari rumah teman, Pa,” jawab Kiano tak berani menatap wajah Raka.
“Hebat ... Pergi pagi pulang kemalaman. Papa aja yang kerja gak sampai pulang selarut ini. Kamu baru anak ingusan, yang baru masuk kuliah bisa-bisanya pulang selarut ini, mau jadi lelaki macam apa kamu ini?” hardik Raka murka.
“Papa aku ini udah dewasa. Bukan lagi anak kecil yang harus pulang cepat, lagian cuma pergi sama Sam dan Doni doang kok,” sanggah Kiano membela dirinya.
Suara Raka yang menggelegar membuat Marisa terkejut dan langsung turun dari tangga.
“Berani kamu melawan Papa?” Raka semakin murka.
“Mas, hentikan!” ucap Marisa mempercepat jalannya menghampiri mereka.
“Kamu pun satu. Anak pulang telat gak kamu tegur. Mau jadi lelaki macam apa dia kalau pulang selarut ini?” ketus Raka kesal dengan Marisa yang terlalu memanjakan Kiano.
“Sudahlah! Ngapain juga marah-marah. Nanti biar aku yang kasih tau Kiano,” ucap Marisa menenangkan suasa yang tegang.
“Didik dia yang bener! Kalau dia masih keluyuran gak jelas, jangan salahkan Papanya yang bertindak jauh!” kecam Raka melirik tajam Kiano, lalu beranjak pergi.
“Ihh... serem banget,” gumam Kiano merinding.
“Sini ikut Mama!”
“Mau kemana, Ma?” tanya Kiano penasaran.
“Jangan banyak protes. Ikut Mama, sekarang!” tegas Marisa beranjak pergi. Kiano mendengus kasar dan mengikuti Marisa.
Mereka kini sudah tiba di kamar Kiano. Marisa langsung duduk di tepi kasur.
“Ada apa sih, Mama? Kenapa malah ke kamar aku?” tanya Kiano semakin penasaran.
“Mama mau ngomong masalah penting ini sama kamu,” jawab Marisa santai.
“Apa? Masalah aku gak boleh keluyuran lagi?” tanya Kiano sambil meletakkan tas di atas meja belajarnya.
“Nah! Itu yang pertama. Sini deh kamu duduk dulu!” Marisa menepuk kasur di sebelahnya. Kiano beranjak pergi dan duduk di samping Marisa.
“Ada berapa banyak sih yang ingin Mama omongin ke aku?” tanya Kiano mencurigai.
“Ok, Mama to the point aja ni sama kamu. Cukup malam ini aja kamu pulang malam!”
“Mama?” Kiano menatap Marisa dengan tatapan protes.
“Mama belum habis ngomong udah kamu potong aja. Sekarang gini deh, kamu ikuti peraturan yang ada di rumah ini. Pulang malam boleh tapi gak boleh lewat dari jam 10,” tegas Marisa.
“Mama apa-apaan sih? Peraturan kuno itu dihapus aja dari rumah ini,” bantah Kiano.
“Terserah kamu. Mau hidup enak dengan semua fasilitas yang ditawarkan Papamu, ya kamu harus mengikuti peraturan yang ada. Kalau mau hidup luntang-lantung di jalan, hiduplah sesukamu, dan jangan harap Mama bisa bantu kamu,” ujar Marisa santai.
“Haish... Mama ini kenapa sih? Tolong dong jangan ikut-ikutan kayak Papa!" ucap Kiano memasang wajah melas.
“Jangan banyak protes! Kalau Oppa tau, kamu malah lebih parah lagi dihukum. Kamu tau dong kalau Oppa sangat sayang sama kamu, dan dia gak mau melihat cucunya jadi anak liar,” sambung Marisa memperjelas.
“Kalian ini sama saja. Gak bisa lihat aku senang sedikitpun,” cerocos Kiano memanyunkan bibirnya.
“Kamu ini banyak maunya ya. Udah dikasih enak, malah minta lebih lagi.”
“Ya udah deh, Ma. Iya, aku turuti semua peraturan yang ada di rumah ini,” ucap Kiano pasrah.
“Gitu dong,” ucap Marisa tersenyum sambil menusap pundak Kiano.
“Oh ya, Mama ada satu hal ini yang mau ditanyakan sama kamu,” imbuh Marisa kembali serius.
“Mau tanyakan apa lagi, Ma?” tatap Kiano penasaran.
“Kamu bikin ulah apalagi hari ini?” tanya Marisa mulai mengintrogasi.
“Ulah apa sih, Ma? Jangan bilang Farah ngelapor lagi?” Kiano sudah mulai jengkel jika yang dimaksud Marisa itu Farah.
“Bukan ngelapor. Tapi Mama yang tanya. Katanya kamu punya pacar baru lagi, ya?”
“Apaan sih, Ma? Aku gak mau bahas itu.”
“Tinggal jawab aja, apa susahnya sih?”
“Iya. Aku udah punya pacar baru lagi,” jawab Kiano.
“Putuskan semua pacar kamu! Kamu hanya boleh pacaran sama Farah,” tegas Marisa.
“Gak bisa, Ma. Ini duniaku. Ini kesenanganku,” balas Kiano bersikukuh.
“Kamu tau, kan? Kalau kamu sudah dijodohkan dengan Farah dari kecil. Sebaiknya hentikan kegilaan kamu itu,” ucap Marisa terus terang.
“Mama ini jangan jadi Mama kuno dong. Sekarang sudah modern, pikiran Mama juga harus modern. Stoped perjodohan itu!” balas Kiano santai.
“Mama gak bisa melakukan itu. Itu sudah jadi kesepakatan kedua belah pihak. Mama harap kamu bisa menerima itu dan hentikan status playboy kamu itu,” tegas Marisa.
“Mama, aku ini masih muda. Mama suruh aku hentikan itu, tetap gak bisa, Ma. Aku ini lelaki dan lelaki itu tidak bisa mencintai hanya satu wanita saja,” ujar Kiano bangga dengan status playboynya itu.
“Anak ini sama persis kayak, Papanya. Tapi bedanya Raka hanya bisa mencintai satu wanita saja.”
Marisa tersenyum miris saat meratapi dirinya yang hanya bisa memiliki Raka, tapi tidak dengan hatinya.
“Mama kenapa?” tanya Kiano penasaran dengan wajah murung yang ditekuknya itu.
“Gak ada apa-apa,” jawab Marisa tersenyum kecil.
“Oh ya, kamu tidur! Ingat! Jangan begadang! Besok kamu masuk kuliah pagi, kan?”
“Iya, Ma.” Kiano menganggukkan kepala.
“Ya sudah, Mama keluar. Ingat tuh apa yang Mama katakan tadi!"
“Iya, Mama.” Marisa tersenyum dan beranjak pergi.
Melihat Marisa sudah meninggalkan kamar, Kiano beranjak pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Sesaat kemudian, Kiano keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang sudah segar. Matanya sudah sangat melek, ia buru-buru ke walk in closet untuk mengenakan baju tidur, lalu menuju ke ranjang. Tak sengaja ia melihat tas yang masih ada di atas meja belajarnya, ia pun tergerak untuk membukanya.
“Bukunya si Amel,” gumam Kiano saat melihat buku milik Amel masih ada di dalam tasnya.
Dia memgambil dan melihatnya dengan seksama. “Ternyata anak ini suka baca novel,” gumam Kiano menyungging bibirnya.
“Cinta dalam taubat? Hmm... bisa juga ni.” Kiano kembali ke ranjangan.
Sambil rebahan, Kiano mulai membuka buku dan membacanya. Jam terus berputar, mulut selalu menguap dan mata ikut melek, tapi Kiano tetap menahan rasa kantuknya demi membaca novel itu hingga selesai.
Mata Kiano kini tertuju pada sticky notes yang melekat pada halaman terakhir.
“Cintailah Tuhanmu. Seberapa besar dosamu yang menyelimuti tubuhmu, tidak perlu takut untuk memohon ampunan-Nya. Jika kamu sudah mencintai Tuhanmu, cinta hamba-Nya juga akan datang padamu.”
Kiano dengan sponta tersenyum setelah membaca tulisan itu. “Dasar bocah.” Kiano menutup buku dan meletakkan di atas nakas. Perlahan matanya dipejamkan dan kini mimpipun menyambutnya dalam tidur nyenyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Putraa Siktuss
aku mau lihat gimna kiano tau Rusia besar nnti
2021-11-01
0
Putraa Siktuss
ank Marisa mn
2021-11-01
0
Yohanna Ekawati
dulu waktu kecil kan namanya kiara knp skrg wkt bsr jd amel? trus temannya ada yg namanya kiara jg
2021-07-26
0