Bab 18 : Mantan Istri Gila

...****************...

Gue diem sebentar, mengamati dia dari atas ke bawah. Terus, dengan ekspresi polos, gue nyeletuk, "Oh, lo yang dulu ninggalin dia?"

Mukanya langsung berubah, kayak kena tampar angin kenceng. "APA?!"

Gue pura-pura mikir sambil garuk-garuk kepala.

"Iya, kan? Lo yang dulu ninggalin Teddy, terus sekarang balik buat drama? Lah, lo baik-baik aja?"

"LO—!"

Dia maju kayak mau nabrak gue, tapi pengawal rumah langsung sigap berdiri di depan gue. Gue masih tenang, bahkan sempet nyengir kecil.

"Denger ya, mantan istri atau bukan, lo udah bukan siapa-siapa buat dia. Jadi gak usah dateng ke sini bawa drama, gue bukan penonton sinetron gratis." Gue nunjuk pagar.

"Silakan pergi sebelum gue beneran nyuruh orang lempar lo keluar."

Perempuan itu makin merah padam, tapi sebelum dia bisa ngebuka mulut lagi, gue udah berbalik masuk ke rumah dengan santai.

Masalahnya, gue gak tau kalau ini baru awal dari kekacauan yang bakal terjadi.

Gue baru aja mau balik masuk ke rumah ketika tiba-tiba kepala gue ditarik ke belakang dengan kasar.

"AARRGHHH! ANJIR!"

Gue kehilangan keseimbangan dan jatuh ke belakang, kepala gue langsung nyungsep ke lantai marmer yang kerasnya kayak batu. Seketika, nyut-nyutan dan perih menyerang kepala gue. Ada sesuatu yang hangat ngocor di pelipis gue.

Darah.

Sialan.

Gue ngumpat sambil megang kepala yang mulai cenat-cenut. "Anjir, kepala gue bocor! Makhluk apaan lo, BRENGSEK?!"

Wanita itu berdiri di atas gue dengan napas memburu, matanya penuh kemarahan kayak singa betina lagi ngamuk. "LO YANG HARUSNYA GAK ADA DI HIDUP TEDDY! LO CUMA PELACUR YANG DIAMBIL KARENA DIA KESIAN!"

"LO GAK WARAS YA?!" Gue nyemprot dia sambil mencoba bangkit, tapi kepala gue muter-muter kayak komedi putar.

Pelayan rumah langsung teriak panik, beberapa pengawal buru-buru datang dan menarik si wanita psikopat itu menjauh dari gue.

"Lepasin gue! Gue harus kasih pelajaran ke perempuan murahan ini!" Dia masih ngelawan sambil teriak-teriak gak jelas.

Gue yang udah setengah sadar gara-gara darah yang ngalir deras, masih bisa nyengir meskipun nyengir sakit.

"Lo emang kurang kerjaan ya? Bisa-bisanya nyerang istri orang trus main jambak? Udah gede tapi kelakuan kayak bocil."

Salah satu pengawal langsung ngeluarin ponsel dan nelpon seseorang, mungkin Teddy.

Gue masih duduk di lantai, kepala makin berat, dan penglihatan mulai buram. Tapi sebelum semuanya gelap, satu hal yang gue pikirin cuma satu…

Teddy bakal ngamuk abis-abisan kalau dia liat gue kayak gini.

...****************...

Gue gak tahu berapa lama gue gak sadar, tapi pas gue buka mata, kepala gue masih cenat-cenut. Gue udah ada di kamar, tangan gue nempel di perban di kepala.

Sialan.

Gue mengerang pelan dan coba bangun, tapi tiba-tiba ada suara berat yang bikin gue langsung kaget.

"Diam."

Gue ngangkat kepala, dan di ujung kasur, Teddy duduk sambil nahan-nahan rahangnya. Mukanya gelap, matanya tajem kayak mau ngebunuh orang.

"Lo tahu gue lagi kerja, terus tiba-tiba dapet kabar istri gue kepalanya bocor karena diserang mantan gue sendiri?" suaranya dalam dan penuh tekanan, bikin udara di kamar jadi mencekam.

Gue ngelirik ke pelayan yang berdiri di dekat pintu, mereka menunduk tanpa suara.

"Eh, tapi bukan salah gue. Gue cuma mau liat siapa yang ribut-ribut di depan, eh dia main jambak kepala gue."

Teddy mendengus. "Dan lo ngelawan?"

"YA IYALAH!" Gue langsung refleks bangkit duduk, tapi nyeri di kepala bikin gue meringis.

"Sialan!" Gue ngelus kepala gue yang masih berdenyut.

Teddy tiba-tiba bangkit, ngelepas jasnya, dan dengan langkah lebar dia langsung mendekat ke gue. Gue otomatis mundur dikit, tapi dia keburu narik tangan gue dan mendekatkan wajahnya.

"Gue kasih lo kebebasan, tapi bukan buat lo gegabah. Kalau ada yang nyari masalah, kenapa lo gak diem di dalam aja?!" Suaranya tajem, jelas banget dia lagi nahan emosi.

"Gue bukan orang yang bisa ngumpet kalau ada yang ngehina gue, oke?" sanggah gue sambil cemberut.

Dia mendesah kasar, lalu tanpa peringatan, dia menarik kepala gue ke dadanya. Gue kaget, tubuh gue nempel di tubuhnya yang kekar.

"Lo pikir gue gak bisa lihat lo masih gemetar?" bisiknya pelan.

Gue terkejut. Sial, dia nyadar.

Ternyata, meskipun mulut gue masih nyolot, tangan gue dingin dan tubuh gue bergetar halus.

Gue emang kesel dan marah tadi. Tapi gue juga takut.

Nyerang orang pakai jambakan sampai kepala bocor, itu gila.

Teddy nahan napas sebelum melepaskan gue sedikit dan megang kedua pipi gue. Mata tajamnya berubah lebih lembut, tapi tetap ada bara kemarahan di sana.

"Dengerin gue. Mulai sekarang, lo gak usah keluar rumah kalau gak ada gue."

Gue memutar mata. "Lo bercanda? Gue bukan tahanan lo."

"Bukan. Lo istri gue." Teddy menekan kata terakhir dengan serius. "Dan mulai hari ini, gue pastiin gak ada yang berani nyentuh lo lagi."

Gue menatapnya. Kali ini, gak ada cengiran atau kata-kata jahil dari gue. Karena di matanya, gue bisa lihat betapa seriusnya dia.

Dan mungkin…

Mungkin kali ini, gue gak keberatan kalau dia protektif.

Meskipun kepala gue masih agak cenat-cenut, gue diem aja waktu Teddy ngebenerin posisi gue di kasur, ngerapiin selimut, dan nyuruh pelayan buat ambilin makanan.

Gue bukannya nurut, tapi badan gue masih lemes dan… yah, emang agak nyaman sih dilayanin begini.

Teddy duduk di kursi sebelah kasur, tangannya melipat di dada. Rahangnya masih tegang, matanya nyala penuh emosi.

Gue iseng. "Lo marah sama gue atau sama mantan lo?"

Dia diem sebentar sebelum jawab. "Dua-duanya."

"Salah gue apaan? Gue korban di sini." keluh gue spontan.

"Korban yang gak bisa diem. Lo tuh kayak kucing liar, udah dikasih tempat tinggal masih aja keluyuran."

"Iya dong, kucing mahal. Makan enak, rumah gede, suami tajir."

"Lo gak takut sama sekali ya?" Dia mendelik ke gue.

Gue diem sebentar. Jujur aja, kejadian tadi tuh bukan hal yang biasa. Gue udah beberapa kali ribut sama orang, tapi gak pernah sampe kepala bocor.

Tapi kalau gue nunjukin takutnya sekarang, Teddy bakal makin overprotektif.

"Ya udah kejadian. Gue cuma kaget aja, gak nyangka ada perempuan yang main fisik duluan."

"Mantan gue bukan perempuan biasa, dia terbiasa hidup dengan kekerasan."

Gue langsung kepo. "Hah? Maksudnya?"

"Gak penting buat lo tahu."

"Loh, kok gitu? Orangnya udah hampir bunuh gue barusan, gue berhak tahu latar belakangnya." rengek gue, gamau tau dia mau marah ke gue atau enggak. Gue kepo.

Teddy menghela napas panjang, jelas banget dia males ngomongin ini.

"Gue bakal urus dia. Lo gak perlu tahu detailnya."

"Tapi—"

"Udah. Istirahat." Teddy berdiri, nyerahin mangkuk bubur yang baru dibawa pelayan ke tangan gue. "Makan, terus tidur."

"Lo nih kayak satpam."

Dia mengangkat alis.

"Lebih dari itu. Gue suami lo."

Gue masih kesel. Gue tahu Teddy overprotektif, tapi nyembunyiin informasi penting kayak gini? Kayak gue bocil aja yang gak perlu tahu apa-apa.

Terus sebelum gue sempet protes lebih jauh, dia maju, nunduk, dan nyium kening gue lama.

"Gue serius, Aira. Mulai sekarang, gue bakal lebih hati-hati ngejaga lo."

Gue nelen ludah. Tiba-tiba suasana berubah jadi lebih… intens.

Terus sebelum gue sempet bereaksi, dia udah jalan keluar dari kamar, ninggalin gue yang masih bengong sambil megang mangkuk bubur.

Sial.

Gue harus cari tahu lebih banyak soal mantannya ini. Teddy gak bisa terus-terusan nyembunyiin sesuatu dari gue.

.

.

.

Next 👉🏻

Terpopuler

Comments

💝F&N💝

💝F&N💝

iya aku dukung aira. tp lo harus hati hati krn mungkin teddy gak ingin kamu kenapa kenapa. jadi berhati hatilah dlm bertindak mencari informasi tentang mantannya teddy.
eh aira, apa kamu sudah ada rasa sama teddy walau sedikit.

2025-04-07

1

💝F&N💝

💝F&N💝

ayo lanjut lagi thor. yg banyak yaaaaaaaaa.
di tunggu nih😅😅😅🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻

2025-04-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!