Dendam Gila Sagara

Dendam Gila Sagara

Chapter 1

"Kak! Kakak! Ke sini cepetan!" Teriak anak lelaki berkaos oblong warna cokelat yang dipadukan dengan celana kolor selutut berwarna hitam. "Kak Rara, cepetan!!" teriaknya.

"Ada apa sih, Raja?!" balas Rara sama-sama berteriak sembari berlari tergopoh-gopoh menghampiri adiknya yang berdiri di ambang pintu keluar.

"Cepetan Kak!!" Teriakan Raja kembali mengintrupsi, membuat Rara menyingkirkan tubuh kurus adiknya dari ambang pintu.

"Ya Tuhan!" pekik Rara saat melihat seorang anak lelaki berseragam SMA tergeletak begitu saja di teras depan rumahnya. "D-dia siapa Ja dan dia kenapa?" tanya Rara sambil buru-buru menghampiri tubuh anak SMA tersebut.

"Aku nggak tahu, Kak!" sergah Raja menggelengkan kepala seraya mengekori Kakaknya dari belakang.

"De! Bangun De! Kamu masih hidup 'kan?" Rara menepuk-nepuk lengan putih si anak SMA.

"Kak, aku takut," cicit Raja. Dia mengeratkan pegangan tangannya pada piyama yang dikenakan Kakaknya. "Jangan-jangan ... dia korban pembunuhan?" sambungnya dengan suara bergetar ketakutan.

"Diem ih, jangan bicara sembarangan!" tegur Rara seraya terus menepuk-nepuk lengan si anak SMA.

"Euunghh!" Lenguhan keluar dari bibir merah delima si anak SMA, membuat Rara dan Raja menghembuskan napas lega.

"Syukurlah ... ternyata kamu masih hidup!" ucap Rara sembari membantu pemuda SMA itu bangun dari tempatnya dengan dibantu oleh Raja juga. Kakak beradik itu memapah tubuh si anak SMA, membawanya masuk ke dalam rumah dan ditidurkan di kamar Raja.

"Ambilin minum gih!" perintah Rara kepada adiknya.

Raja mengangguk dan segera pergi ke dapur.

"Nama kamu siapa? Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa tergeletak di teras rumah saya?" cerocos Rara memberondong anak SMA tersebut dengan tiga pertanyaan sekaligus.

"Namaku Ss-Sa-gara. Sepulang sekolah tadi, aku dicegat sekelompok preman, motorku dirampas dan aku dipukuli. Aku berusaha kabur dari mereka dan akhirnya sampai di sini, kemudian aku nggak ingat apa-apa lagi," jelas Saga dengan suara pelan sedikit bergetar dan membuat Rara menatap penuh iba.

"Ya Tuhan ... malang sekali nasibmu, Dek," lirih Rara, tercenung. Kemudian tidak berselang lama, Raja masuk ke kamar satu gelas air putih di tangannya. Lalu memberikan air tersebut kepada Rara. "Minum dulu, Dek!" Rara mendekatkan gelas itu ke bibir Sagara.

Saga pun meminumnya sampai tidak bersisa. "Terima kasih," ucap Saga. "Panggil saja Saga atau Gara, jangan Adek!" sambungnya meminta.

Rara menganggukkan kepala.

"Ayo, aku obatin luka di wajah kamu!" Rara mengambil kotak P3K yang tadi sudah dibawa oleh Raja. "Oh ya Saga, kenalin namaku Rara dan ini adikku Raja," jelas Rara memperkenalkan diri.

Saga menganggukkan kepala.

"Kamu istirahat aja ya, aku dan Raja mau ke dapur dulu. Mau nyiapin makan malam," kata Rara setelah selesai mengobati luka di wajah Saga.

"Terima kasih karena kalian sudah menolongku," imbuh Saga penuh haru sebelum kakak beradik itu meninggalkannya.

"Sama-sama!" jawab keduanya disertai senyuman.

________

"Oh jadi Kak Rara ini udah kerja, ya ... Aku kira masih kuliah," kata Saga setelah ketiganya selesai menyantap makan malam. Sepanjang makan malam tadi, Rara dan Raja tidak berhenti berbicara, menceritakan kisah hidup mereka pada Saga dan Saga pun demikian. Menceritakan tentang asal-usulnya dan kehidupannya.

"Iya, tadinya pengen kuliah, tapi Mama keburu nggak ada. Jadi aku milih kerja aja. Kalau aku maksain buat kuliah, kasihan Raja, nanti nggak kebagian modal buat sekolahnya," kekeh Rara sambil menggusak rambut hitam adiknya.

"Iya juga ya!" Saga menggangguk-anggukkan kepalanya menanggapi perkataan Rara.

"Berarti kita bertiga senasib, sama-sama ditinggal meninggal oleh Mama," celetuk Raja dengan wajah polosnya. Sontak hal itu mengundang pelototan dari Rara. Raja pun tercengir bagai kuda.

"Oh ya Kak, berhubung Kak Rara jualan kue basah, aku mau pesen dong buat acara di tempatku, seratus bungkus saja!" ujar Saga dan tentu saja langsung membuat Rara memekik bahagia.

"Alhamdulillah! Siap Saga!" seru Rara penuh sukacita. "Untuk hari apa dan diantar ke mana?" tanya Rara antusias.

"Hari minggu lusa. Nanti alamatnya aku chat aja!" tukas Saga dan Rara pun mengangguk paham.

Setelah mengatakan hal itu, Saga pun berpamitan. Karena tukang ojek yamg dipesan Rara untuk mengantarkannya pulang sudah datang.

Rara dan Raja melambaikan tangan kepada Saga sebelum pemuda SMA itu naik ke atas motor. "Hati-hati!" seru Rara dan motor yang membawa Saga pun berlalu dari hadapan keduanya.

"Kak Saga tampan banget ya, Kak," ujar Raja sambil memandangi kepergiannya.

"Iya," sahut Rara mengulum senyum. Saga memang sangat tampan, kalau menurut anak zaman sekarang mah Saga itu punya wajah blasteran surga. "Jhahaha ...." Rara tertawa dalam hatinya.

________

"Ceileh, itu muka ceria amat sih Nul! Aku perhatikan dari pagi sampe sore begini kok kamu mesem-mesem sendiri, ada apa sih? Cerita atuh ke aku!" Rara menghampiri Inul, rekan kerjanya sesama cleaning service di perusahaan Wijaya Corporation.

"Ya jelaslah aku ceria, malam nanti, aku mau nge-date sama Mas Windu," jelas Inul dengan wajah sumringah.

"Ooh pantesan!" sahut Rara sambil membereskan peralatan kerjanya.

"Makanya Ra, kamu juga cepetan cari pacar! Jangan nge-jomblo aja! Nggak bosen tiap malam minggu ngelumuk aja di rumah!" cibir Inul memajukan bibir bawahnya.

Rara mendengus seraya mendelik ke arah Inul. "Nggak ada yang mau sama aku," sahut Rara dan sontak mengundang gelak tawa dari Inul.

"Bukan nggak ada yang mau, tapi kamunya aja yang terlalu menutup diri!" sergah Inul di sela-sela tawanya. "Jelas ada Pak Tama yang dari dulu suka sama kamu, tapi kamunya aja yang nggak nanggepin perasaan dia."

"Aduh Nul, aku harus bilang berapa kali sih, sama kamu! Aku dan Pak Tama itu bagai langit dan bumi. Kasta dia terlalu tinggi buat aku. Dia itu seorang manajer dan aku hanyalah petugas kebersihan. Apalagi yang suka sama Pak Tama tuh banyak banget. Hampir semua staff perempuan yang masih lajang naksir sama dia. Aku nggak minat bersaing sama mereka. Minder sekaligus ngeri!" Rara bergidik, membayangkannya saja sudah membuat dia hilang kepercayaan diri.

"Kenapa harus minder coba? Mau manajer kek, cleaning service kek, staff kantoran, direktur, artis pejabat ... semua manusia memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan. Hanya amal ibadah saja yang membedakan kita!" cerocos Inul menyanggah perkataan Rara.

Rara mendesah. "Terserah kamu aja deh Nul! Kalau ngomong sama kamu mah aku selalu kalah!" ujar Rara dengan lesu lalu berbalik untuk meninggalkan gadis berkulit sawo matang itu. Berdebat dengan Inul sama halnya berdebat dengan emak-emak rempong di pasar yang doyan ngejar diskon. Jelas tidak akan menang!

"Eee ... Mau ke mana kamu Ra? Aku belum selesai ngomong loh!" teriak Inul yang merasa kesal karena Rara malah meninggalkannya.

"Aku mau pulang!" sahut Rara tanpa menoleh lagi pada teman cerewetnya. Ia ingin segera pulang dan segera membuat kue pesanan Sagara. "Semangat menjemput cuan!" batin gadis itu bersorak bahagia.

*

Saga bersiul-siul di dalam kamar mewahnya sembari memandangi pantulan wajah tampannya di dalam cermin. Senyum miring tercetak jelas saat hape canggihnya berdering. "Hm, bagaimana?" sapanya pada orang di seberang sana.

"Beres bos!" sahut suara nun jauh di sana.

"Good jobs!" kekeh Saga mematikan teleponnya.

"Welcome to the hell, Rara Aprilia!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!