Awal Petaka

Sekitar tiga kilometer dari bibir pantai tempat gadis itu terbaring pingsan, nampak sebuah bangunan mirip pos jaga. Bangunan itu diterangi oleh lentera-lenteran antik yang memancarkan cahaya kuning keemasan, cahaya cukup untuk menerangi pondok itu, dan tidak begitu menyilaukan. Di sana, tampak tiga orang yang sedang bercakap-cakap, satu pria dan dua wanita. Di sisi bangunan itu nampak tertambat sebuah benda yang nampak seperti kendaraan, sekilas bentuknya seperti sampan, namun bagian bawahnya memiliki landasan seperti landing gear pada helikopter.

Ketiganya nampak sedang serius memperhatikan pohon-pohon sambutara yang tumbuh mendominasi daerah itu hingga ke bibir pantai, bunga-bunga yang bermekaran dan memancarkan cahaya kuning keemasan itu terlihat berkilauan menerangi daerah sekitar mereka. Sebagai penduduk asli daerah itu, mereka segera mengetahui bahwa fenomena itu adalah pertanda kehadiran makhluk baru di dunia mereka, Loka Pralaya.

Salah satu gadis yang ada di situ berkata, “Arka, kayaknya kita harus memeriksa pantai.” Katanya kepada pemuda yang berada di depannya yang ternyata bernama Arka.

“Kamu benar Carla,” jawab Arka. “Pohon sambutara tidak akan mekar seperti ini, jika tidak ada sesuatu”. Nadanya menunjukkan keseriusan. “Ayo kita periksa” lanjutnya.

Mereka bertiga bersiap meninggalkan pondok itu menuju pantai, namun tiba-tiba dari kejauhan mereka melihat bayangang hitam yang semakin dekat bergerak ke arah mereka. Semakin dekat bayangan itu dapat dilihat semakin jelas, bayangan itu adalah sosok gadis yang tadi terdampar di pantai, langkahnya agak terseok dan kelelahan. Mereka bertiga memperhatikan gadis itu tanpa berkedip, seakan takut melewatkan momen penting.

“Siapa dia?” guman salah satu gadis yang satunya.

“Ah, kelihatanya bukan penduduk sini, gaun yang dipakainya bukan ciri penduduk sini”. Kata Carla menjawab pertanyaan temannya itu.

Setengah menyelidik, Carla megernyitkan dahinya, “Hmmm, barangkali ini dia yang menyebabkan reaksi bungan pohon sambutara bermekaran seperti itu” guman Carla pelan.

Arka kemudian berkata kepada gadis yang berada di sebelah Carla, “Vyn, coba kau dekati gadis itu. Sepertinya dia membutuhkan bantuan” kata Arka kepada gadis itu yang ternyata bernama Vyn.

Sepertinya Vyn keberatan dengan permintaan Arka, ia menukas “Tapi bagaimana jika ternyata dia adalah musuh yang menyusup?, pura-pura butuh pertolongan tapi ternyata .... “ Vyn tidak meneruskan ucapannya.

“Tidak mungkin” bantah Arka. “Seandainya ia berbahaya, tentunya bunga sambutara tidak akan mekar seperti sekarang ini, “ jawab Arka meyakinkan Vyn.

“Jika gadis itu berbahaya, maka bunga sambutara tidak akan mekar, justru pohon-pohon sambutara akan berguncang sebagai tanda peringatan” Arka memberi penjelasan.

“Iya, aku tahu, tapi rasanya kita juga perlu waspada” jawabb Vyn membela diri.

Gadis itu semakin mendekat ke arah mereka, namun ia menghentikan langkahnya sesaat, nampaknya ia ragu untuk meneruskan langkahnya. Sorot matanya menunjukkan perasaan asing dan penuh kewaspadaan.

Melihat sorot mata penuh selidik dan ada rasa ketakutan itu, Arka berinisiatif untuk mendekati gadis itu. Ia melangkah hati-hati, agar tidak menakutinya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Arka, kali ini dengan nada lebih lembut. Ia melangkah maju satu langkah, namun segera berhenti ketika gadis itu refleks mundur selangkah, matanya waspada seperti seekor hewan liar yang terjebak. "Jangan takut. Kami tidak akan menyakitimu."

Carla, yang berdiri di belakang Arka, memperhatikan gadis itu dengan tatapan curiga. Matanya yang tajam menyipit, mencoba membaca bahasa tubuh gadis itu. "Siapa kau? Dan bagaimana kau bisa sampai di sini?" tanyanya langsung.

Gadis itu terdiam sejenak, ragu untuk menjawab. Bibirnya bergerak pelan, namun suaranya nyaris tak terdengar. "Aku... aku tidak tahu," katanya akhirnya, suaranya serak dan bergetar.

Melihat gadis itu ketakutan, Arka memberikan isyarat kepada Carla untuk berhenti bertanya. Dengan lembut ia kembali bertanya kepada gadis itu.

“Bagaimana kamu bisa sampai ke tempat ini?, kamu mau ke mana?” tanya Arka.

“A...Aku tidak tahu,” kata gadis itu, seperti menahan tangis. Vyn yang sedari tadi memperhatikan gadis itu nampak iba dan mendekati gadis itu.

“Ayo, kita masuk dulu ke pondok, udara di sini dingin.” Katanya.

Mereka bertiga akhirnya menuntun gadis itu memasuki pondok. Gadis itu menuruti ajakan itu tanpa mengucapkan kata apa-apa. Di dalam pondok udara terasa sedikit hangat, membuat gadis itu nampak lega.

Carla masih tetap menaruh tatapan curiga terhadap gadis itu. Matanya menyipit memandang gadis itu dengan perasaan kurang suka.  Ia nampak menjaga jarak dari gadis itu, diperhatikannya gadis itu dalam-dalam, terlihat beberapa luka yang ada di kakinya yang tak memakai alas kaki itu. Arka nampak kasihan dengan kondisi gadis itu, rasanya dia ingin menolong gadis itu, namun ketika melihat sorot mata Carla yang seperti itu, ia mengurungkan niatnya.

Vyn, memecah ketegangan itu dengan celotehannya yang ringan, “Nama kamu siapa?” tanya Vyn berusahan bersikap ramah kepada gadis itu. Namun lagi-lagi gadis itu menggeleng pelan, “Aku tidak tahu,” hanya kata itu yang mampu ia ucapkan -  dan memang ia sudah benar-benar kehilangan ingatannya.

Suasana kembali hening, mereka bertiga saling bertukar pandang, seakan mengerti bahwa gadis itu tidak memang tidak tahu apa-apa, bahkan tidak ingat apapun.

Ditengah kebingungannya, gadis itu mengarahkan pandanganya ke seluruh ruangan yang ada di pondok itu, ia nampak tertegun memperhatikan lentera-lentera yang tergantung di langit-langit pondok. Lentera itu menyala tanpa minyak, dan setelah diperhatikannya  dengan teliti ternyata cahaya lentera itu berasal dari anyaman daun-daun yang membentuknya, cahayanya cukup untuk menerangi ruangan itu namun tidak menyilaukan mata.

“Kamu pasti haus,” kata Arka dengan nada simpati.

Gadis itu mengangguk pelan. Kelihatannya gadis itu masih canggung dan belum bisa beradaptasi terhadap lingkungan barunya itu. Menyadari hal itu, Arka meminta Vyn untuk mengambilkan minuman yang ada dalam sampan yang ditambatkan di samping pondok.

“Vyn, tolong ambilkan minum untuk gadis ini, aku menaruhnya di dalam Lesung Orembai, ada di bangku depan ya,” pinta Arka.

“Iya,” jawab Vyn singkat, ia segera keluar dari pondok menuju sampan itu, yang disebut Lesung Orembai oleh Arka. Gadis itu kembali terkesima dengan apa yang disaksikannya. Ia memperhatikan kendaraan itu, sebuah sampan yang mempunyai kaki-kaki dan terdapat dua pintu di kedua sisinya.

Tak beberapa lama Vyn kembali dengan membawa wadah minuman yang terbuat dari kulit, lalu menyerahkannya kepada gadis itu.

“Terimakasih,” kata gadis itu ketika Vynn menyodorkan minuman itu kepadanya, lalu gadis itu membuka tutup wadah dan meminumnya, ia nampak sangat kehausan. Setelah selesai meminum beberapa teguk ia menyerahkan wadah itu kembali kepada Vyn.

Gadis itu masih nampak kebingugan, pandangannya sayu dan lelah. Sesekali dirapikannya rambut panjangnya yang terurai tak beraturan, ada sebersit pertanyaan yang ingin dia sampaikan, namun nampak ragu-ragu.

Melihat hal itu, dengan suara yang tidak terlalu keras dan ramah, Arka menjelaskan bahwa mereka bertiga adalah petugas jaga untuk Kampung Londata, sebutan untuk negeri bagi Klan Lontara. Kampung Londata sendiri terletak sekitar dua kilometer dari pondok tempat mereka berjaga saat ini. Gadis itu hanya mengangguk pelan mendengarkan penjelasan singkat dari Arka, walaupun sebenarnya ia tidak begitu memahami maksud dari kata-kata itu.

“Arka,” Carla memanggil Arka sambil memberi isyarat untuk mendekat padanya. Arka bergerak maju mendekati Carla, sementara Vyn juga ikut merapat, ketiganya nampak ingin berbicara serius.

“Aku pikir,” kata Carla dengan nada serius, “kita harus memberitahukan kedatangan gadis itu kepada Nyi Lirah.” Lanjutnya.

“Kita tidak bisa terus menerus menjaganya di pondok ini,” Carla mencoba memberikan alasan sambil melirik ke arah gadis itu. Arka dan Vyn juga melakukan hal yang sama, mereka berdua menoleh ke arah gadis itu dengan pandangan yang tidak bisa dipahami.

“Iya, aku setuju.” Jawab Vyn, Arka hanya mengeryitkan dahinya saat mendengar jawaban spontan dari temannya itu.

“Kalau begitu,” Arka berhenti sejenak, sepertinya ia sedang memilih kata-kata yang tepat untuk melanjutkan kalimatnya,  “tunggu apalagi?” kata Arka akhirnya sambil tersenyum.

Diskusi itu berlangsung singkat, dan mereka nampaknya sudah menemukan kata sepakat untuk membawa gadis itu kepada seseorang yang mereka panggil dengan nama Nyi Lirah.

Melihat hal itu, gadis itu merasa kurang nyaman, ia nampak ketakutan kemudian beringsut menjauh dari mereka bertiga. Ia merasa terancam dan mulai ketakutan, ada rasa tidak percaya dan curiga meliputi hati gadis itu. Ia merasa bahwa apa yang dibicarakan mereka bertiga akan berdampak buruk baginya. Emosinya menjadi labil, keringat dingin nampak membasahi dahinya. Namun ia tetap berusaha untuk menutupi perasaannya dan bersikap tenang.

Arka kemudian berjalan mendekati gadis itu, ia mengatakan bahwa mereka telah sepakat untuk membawa gadis itu kepada tetua kampung mereka, Nyi Lirah.

“Nyi ... Lirah?” tanya gadis itu.

“Iya,“ jawab Arka, “beliau adalah tetua kampung kami, dan kami harap beliau bisa membantumu untuk sementara waktu, sebelum kamu memutuskan hendak pergi kemana.” Kemudian ia melanjutkan, “hmm, setidaknya untuk saat ini, hanya itu yang bisa kami lakukan untuk membantumu.”

Ada perasaan lega terpancar dari sorot mata gadis itu mendengar penjelasan Arka, dalam hati ia berharap mudah-mudahan Nyi Lirah bisa membantunya mengingat kembali siapa dirinya dan apa sebenarnya yang terjadi padanya. Ia mengangguk setuju dengan apa yang dijelaskan Arka.

“Tapi,” Vyn tiba-tiba menyeletuk memecah suasana. “ Siapa yang akan mengantar gadis ini ke Nyi Lirah?” katanya.

“Arka dong, bareng kamu Vyn” jawab Carla dengan ketus. “Aku saja yang berjaga di sini.” Lanjutnya.

“Eeh, tidak bisa begitu,” sangkal Arka. “Justru harusnya kamu dan Vyn yang pergi ke sana, biar aku yang berjaga, kalian kan sama-sama wanita, itu lebih pantas kelihatannya.” Jawab Arka membela diri.

Pertikaian kecil itu membuat gadis itu merasa risih dan serba salah, ia nampak gugup dan tidak tahu harus bicara apa. Tapi belum sempat terucap sepatah kata dari mulut gadis itu, tiba-tiba saja dengan gerakan terburu-buru, Carla menghampiri Arka.

“Arka ... ,” suara Carla pelan seperti berbisik, sambil memberi isyarat kepada Arka untuk mendongakkan kepalanya ke atas, “coba kamu perhatikan!” Arka mendongakkan kepalanya seperti yang ditunjukkan oleh Carla, dan alangkah terkejutnya ia ketika menyadari bahwa di atas mereka, di atas pondok jaga itu gumpalan awan hitam nampak semakin pekat dan seolah hampir mengenai pondok itu karena saking dekatnya. Mereka bertiga segera keluar dari pondok meninggalkan gadis itu di sana.

Dan benar saja, gumpalan awan hitam itu semakin lama semakin tebal dan pekat, angin bertiup kencang dan membuat lentera di dalam pondok jaga berguncang.

“Sepertinya akan ada badai,” kata Vyn kemudian. Mereka bertiga terus saja memperhatikan keadaan itu dengan waspada.

Gumpalan awan hitam itu terus membesar, menggulung dan berputar menderu di atas mereka, tak berselang lama, angin bertiup kencang ke arah pondok itu, mengguncangkan lentera-lentera yang tergantung di langit-langit pondok. Tidak hanya sampai di situ, dari balik gumpalan awan hitam itu, muncul kilatan petir dan suara gemuruh menggelegar memekakkan telinga. Mereka panik dan berhamburan keluar pondok, kilatan petir itu tidak hanya terdengar di atas pondok, namun mulai menyambar ke arah mereka, menyebabkan beberapa bagian atap pondok terbakar dan rusak.

“Awas Vyn!” teriak Arka mengingatkan Vyn yang berdiri di sudut pondok yang tersambar petir, Carla tak kalah paniknya, ia meloncat menghindari sambaran petir yang hampir mengenainya. Situasi jadi kacau dan membuat mereka berempat bergerak menghindar. Gadis itu semakin ketakutan dan tak dapat mengendalikan dirinya, ia tak tahu harus berbuat apa.

Dengan gerakan yang cekatan ketiga orang itu, Arka, Carla dan Vyn, menarik sabuk yang melingkar di pinggangnya, rupanya itu adalah sebuah cambuk. Cambuk itu mereka ayunkan untuk menangkis sambaran petir yang semakin ganas. Suara lecutan cambuk itu tak kalah kerasnya dengan suara petir yang berasal dari awan hitam itu, rupanya itu adalah senjata andalan mereka.

Gerakan-gerakan dari ketiga orang penjaga kampung Londata itu menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang sudah terlatih dengan baik, dan ini diihat dengan baik oleh gadis itu. Namun sambaran petir yang berasal dari gumpalan awan hitam itu bukannya semakin reda, justru sebaliknya. Samarannya semakin masif dan mematikan, Carla terjungkal terkena salah satu sambaran itu.

“Arka!, tolong aku!” teriak Carla tatkala salah satu petir itu tepat mengenai pundaknya, ia tersungkur jatuh terguling di atas tanah, cambuk petir di tangannya terlepas, dan sebagian kain baju di pundaknya robek terbakar. Ia mengerang kesakitan.

Mendengar jeritan Carla yang kesakitan terkena sambaran itu, Arka segera mendekati Carla untuk menolongnya, namun kali ini justru Arka yang terancam. Belum sempat ia bergerak ke arah Carla, sebuah sambaran yang dahsyat melemparkannya jauh ke belakang, ia terjerembab jatuh berguling di atas tanah, sama seperti Carla. Kondisi Vyn tidak kalah menyedihkan dari kedua temannya itu, tubuhnya terpelanting lebih jauh dari kedua temannya, ia terpental hingga beberapa meter dari pondok jaga itu.

Gadis tanpa nama itu semakin ketakutan dan berteriak minta tolong:

“Tolong aku... !” sambil menangis berteriak, ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, di terduduk berlindug di sisi pondok jaga, memeluk erat kedua lututnya. Anehnya, meskipun petir itu menyambar-nyambar dengan liar ke segala arah, sejengkalpun tidak mengarah ke gadis itu. Seakan-akan sambaran petir itu sengaja menghindari dirinya, namun hal ini tidak disadari oleh gadis itu, karena situasi yang kacau dan mencekam.

Tepat saat kilatan dan sambaran petir itu semakin menggila, sehingga menyebabkan sebagian bangunan pondok jaga itu luluh lantak, sekelebat bayangan melesat cepat ke arah pondok. Gerakannya sigap dan tangkas menangkis semua serangan petir itu, dengan cepat bayangan itu menyambar tubuh ketiga penjaga pondok yang tengah tergeletak tak berdaya itu, membawanya menjauhi area pondok. Kemudian bayangan itu berdiri tegak sambil merapatkan kedua tangannya di depan dada, merapalkan sebuah mantra dan dengan segera kedua tangannya direntangkannya dengan penuh kekuatan. Seketika muncullah perisai cahaya yang berwarna kuning kemerahan yang membentuk semacam kubah melindugi area itu dari ganasnya sambaran petir yang berasal dari gumpalan awan hitam itu. Sesaat situasi nampak terkendali, ketiga penjaga pondok itu nampak berusaha bangun dan berdiri.

“Bei Tama!” panggil Arka kepada sosok lelaki tinggi besar yang baru saja menyelamatkannya itu. “Kau datang tepat waktu”, sambungnya. Sementara Carla dan Vyn mencoba bergerak merapat kepada Arka dan orang itu.

“Gadis itu,...” Carla mencoba menyisir tempat itu dengan kedua matanya, “di mana dia?” gumannya seakan berbicara kepada dirinya sendiri.

Gemuruh guntur yang berasal dari awan hitam itu tedengar semakin kencang, namun berkat perisai kubah yang diciptakan oleh orang itu – Bei Tama, sambarannya kembali terpantul ke angkasa, tak mampu menembus perisai kubah itu.

Bei Tama berusaha memapah Carla dan Vyn untuk berdiri, nafas mereka terengah-engah dan badannya goyah tak mampu berdiri sendiri. Sementara Arka berdiri merapat di dekat lelaki itu.

“Tenanglah, kalian aman sekarang.” Kata Bei Tama. “Apa yang terjadi?”

Carla kembali mengulangi ucapannya, “gadis itu, di mana gadis itu?”

“Gadis?” tanya Bei Tama heran. “Gadis yang mana?” ia nampak kebingungan dengan pertanyaan Carla.

“Dia di sana!” teriak Vyn sambil menunjuk ke arah sudut pondok jaga, dari kejauhan nampak gadis itu meringkuk ketakutan, kedua tangannya memeluk erat lututnya, kepalanya ditempelkan menyentuh lututnya itu, mencoba menyembunyikan wajahnya dari kemelut yang sedang terjadi.

Bei Tama segera menyuruh ketiga penjaga pendopo itu untuk berjalan ke arah gadis itu, sementara ia sendiri masing memasang kuda-kudanya mempertahankan perisai kubahnya agar ketiga orang itu tetap aman dari sambaran petir yang masih liar menggelegar. Ia menambah kekuatan perisai kubahnya hingga cungkupnya melindungi seluruh area itu, sehingga ketiga penjaga pondok itu aman ketika berjalan mendekati gadis itu di sudut pondok.

“Kau tak apa-apa?” tanya Vyn pada gadis itu.

Gadis itu mengangkat kepalanya dan memandang ketiga orang itu dengan tatapan penuh ketakutan, ia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Vyn.

“Ayo, kita pergi dari sini, di sini tidak aman,” kata Arka kemudian. Dari jauh Bei Tama nampak masih mempertahankan posisinya menjaga perisai kubah yang melindungi mereka tidak runtuh.

“Cepat naik ke Lesung Orembai,” teriak Bei Tama dari kejauhan. “Bawa gadis itu pergi dari sini!” ujarnya lagi.

“Tapi...” Arka membalas perintah Bei Tama dengan nada ragu.

“Bagaimana denganmu,...  sebaiknya engkau ikut kami Bei Tama!” teriak Arka, “di sini tidak aman,” lanjutnya.

“Tenang saja!” jawab Bei Tama mantap, “aku bisa mengatasi keadaan ini, kalian pergilah dulu, bawa gadis itu menjauh dari sini.” Perintah Bei Tama.

Akhirnya Arka dan kawan-kawannya menuntun gadis itu menaiki Lesung Orembai, setelah mereka naik, Carla yang duduk dibangku depan nampak menempelkan telapak tangan kirinya ke sebuah panel yang ada di dasboard Lesung Orembai. Seketika Lesung itu terangkat ke udara, dan kemudian melesat pergi melayang meninggalkan pondok jaga dan Bei Tama yang sedang berjibaku menaklukkan amukan badai itu.

“Hati-hati Bei Tama!” teriak Arka sebelum mereka benar-benar meninggalkan tempat itu. Nampaknya teriakan Arka tak terdengar oleh Bei Tama, karena mereka sudah terlanjur terbang tinggi dengan Lesung Orembainya. Kendaraan itu terus melesat menjauh dari pondok, Arka, Carla dan Vyn nampak khawatir meninggalkan Bei Tama sendirian di tempat itu, pandangan mereka berkali-kali menengok ke belakang, memastikan Bei Tama baik-baik saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!