Pesan Nyi Lirah

Di taman yang berada di belakang Gubuk Manah itu, Wulan sedang asik berbicang dengan gadis tanpa nama, mereka nampak menikmati momen kebersamaan itu, dan sepertinya gadis itu benar-benar memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya untuk bertanya banyak hal. Namun ditengah asyiknya mereka bercengkrama, tiba-tiba dari ujung jalan menuju taman itu muncul seorang gadis lain yang nampaknya adalah salah satu pelayan yang bekerja di Gubuk Manah, ia berjalan ke arah Wulan dan gadis itu.

“Kak Wulan, Nyi Lirah memanggil kalian berdua untuk menghadap,” kata gadis itu dengan sopan.

Wulan dan gadis tanpa nama itu saling pandang untuk sesaat, hingga kemudian mereka bangun dari tempat duduknya dan berdiri.

“Oh, ada apa ya?” tanya wulan kepada gadis yang memanggilnya itu.

“Saya tidak tahu kak, Nyi Lirah tidak mengatakan apa-apa, hanya berpesan untuk memanggil kalian menghadap beliau.” Jawab gadis itu.

“Iya, terimakasih Gendhis, kami akan segera ke sana, kamu jalan duluan ya?” kata Wulan kepada gadis itu yang bernama Gendhis.

“Baik kak, saya akan menyampaikan kepada Nyi Lirah, bahwa kalian akan segera menemuinya.” Jawab Gendhis kemudian

Setelah Gendhis meninggalkan tempat itu, Wulan dan gadis tanpa nama itu kemudian bergegas pergi menuju Gubuk Manah, mereka tidak tahu ada perlu apa pagi itu Nyi Lirah memanggilnya.

Sementara itu di ruang pertemuan Gubuk Manah, nampak Nyi Lirah tengah duduk seorang diri, kemudian tak lama Gendhis datang dan memberinya kabar bahwa Wulan dan gadis tanpa nama itu akan menghadapnya sebentar lagi. Selang beberapa menit Wulan dan gadi tanpa nama itupun tiba di ruang pertemuan itu. Dengan senyum ramah dan lembut Nyi Lirah menyapa mereka berdua, senyumannya begitu tulus dan hangat, membuat gadis tanpa nama itu merasakan getaran energi halus yang begitu menangkan.

“Bagaimana istirahatmu tadi malam, Nak?” tanya Nyi Lirah kepada gadis tanpa nama itu.

“Baik Nyi, terimakasih atas kebaikan Nyi Lirah kepada saya,” gadis itu menjawab dengan sopan, “maafkan saya jika kehadiran saya merepotkan semua orang, termasuk Nyi Lirah.” Kata gadis itu.

“Oh, jangan terlalu dipikirkan,” jawab Nyi Lirah sesaat, “itu sudah menjadi kewajiban kami untuk saling membantu,” katannya lagi, “apalagi kepada seseorang yang memerlukan, termasuk dirimu.” Pungkas Nyi Lirah dengan senyum ramahnya.

“Oh iya, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepada kamu, Nak” kata Nyi Lirah kepada gadis tanpa nama itu.

“Iya Nyi.” Jawab gadis tanpa nama itu singkat.

Namun sebelum Nyi Lirah melanjutkan ucapannya, pandangan matanya tertuju kepada jubah dikenakan oleh gadis tanpa nama itu, senyumnya tersungging dari bibirnya yang sudah mulai keriput itu.

“Hmm, nampaknya jubah itu cocok denganmu, Nak” Kata Nyi Lirah kepada gadis itu.

“Iya Nyi,” jawab gadis tanpa nama itu dengan tersipu malu, “Wulan yang memberikannya padaku.” Jelas gadis itu.

“Iya, aku yang menyuruhnya untuk memilihkan pakaian untukmu, dan aku lihat pilihanmu itu cocok sekali dengan ukuran tubuhmu.” Balas Nyi Lirah dengan senyumnya yang menentramkan hati.

“Begini,” Nyi Lirah nampak ingin menyampaikan sesuatu yang penting. Kemudian matanya menatap Wulan.

“Apakah kamu sudah menceritakan semua kepada gadis ini, Wulan?” tanya Nyi Lirah selanjutnya.

“Iya Nyi,” jawab Wulan terhenti sejenak,” namun belum semuanya, hanya sebagian besar saja mengenai Loka Pralaya dan Kampung Londata, “ kata Wulan

“Oh, begitu ya?” tanya Nyi Lirah kemudian.

“Iya Nyi.” Jawab Wulan singkat.

Kemudian mata Nyi Lirah kembali menoleh kepada gadis tanpa nama itu.

“Sekarang ini kamu sedang berada di Loka Pralaya, Nak,” kata Nyi Lirah menunggu respon dari gadis itu. Dan setelah dilihatnya gadis itu hanya terdiam seolah sedang menunggu kelanjutan ucapannya, Nyi Lirah melanjutkan: “Sebuah tempat yang mungkin berbeda dengan duniamu sebelumnya.” Ucap Nyi Lirah. Gadis itu nampak sedikit terkejut mendengar keterangan Nyi Lirah dan ia ingin mendengarnya lebih banyak lagi.

“Iya Nyi.” Jawab gadis tanpa nama itu singkat.

“Mungkin sebagian besar sudah kamu dengar sendiri dari cerita yang disampaikan oleh Wulan,” Nyi Lirah berhenti sejenak, melihat reaksi gadis itu yang menganggukkan kepalanya.

“Tapi masih banyak hal yang akan engkau ketahui dari tempat ini nantinya,” lanjut Nyi Lirah.

“Dan hal penting yang harus engkau yakini adalah,” Nyi Lirah berhenti sejenak, “kehadiranmu di dunia ini pastinya bukanlah tanpa alasan yang kuat,” Nyi Lirah kembali menghentikan ucapannya sejenak. “Aku dapat merasakan bahwa kehadiranmu di sini akan membawa peristiwa besar yang akan terjadi di kemudian hari.” Kata Nyi Lirah.

Gadis itu mendengarkan dengan seksama semua yang diucapkan oleh Nyi Lirah, sorot matanya menunjukkan bahwa dia benar-benar ingin menyelami setiap makna yang terkandung dalam ucapan wanita tua yang bijaksana itu.

“Dalam usiaku yang renta ini, aku sudah sering kali menyaksikan berbagai peristiwa di dunia ini ,” lanjut Nyi Lirah, “dan fenomena kehadiran sosok asing sepertimu adalah hal yang biasa terjadi di

Loka Pralaya termasuk di sini , di kampung Londata.” Lanjut Nyi Lirah.

“Hal lain yang perlu engkau ketahui adalah, setiap kehadiran makhluk asing ke dunia kami, akan ditandai dengan bereaksinya pepohonan Sambutara yang banyak terdapat di tepian pantai,” kata Nyi Lirah selanjutnya. Gadis itu tetap dalam posisi diamnya mendengarkan setiap bait kata yang diucapkan oleh Nyi Lirah, demikian pula dengan Wulan dan Gendhis yang hadir di situ.

“Reaksi pohon Sambutara akan menjadi pertanda penting bagi kami,” kata Nyi Lirah, “apabila reaksi pohon itu berguncang keras tanpa ada angin yang menyebabkannya,” Nyi Lirah nampak mengatur nafasnya agar kembali tenang, “ itu adalah pertanda buruk bagi kami.” Kata Nyi Lirah. Gadis itu nampak gusar saat mendengar penjelasan Nyi Lirah mengenai fenomena pohon Sambutara itu, ia cemas jika saat kehadirannya juga ditandai dengan berguncangnya pohon Sambutara itu. Namun saat kemudian dilihatnya ada senyum yang mengalir dari bibir wanita tua itu, perasaannya agak sedikit lega.

“Dan kabar baiknya adalah,” Nyi Lirah berhenti sejenak, seperti menunggu reaksi gadis tanpa nama itu, “kehadiranmu di sini, tidak ditandai dengan hal itu.” kata Nyi Lirah seperti menggantung.

Gadis tanpa itu masih menunggu kelanjutan ucapan Nyi Lirah.

“Kami bersyukur karena menyaksikan pohon-pohon itu berbunga indah.” Kata Nyi Lirah tersenyum kepada gadis itu, “Itu pertanda bahwa kehadiranmu di sini adalah hal baik bagi kami, Klan lontara.” Ucap Nyi lirah. Sejenak kemudian ia seperti memandang ke luar Gubuk Manah, setelah apa yang dicarinya ketemu, ia segera menoleh kepada gadis tanpa nama itu.

“Coba kamu lihat pohon besar yang ada di depan Gubuk Manah ini.” Pinta Nyi Lirah kepada gadis tanpa nama itu. Mendengar permintaan Nyi Lirah tersebut, gadis tanpa nama itu memalingkan pandangannya menuju halaman Gubuk Manah. Di sana, terdapat  sebuah pohon besar yang rimbun, daun-daunnya mirip daun akasia, dan yang menakjubkan adalah, bunga-bunga berwarna kuning keemasan yang mekar di sela-sela dedaunannya, menciptakan pemandangan yang indah. Gadis tanpa nama itu terus menatap ke arah pohon itu tanpa berkedip, tak ada sepatah katapun yang terucap dari bibirnya, menyaksikan pemandangan yang indah dari bunga-bunga yang mekar di pohon Sambutara yang disebutkan oleh Nyi Lirah.

Saat gadis tanpa nama itu sedang asik memandang indahnya bunga-bunga yang ada di pohon Sambutara, dari kejauhan nampak seorang penjaga memasuki ruang pertemuan itu.

“Maaf, Nyi Lirah.” Kata penjaga itu kepada Nyi Lirah.

“Iya, ada apa penjaga?” tanya Nyi Lirah.

“Arka dan kedua temannya meminta ijin untuk menghadap.” Kata penjaga itu seraya membungkukkan badannya.

“Oh, iya, suruh mereka masuk!” perintah Nyi Lirah kepada penjaga itu.

Tak lama kemudian, datanglah Arka, Carla dan Vyn, mereka segera memberi hormat kepada Nyi Lirah dan tersenyum kepada gadis tanpa nama itu.

“Bagaimana?, apa kalian sudah menemukannya?” tanya Nyi Lirah kepada Arka.

“Maaf, Nyi Lirah,” jawab Arka seperti ingin meneruskan ucapannya.

“Teruskan!” perintah Nyi Lirah

“Kami sudah mencari kemunculan batu-batu itu di seluruh area pondok jaga utara Nyi,” Arka berhenti sejenak. “Tapi tak ada satupun batu Zato yang kami temukan di sana.” Jawab Arka. Nyi Lirah nampak mengernyitkan dahinya, seperti mengerti bahwa informasi yang disampaikan Arka belum selesai, ia menunggu kelanjutan dari informasi itu.

Arka menoleh kepada Carla, ia memberi isyarat kepadanya untuk melanjutkan ucapannya.

“Kami juga sudah menelusuri jejaknya hingga ke bibir pantai Sambutara, Nyi.” Lanjut Carla, “namun sepertinya keberadaan batu itu seperti lenyap tak meninggalkan bekas.” Carla menghela nafasnya dalam-dalam.

Nyi Lirah nampak mengangguk mendengar jawaban Arka dan Carla, sepertinya ia tidak begitu heran dengan hasil yang diperoleh dari orang-orang yang disuruhnya itu.

“Lalu, apa kalian menemukan petunjuk lain?” tanya Nyi Lirah kemudian.

Kali ini Carla menoleh kepada Vyn, memberinya kesempatan untuk menjawab pertanyaan Nyi Lirah.

“Tapi, kami membawa ini Nyi Lirah.” Kata Vyn sambil melepaskan tas kulit yang dibawanya, dan sejurus kemudian ia mengeluarkan beberapa bunga Sambutara yang dibawanya. Ia tersenyum, nampak puas dengan jawabannya. Nyi Lirah menyipitkan matanya, memastikan apa yang dibawa oleh Vyn, kemudian setengah berguman ia berkata: “Bunga Sambutara?”

Vyn menyerahkan bunga itu kepada Nyi lirah, kemudian Nyi Lirah memandangi bunga itu seakan belum mengerti mengapa mereka membawa bunga itu kepadanya.

“Kenapa kalian membawa bunga ini kepadaku?” tanya Nyi Lirah kemudian.

Nampaknya Vyn yang paling bersemangat untuk mengemukakan alasan mereka membawa bunga itu kepada Nyi Lirah, melihat tingkah Vyn yang begitu, Carla menyenggol pundaknya dan memberinya kode untuk menjawab pertanyaan Nyi Lirah. Nyi Lirah yang melihat tingkah Vyn, ia tersenyum kepadanya dan memberikan kesempatan untuk menjawab.

“Mungkin kamu punya jawabannya Vyn?” tanya Nyi Lirah.

“Iya Nyi Lirah.” Jawab Vyn

“Apa itu?” kata Nyi Lirah kepada Vyn.

“Awalnya kami hampir menyerah Nyi,” kata Vyn terhenti sejenak, “karena kami sudah berusaha mencari batu Zato itu di sepanjang pantai, bahkan semua area sudah kami telusuri, dan kami tak berhasil menemukan keberadaan batu itu.” Jawab Vyn.

“Lalu?” tanya Nyi Lirah kemudian.

“Lalu, setelah kami pikir-pikir, bukankah tujuan mencari batu Zato itu untuk mendapat petunjuk tentang keberadaan Bei Tama?” Kata Vyn.

“Iya, benar, keberadaan batu itu sangat kita butuhkan,” jawab Nyi Lirah, “karena hanya batu itulah yang mampu menyimpan informasi terhadap setiap kejadian yang ada di sekitarnya dengan baik.” Imbuh Nyi Lirah. Mendengar jawaban Nyi Lirah, Vyn nampak kebingungan untuk memberikan alasan yang tepat, ia memandang Arka seperti meminta bantuan untuk menjawab pertanyaan Nyi Lirah. Arka mengannguk mengerti akan hal itu.

“Begini, Nyi Lirah,” kata Arka meneruskan ucapan Vyn. Nyi Lirah berbalik mengarahkan pandangannya kepada Arka, siap mendengar alasannya.

“Kami berpikir untuk membawa bunga itu, karena .. “ Arka seperti ragu untuk meneruskan kalimatnya. Namun setelah beberapa saat ia melanjutkan ucapannya.

“Karena menurut kami, bukankah bunga ini juga muncul karena sebuah peristiwa?” kata Arka yang nampak seperti sebuah pertanyaan. Nyi Lirah nampak belum paham apa yang dimaksudkan Arka dengan kata-katanya itu. Namun Nyi Lirah hanya diam,  menunggu Arka untuk meneruskan ucapannya.

“Seperti halnya batu Zato yang muncul karena ada peristiwa penting, bunga ini juga melakukan hal yang sama, ia muncul karena ada sesuatu, dan itu berarti bunga ini juga menyimpan sebuah energi yang dapat kita gunakan.” Arka berhenti tak dapat meneruskan kata-katanya. Sepertinya ia sedang berpikir untuk mencari alasan yang lebih kuat tentang tindakannya membawa bunga itu.

“Sebuah energi?” Guman Nyi Lirah pelan. Ia nampak ikut berpikir mendalami ucapan Arka, “sebuah energi?” ia mengulangi ucapannya itu, seperti sedang berbicara kepada dirinya sendiri.

Saat Nyi Lirah dan Arka sedang memikirkan apa yang bisa mereka manfaatkan dari bunga itu, mata Nyi Lirah sempat menangkap tingkah gadis tanpa nama itu yang begitu intens memperhatikan bunga itu, sepertinya ia sangat ingin menyentuh bunga itu. Dan seperti mendapat bisikan ghaib, Nyi Lirah berinisiatif untuk memberikan bunga itu kepada gadis tanpa nama.

“Nampaknya engkau sangat tertarik dengan bunga ini, Nak?” tanya Nyi Lirah kepada gadis tanpa nama itu.

“Iya,.. iya Nyi, rasanya saya ingin sekali memegangnya.” Jawab gadis tanpa nama itu.

Mendengar permintaan gadis itu, Nyi Lirah segera memberikan bunga itu kepada gadis tanpa nama. Gadis itu nampak berbinar memegang bunga itu, diciumnya dengan lembut dan ia nampak menikmati momen itu. Hal itu membuat semua mata di ruangan itu tertuju kepadanya, bukan karena sikapnya terhadap bunga itu, namun mereka melihat perubahan yang luar biasa pada bunga itu. Seketika bunga yang agak layu itu kembali segar saat dipegang oleh gadis tanpa nama itu. Tidak berhenti sampai di situ, bunga itu semakin memancarkan cahayanya yang berkilauan, hampir menerangi seisi ruangan, padahal saat itu adalah siang hari. Kemudian dengan segera mereka dapat dengan sangat jelas menangkap aroma harum semerbak yang dikeluarkan oleh bunga itu, aromanya begitu halus dan harum, memenuhi seluruh ruangan.

Kejadian ini membuat semua yang hadir itu tertegun, terutama Nyi Lirah, ia tidak menyangka akan melihat kejadian itu. Begitu juga dengan Wulan, Arka, Carla, Vyn dan Gendhis yang hadir di situ. Mereka tidak sanggup mengucapkan sebait katapun menyaksikan fenomena yang luar biasa itu. Setelah beberapa menit berlalu, perlahan-lahan sinar yang terpancar dari bunga itu meredup, demikian pula aroma harum yang memenuhi ruangan itu sedikit demi sedikit memudar, gadis  tanpa nama itu kemudian membuka matanya memandang Nyi Lirah dengan senyum yang menawan.

“Apakah aku boleh menyimpannya, Nyi Lirah?” tanya gadis tanpa nama itu kepada Nyi Lirah.

Nyi Lirah hanya tersenyum mendengar ucapan gadis tanpa nama itu, ia mengangguk mengiyakan permaintannya.

“Boleh, kamu boleh menyimpannya.” Kata Nyi Lirah ramah.

“Terima kasih, Nyi.” Jawab gadis itu.

Lalu Nyi Lirah membuka keheningan yang menyelimuti ruangan itu.

“Kalian semua,” kata Nyi Lirah. Pandangannya tertuju kepada semua yang hadir di situ. “Apa yang kalian saksikan hari ini adalah sebuah tanda, dan itu mengandung pesan penting yang harus kalian pegang teguh.” Kata Nyi Lirah seperti ingin meyakinkan bahwa ucapannya didengar dengan baik.

“Baik Nyi.” Jawab Carla seperti ingin mewakili semua yang hadir saat itu.

“Aku berpesan kepada kalian, tolong camkan baik-baik kalimatku ini.” Kata Nyi Lirah, ia berhenti sejenak untuk melanjutkan kata-katanya.

“Walaupun kalian tidak menemukan petunjuk tentang keberadaan Bei Tama, namun dengan membawa bunga ini kepadaku, hal  itu memberikan petunjuk baru yang akan menentukan masa depan Loka Pralaya, terutama masa depan kalian dan Klan Lontara di kemudian hari.” Kata Nyi Lirah dengan penuh kebijaksanaan. Semua yang hadir nampak dengan seksama mendengarkan setiap kalimat yang terucap dari bibir wanita tua itu.

“Gadis ini,” kata Nyi Lirah seraya memandang kepada gadis tanpa nama itu, lalu mengarahkan pandangannya kepada semua yang hadir di situ. “Gadis yang berdiri di hadapan kalian saat ini adalah amanat yang dikirimkan oleh Sang Maha Kuasa kepada kita, kehadirannya akan membawa perubahan besar bagi Loka Pralaya, dan Klan Lontara.” Nyi Lirah berhenti sebentar, ia menghela nafasnya dalam-dalam, sepertinya ucapan yang selanjutnya akan dikatakannya mengandung pesan yang berat.

“Namun hal yang jauh lebih penting lagi ialah, kemunculan gadis ini juga akan diiringi dengan peristiwa besar lainnya,” Nyi Lirah kembali terhenti sejenak. “Akan ada banyak pertentangan yang terjadi, dan pesanku,...” ia menghela nafasnya lebih dalam lagi. “Apapun yang akan terjadi kalian harus berada di belakang gadis ini, membelanya dengan jiwa dan raga kalian.” Kata Nyi Lirah kemudian.

Kalimat yang diucapkan Nyi Lirah begitu dalam dan terasa sangat berat, Arka yang mendengar hal itu hanya diam membisu, pikirannya menerawang jauh tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Sementara Carla dan Vyn, mereka berdua juga bersikap sama, terdiam merenungkan apa yang baru saja didengarnya dari mulut Nyi Lirah.

Suasana ruang pertemuan itu sejenak hening tanpa suara, gadis tanpa nama itu merasakan getaran energi yang aneh merayapi tubuhnya, ia merasakan  aura ketenangan yang terpancar dari bunga Sambutara yang dipegangnya itu. Namun di sisi lain ia juga merasakan ada aura yang mengerikan yang ia tangkap dari kata-kata yang diucapkan oleh Nyi Lirah, pikirannya kembali melayang menerawang jauh, ia kembali teringat saat-saat pertama kali terdampar di pantai itu, bagaimana ia bisa sampai di tempat ini sekarang, dan satu hal yang menghantui pikirannya sampai saat ini adalah, hingga sekarang ia masih belum bisa mengingat siapa dirinya dan dari mana ia berasal.

Terpopuler

Comments

Andressa Maximillian

Andressa Maximillian

wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya

2025-03-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!