"Bik inem hari ini saya dan Hanin gak pulang. Ada pesta di Bandung, titip Sena dan viona yah bik?" Ucap Amira sambil memeriksa isi tas nya.
"Iyah nyonya, tapi Kira-kira berapa hari nyonya?"
"Berapa hari ya nin kita disana?" Tanya Amira.
"Sekitar 2 atau 3 hari lah mbak" jawab Hanin sambil melihat handphone.
"Oh iya baik nyonya" ucap bik inem.
"Oh iya Bik jangan terlalu manjain viona ya, jangan terlalu diturutin kemauannya" Ucap Hanin.
"Iyah nyonya Hanin, beres itu mah" bik inem mengacungkan kedua jempol nya.
"Oh iya Bik, satu lagi tolong jagain Luna ya. Soalnya dia kan lagi hamil, jangan sampai bertengkar sama Zarina nanti kehamilannya terganggu" Amira sedikit khawatir.
"Iyah nyonya" bik inem mengangguk paham.
"Ayo mbak, mas Wira udah nunggu"
"Yaudah bik, kami pergi dulu yah. Titip anak-anak yah bik" ucap Amira.
"Baik nyonya, hati-hati di jalan"
Amira dan Hanin pun pergi. Bik inem kembali kedapur untuk menyiapkan makan malam.
Zarina masuk kedapur untuk membuat camilan.
"Mbak Amira dan mbak Hanin udah pergi yah bik?" Tanya Zarina.
"Iyah sudah nyonya, sekitar 30 menit yang lalu" jawab bik inem.
Tak lama kemudian Luna juga masuk kedapur, Zarina melihat kehadiran Luna dengan raut wajah tak suka. Entah kenapa setiap melihat wanita itu ia benar-benar ingin sekali menjambak rambutnya. Sangat menyebalkan menurut Zarina.
"Eh bu Luna mau ngapain?" Tanya bik inem.
"Mau buat susu bik" jawab Luna.
"Kata Pak Wira kan Bu Luna gak boleh masuk dapur, biar saya aja yang buatin susu nya. Bu Luna istirahat aja di kamar. Nanti saya dimarahin" ucap bik inem.
"Ya ampun bik, saya kan cuma buat susu doang"
"Ini perintah dari pak Wira, Bu Luna gak boleh capek-capek katanya" Bik inem menuntun Luna untuk keluar dari dapur.
"Lebay banget sih Lo Lun" kata Zarina.
"Sorry? Lebay dari segimana nya yah?" Luna berbalik dan menyuruh bik inem untuk kembali bekerja.
"Bu Luna, udah gak usah diladenin" bisik bik inem.
"Itu pasti bukan anaknya mas Wira kan? Ngaku aja deh Lo!!"
Luna menghampiri Zarina dan mengabaikan bik inem.
"Itu mulut Lo gak pernah kena bangku sekolah ya? Gue tau kok Lo ngomong gitu karena iri kan?" Luna tersenyum sinis.
"Gue iri? Ngapain gue iri sama pelakor kaya Lo" Zarina tak mau kalah.
"Pelakor? Mbak Zarina gue juga tau kok kalau kedatangan Lo kesini juga berawal dari hal yang menjijikan, bahkan lebih menjijikan" ucap Luna.
"Kurang ajar banget ya Lo, tau apa Lo tentang gue?" Zarina benar-benar terpancing emosi.
"Apa sih yang gue gak tau tentang rahasia istri ke tiga suami ku ini? Dari awal sampai akhir gue tahu semuanya loh mbak Zarina"
Zarina semakin panas.
"Dasar jalang!!!!!"
"Gue gak peduli Lo bilang apa Zarina" Luna berbalik membelakangi Zarina.
Zarina meremas gagang panci kecil ditangannya, karena kesal ia mengangkat tangannya dan menyiram Luna dengan minyak panas namun seseorang berhasil melindunginya.
Dan minyak panas itu mengenai punggung seorang pria. Luna yang kaget karena dipeluk dengan tiba-tiba melihat punggung pria itu terkena minyak panas.
"Kamu gapapa Luna?" Bisik pria itu.
"Jean?? Kamu terluka" rintih Luna.
"Jean kamu ngapain?? Maafin mama nak mama gak sengaja" Zarina langsung membuang panci kecil itu.
Saat Jean ingin berbalik melihat Zarina Luna tiba-tiba pingsan dan dengan sigap Jean menggendong nya.
Bik inem dan Zarina panik lalu mengikuti Jean membawa Luna ke kamar.
"Jean mama beneran gak sengaja"
"Aduh gimana ini nak Jean?" Bik inem sangat khawatir terlebih lagi dengan keadaan punggung jean.
"Jean punggung nya mama obatin dulu, bik inem tolong panggilin dokter" pinta Zarina.
"Baik nyonya" bik inem segera menelfon dokter.
"Mama kenapa sih? Apa yang mama lakuin?" Jean kesal.
"Jean mama beneran gak sengaja, mama minta maaf"
"Ma kalau papa sampai tau, aku gak ngerti lagi apa yang bakalan terjadi"
Zarina sangat panik, bagaimana kalau Luna mengadu pada Wira tentang apa yang telah terjadi hari ini.
Dokter pun datang dan memeriksa keadaan Luna.
"Gimana Al keadaan... Ma... Mama" ucap Jean.
"Mama Lo cuman shock, dan kandungan nya baik-baik aja" ucap dokter itu dan membuat bik inem serta Zarina merasa lega.
"Aldo tolong sekalian periksa punggung Jean, tadi gak sengaja kena minyak panas" ucap Zarina.
"Aku gak papa ma" kata Jean.
Zarina menarik lengan Jean dan membawanya keluar.
"Nak Aldo keruangan sebelah saja" ajak bik inem.
"Ouh iya Bik inem"
Mereka pun keluar dari kamar Luna dan beralih ke ruang tamu yang ada di lantai 2.
"Kenapa bisa kayak gini?" Tanya Aldo.
"Lukanya parah ya do?" Tanya Zarina.
"Iyah, ini karena terlalu lama dibiarkan jadi infeksi"
Aldo mengobati luka bakar itu dengan hati-hati, Jean meringis kesakitan.
"Ini yang Lo bilang gapapa?" Aldo menepuk bagian belakang kepala Jean.
"Sakit Aldo goblok"
Jean menggeliat kesakitan ketika Aldo mengobati lukanya.
"Pelan-pelan dong"
"Jangan pakai baju dulu, biar obatnya meresap" ucap Aldo
"Makasih ya Aldo" ucap Zarina.
"Iya Tante, oh ya nanti kalau Bu Luna udah siuman tolong kasih vitamin ini ya. Soalnya kandungan nya agak lemah" ucap Aldo.
"Iyah nanti bibik kasih ke Bu Luna"
"Yaudah kalau gitu Aldo pamit ya, cepat sembuh ya kunyuk" ucap Aldo dan hanya mendapat balasan anggukan kepala dari Jean.
"Yaudah nak Jean, bibik tinggal ya. Nanti punggung nya di obatin lagi. Kalau perlu bantuan panggil bibik"
"Iyah bik" jawab Jean
Bik inem pun kembali kedapur dan hanya tinggal Jean dan Zarina diruang tamu.
"Jean maafin mama, mama nyesel. Tapi mama beneran gak sengaja" Zarina memegang kedua tangan Jean.
"Aku tau, mama gak punya niat buruk buat nyelakain Luna. Tapi aku mohon tolong emosi mama di kontrol, mama selamat hari ini tapi aku gak tau di lain hari"
"Mama tau Jean, tapi mama benar-benar gak tahan sama omongan dia"
"Udah ya ma, kita selesaikan masalah yang terjadi barusan hari ini juga. Setelah dia baikan kita ngobrol lagi"
"Makasih Jean udah ngertiin mama. Sekali lagi mama benar-benar minta maaf udah buat kamu terluka"
"Gapapa ma, mama istirahat aja. Aku juga mau ke kamar"
Zarina mengangguk dan pergi ke kamarnya.
Jean mengambil kemeja nya dan kembali ke kamar Luna. Ia melihat Luna masih tertidur, jadi ia hanya meletakan obat yang dikasih Aldo di atas nakas. Luna terbangun dan memegang tangan Jean.
"Jean??"
Jean segera menarik tangannya.
"Karena Lo udah bangun, obatnya jangan lupa diminum" ucap Jean.
"Jean bisa kita bicara?" Tanya Luna.
"Oh ya kebetulan ada yang pengen gue sampaikan juga"
Jean duduk di pinggir kasur.
"Jean tadi aku lihat punggung kamu luka, udah di obatin belum?" Tanya Luna.
"Udah" jawab Jean.
"Jean makasih udah nolong aku" ucap Luna.
"Gak masalah, menolong orang lain itu manusiawi kan?"
Luna hanya tersenyum, dan sialnya senyuman gadis dihadapannya itu membuat pipinya memerah.
"Oh iya, gue mau minta tolong apa Lo bisa bantu gue?" Tanya Jean.
"Bantu apa Jean? Kasih tau aja"
"Gue minta tolong, apapun yang terjadi hari ini jangan ceritakan apapun ke papa"
"Je tapi dia yang mulai duluan" ucap Luna.
"Gue tau mama Zarin memang sedikit nyebelin tapi dia tetap mama gue, gue khawatir kalau papa tau pasti dia bakalan marah sama mama zarin"
Luna tidak merespon.
"Gue mohon jangan buat keributan karena hal ini, gue bersyukur Lo gak kenapa-napa. Jadi gue mohon jangan cerita apapun ke papa"
"Oke gue gak bakal cerita. Demi Lo gue bakal lakuin" ucap Luna.
"Makasih" Jean pun berdiri. "Jangan lupa minum obat"
"Kamu juga, luka nya diobatin lagi"
Jean pergi meninggalkan kamar Luna.
***
"Ini buku yang Lo minta" Jean memberikan paper bag kepada Raniya.
"Wah makasih yah Jean"
Jean hanya mengangguk.
"Jean..." Panggil Keira dengan suara terengah-engah
"Hei Why?" Tanya Jean.
" Jean kata bik inem kamu lagi sakit yah?" Tanya Keira sambil meletakan punggung tangannya pada dahi Jean.
Jean menoleh ke dapur mencari keberadaan bik inem dan bik inem hanya nyengir tak berdosa.
"Gue gak sakit" kata Jean sambil menjauhkan diri dari Keira.
"Ah masa bik inem bohong sih" Keira mencoba menyentuh dahi Jean, dan membuat Raniya cemburu.
"Kalau Jean bilang gak sakit, yah berarti gak sakit" Raniya memegang lengan Keira.
"Gak usah pegang-pegang gue ihhh" Keira menepis tangan Raniya.
"Jean ini udah waktunya makan malam, kita makan yuk"
Jean hendak melihat jam tangan namun Keira menggandeng lengan kanannya.
"Makan nya sama gue aja yah Je" kata Keira.
Melihat itu Raniya tidak mau kalah, ia menggandeng lengan kiri Jean.
"Sama Raniya aja, duduk didekat Raniya yah"
Jean sungguh merasa kesal, belum lagi rasa perih di punggungnya kembali nyeri. Ini sudah waktunya di beri obat.
"Kalian ini kenapa sih? Jangan buat gue risih" Jean menarik kedua lengannya dan pergi dari mereka.
"Lo itu bisa gak sih, gak usah ganggu moment gue sama Jean" kata Raniya.
"Dih? Bukannya Jean cuman ngasih buku doang ke Lo. Gak usah GR deh" kesal Keira yang juga pergi mengikuti Jean.
"Dasar cewek gatell" Ucap Raniya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments