Kebebasan yang Semu

Hari libur selalu menjadi waktu yang paling membuat Marsha frustrasi. Bukannya bisa bersantai dan menikmati waktu luang, ia justru merasa seperti burung dalam sangkar. Ingin keluar rumah, tetapi malas berurusan dengan aturan ketat yang mengikatnya. Ingin menghabiskan hari dengan tidur, tetapi matanya tidak mengantuk.

Akhirnya, dengan langkah malas, ia memutuskan untuk berjalan-jalan di taman belakang. Taman itu sangat luas, bahkan lebih luas daripada yang pernah ia bayangkan ketika pertama kali pindah ke rumah ini. Ada berbagai macam bunga tertata rapi, pohon-pohon yang rindang, dan sebuah gazebo di tengahnya.

Marsha menghela napas pelan. Ia ragu apakah bisa menikmati tempat ini, mengingat dirinya masih merasa asing—baik di rumah ini maupun dalam kehidupannya sendiri.

Ia berjalan tanpa tujuan, membiarkan kakinya membawa ke mana saja. Saat melewati kolam kecil dengan air mancur yang gemericik lembut, pikirannya melayang pada sosok yang selama ini membuatnya semakin sulit bernapas—Sean.

Pria itu, bahkan di hari libur, tetap saja lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kerjanya. Sejak pernikahan mereka, Marsha jarang sekali melihatnya bersantai. Seakan hidupnya hanya tentang pekerjaan, tanpa ada celah untuk menikmati waktu dengan lebih ringan.

Marsha menggeleng kecil. "Benar-benar aneh," gumamnya pelan.

Apa Sean tidak pernah ingin bersantai sejenak? Tidak pernahkah ia merasa lelah dengan semua yang ia jalani? Saat kembali mendekati rumah, Marsha melihat seorang pelayan berjalan tergesa-gesa, wajahnya tampak tegang.

"Kenapa?" tanyanya penasaran.

Pelayan itu sedikit terkejut melihatnya. "Maaf, Bu. Ada masalah di ruang kerja Pak Sean."

Marsha mengernyit. "Masalah?"

Tanpa berpikir panjang, ia mempercepat langkahnya menuju ruang kerja Sean. Begitu tiba di depan pintu, ia bisa mendengar suara Sean berbicara dengan nada rendah tetapi tajam.

"Aku tidak peduli alasan kalian. Aku mau semua laporan selesai hari ini."

Marsha menelan ludah. Ia mengenal nada itu—dingin, berwibawa, tetapi juga mengandung ancaman tersirat. Dengan sedikit ragu, ia mengetuk pintu.

Tidak lama kemudian, terdengar suara dari dalam. "Masuk."

Marsha membuka pintu perlahan dan melangkah masuk. Sean duduk di balik mejanya, tatapannya tajam menelusuri layar laptop di depannya. Seorang pria berpakaian formal berdiri di hadapannya, tampak tegang seperti baru saja mendapat teguran keras.

Begitu melihat Marsha, pria itu langsung menunduk sopan dan buru-buru keluar setelah mendapat isyarat dari Sean.

Marsha menutup pintu di belakangnya. "Ada apa?" tanyanya hati-hati.

Sean menghela napas dan menyandarkan punggungnya ke kursi. "Nggak ada yang perlu kamu khawatirkan."

"Itu nggak terdengar seolah 'tidak ada apa-apa'," balas Marsha sambil menyilangkan tangan di dada.

Sean menatapnya sejenak sebelum mengalihkan pandangannya. "Bisnis, Marsha. Selalu ada masalah yang harus diselesaikan."

Marsha berjalan mendekat dan duduk di sofa di depan meja kerja Sean. Ia memperhatikan pria itu yang tampak lelah, meskipun ia berusaha menyembunyikannya.

"Kamu benar-benar nggak bisa santai, ya?" Marsha berkata dengan nada lebih ringan, meskipun ada kelelahan dalam suaranya. "Setidaknya di hari libur, Sean. Hidup ini bukan hanya tentang pekerjaan."

Sean mengangkat kepalanya perlahan, tatapannya tajam tetapi samar-samar menunjukkan sesuatu—kelelahan yang selama ini berusaha ia tutupi. "Dan apa yang seharusnya aku lakukan di hari libur?"

Marsha mengangkat bahu. "Keluar, jalan-jalan, mungkin? Atau nggak, melakukan sesuatu yang tidak berhubungan dengan bisnis."

Sean menatapnya sejenak sebelum tersenyum tipis, tetapi senyum itu tidak sepenuhnya mengandung ejekan seperti sebelumnya—seolah ia mempertimbangkan sesuatu. "Kamu mau aku bersantai?"

"Emang itu terdengar seperti sesuatu yang aneh?"

Sean menghela napas pelan, jemarinya mengetuk meja kayu di depannya sebelum akhirnya berkata, "Ya."

Marsha mendesah, menyadari betapa keras kepalanya pria ini. "Aku nggak ngerti gimana kamu bisa hidup seperti ini."

Sean tidak menjawab. Ia hanya menatapnya dengan mata gelap yang selalu sulit diterjemahkan.

Setelah beberapa saat hening, Marsha akhirnya berdiri. "Kalau kamu nggak mau santai, aku akan pergi ke luar rumah sebentar."

Tatapan Sean langsung berubah tajam. "Ke mana?"

"Keluar," jawab Marsha ringan. "Mungkin ke kafe atau tempat lain. Aku butuh udara segar."

Sean mengetuk jarinya di meja, ekspresinya tidak menunjukkan setuju atau menolak.

"Sendiri?" tanyanya.

Marsha mengangguk. "Ya."

Sean menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Oke. Tapi bawa pengawal."

Marsha ingin membantah, tetapi ia tahu percuma. Setidaknya, Sean tidak melarangnya keluar. Itu sudah cukup baginya untuk saat ini.

Satu jam kemudian, Marsha duduk di sebuah kafe kecil di pusat kota, menikmati secangkir cokelat panas sambil melihat keluar jendela.

Meski tahu ada dua orang pengawal yang duduk tidak jauh darinya, ia mencoba mengabaikan mereka. Ia ingin menikmati momen ini, walaupun hanya sebentar.

Namun, kebebasannya yang singkat terganggu ketika seseorang berdiri di hadapannya.

"Marsha?"

Ia mendongak dan terkejut melihat Vano berdiri di sana. "Vano?"

Pria itu tersenyum. "Boleh aku duduk?"

Marsha ragu sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Silahkan."

Vano menarik kursi dan duduk di depannya. "Aku nggak nyangka bakal ketemu kamu di sini."

"Aku juga nggak nyangka kamu ada di sini," balas Marsha jujur.

Vano menatapnya, lalu tersenyum kecil. "Jujur aja, aku agak kaget lihat kamu waktu di kampus sama... suami kamu."

Marsha mengalihkan pandangannya, memainkan cangkir di tangannya. "Aku tahu."

"Aku nggak bakal tanya banyak," ujar Vano dengan suara lembut. "Tapi… kamu baik-baik saja?"

Pertanyaan sederhana itu membuat Marsha terdiam. Ia ingin mengatakan bahwa ia baik-baik saja, bahwa kehidupannya berjalan seperti seharusnya. Tapi apakah itu benar?

Setelah beberapa detik hening, Marsha akhirnya berkata, "Aku... masih menyesuaikan diri."

Vano tidak menekan lebih jauh. Ia hanya mengangguk pelan, seolah memahami bahwa Marsha tidak ingin membahasnya lebih lanjut.

"Kamu masih suka melukis?" tanya Vano, mencoba mengubah suasana.

Marsha tertegun. Ia bahkan sudah lama tidak memikirkan hobinya itu sejak menikah.

"Aku... nggak punya banyak waktu," akunya, suaranya terdengar lebih pelan dari yang ia harapkan.

Vano tersenyum tipis, tetapi ada sedikit rasa iba dalam sorot matanya. "Sayang sekali. Aku ingat gimana semangatnya kamu saat melukis dulu. Kamu selalu bilang kalau kanvas adalah tempat kamu merasa benar-benar bebas."

Marsha tertegun sejenak. Kata-kata itu menusuknya lebih dalam dari yang seharusnya. Sudah berapa lama sejak terakhir kali ia merasa benar-benar bebas?

Ia menghela napas, menatap jendela kafe dengan tatapan kosong. Ada bagian dari dirinya yang masih seperti dulu—Marsha yang penuh impian. Tapi ia tidak yakin apakah masih bisa menemukannya lagi.

Tapi apakah ia masih bisa menemukan dirinya yang dulu? Pertanyaan itu terus menghantui pikirannya, bahkan setelah ia kembali ke rumah dan berhadapan dengan sosok yang kini menjadi suaminya—Sean.

...***...

Terpopuler

Comments

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

nanti suami bs cemburu marshal dkt tmn priamu..

2025-03-21

0

lihat semua
Episodes
1 Pengorbanan yang Dipaksakan
2 Malam Pertama tanpa Cinta
3 Sangkar Emas
4 Makan Malam yang Dipaksakan
5 Dini Hari yang Kacau
6 Dalam Pelukan yang Tak Terduga
7 Hadirnya Vano
8 Pertanyaan yang Menghantui
9 Kedatangan yang Tak Terduga
10 Kebebasan yang Semu
11 Batas yang Ditetapkan
12 Warna dalam Kehidupan Marsha
13 Keputusan Sean
14 Dibalik Kilauan Berlian
15 Masa Lalu yang Kembali
16 Jarak yang Memisahkan
17 Hadiah yang Tak Terduga
18 Kepergian Sean
19 Sang Ibu
20 Benturan dengan Keluarga
21 Pulang Kerumah
22 Dalam Dekapan Sean
23 Pulang Bersama Sean
24 Bukan Pilihan, Hanya Kewajiban
25 Diantara Jarak dan Keheningan
26 Di Antara Cemas dan Harapan
27 Menemani dalam Luka
28 Sean yang Kembali Pulih
29 Rahasia yang Terungkap
30 Bayang-Bayang Ancaman
31 Batas yang Tak Terlihat
32 Penculikan di Tengah Senja
33 Pesan Ancaman
34 Mencari keberadaan Marsha
35 Saat Sean Menemukan Marsha
36 Jejak Dendam
37 Batasan Dalam Dendam
38 Luka yang Tak Terlihat
39 Dalam Dekapan yang Sesungguhnya
40 Pagi yang Berbeda
41 Pemburuan di Balik Bayangan
42 Keputusan yang Menentukan
43 Kepulangan yang Penuh Pertanyaan
44 Bayang-Bayang Masa Lalu
45 Ancaman yang Tak Terlihat
46 Musuh di Sekitar
47 Maya Kembali?
48 Hangatnya Malam Itu
49 Janji dalam Diam
50 Kebenaran atau Kebohongan
51 "Rahasia, Rencana, dan Masa Depan Kita"
52 Liburan Tanpa Batas
53 Ketika Ragu Mulai Menyusup
54 Antara Kata dan Bukti
55 Cinta atau Ilusi
56 Kebenaran yang Terungkap
57 Akibat Bermain Api
58 Hanya Ada Satu Pilihan
59 Jarak yang Harus Dijaga
60 Kepemilikan dan Rasa Cemburu
61 Rahasia Sean
62 Menggali Masa Lalu
63 Jejak yang Mulai Terungkap
64 Sean, Apa yang Kamu sembunyikan?
65 Rahasia yang Mulai Terbuka
66 Rahasia yang Menyakitkan
67 Flashback: Awal Mula
68 Marsha dan Diana: Menerima Kebenaran
69 Terikat Tanpa Sadar
70 Kehangatan yang Nyata
71 Diantara Bisnis dan Dendam
72 Perang yang Dimulai dari Meja Makan
73 Permainan yang Semakin Rumit
74 Investigasi Dimulai
75 Mengungkap Kebenaran
76 Pertemuan dengan Olivia Lancaster
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Pengorbanan yang Dipaksakan
2
Malam Pertama tanpa Cinta
3
Sangkar Emas
4
Makan Malam yang Dipaksakan
5
Dini Hari yang Kacau
6
Dalam Pelukan yang Tak Terduga
7
Hadirnya Vano
8
Pertanyaan yang Menghantui
9
Kedatangan yang Tak Terduga
10
Kebebasan yang Semu
11
Batas yang Ditetapkan
12
Warna dalam Kehidupan Marsha
13
Keputusan Sean
14
Dibalik Kilauan Berlian
15
Masa Lalu yang Kembali
16
Jarak yang Memisahkan
17
Hadiah yang Tak Terduga
18
Kepergian Sean
19
Sang Ibu
20
Benturan dengan Keluarga
21
Pulang Kerumah
22
Dalam Dekapan Sean
23
Pulang Bersama Sean
24
Bukan Pilihan, Hanya Kewajiban
25
Diantara Jarak dan Keheningan
26
Di Antara Cemas dan Harapan
27
Menemani dalam Luka
28
Sean yang Kembali Pulih
29
Rahasia yang Terungkap
30
Bayang-Bayang Ancaman
31
Batas yang Tak Terlihat
32
Penculikan di Tengah Senja
33
Pesan Ancaman
34
Mencari keberadaan Marsha
35
Saat Sean Menemukan Marsha
36
Jejak Dendam
37
Batasan Dalam Dendam
38
Luka yang Tak Terlihat
39
Dalam Dekapan yang Sesungguhnya
40
Pagi yang Berbeda
41
Pemburuan di Balik Bayangan
42
Keputusan yang Menentukan
43
Kepulangan yang Penuh Pertanyaan
44
Bayang-Bayang Masa Lalu
45
Ancaman yang Tak Terlihat
46
Musuh di Sekitar
47
Maya Kembali?
48
Hangatnya Malam Itu
49
Janji dalam Diam
50
Kebenaran atau Kebohongan
51
"Rahasia, Rencana, dan Masa Depan Kita"
52
Liburan Tanpa Batas
53
Ketika Ragu Mulai Menyusup
54
Antara Kata dan Bukti
55
Cinta atau Ilusi
56
Kebenaran yang Terungkap
57
Akibat Bermain Api
58
Hanya Ada Satu Pilihan
59
Jarak yang Harus Dijaga
60
Kepemilikan dan Rasa Cemburu
61
Rahasia Sean
62
Menggali Masa Lalu
63
Jejak yang Mulai Terungkap
64
Sean, Apa yang Kamu sembunyikan?
65
Rahasia yang Mulai Terbuka
66
Rahasia yang Menyakitkan
67
Flashback: Awal Mula
68
Marsha dan Diana: Menerima Kebenaran
69
Terikat Tanpa Sadar
70
Kehangatan yang Nyata
71
Diantara Bisnis dan Dendam
72
Perang yang Dimulai dari Meja Makan
73
Permainan yang Semakin Rumit
74
Investigasi Dimulai
75
Mengungkap Kebenaran
76
Pertemuan dengan Olivia Lancaster

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!