Weekend Seru!

Weekend ini, rumah mewah Alyisa yang terasa seperti istana dipenuhi gelak tawa. Anya, Anin, Hilda, Salwa, dan Naya, The Sparkling Squad, menginap di sana. Orang tua Alyisa sedang pergi ke luar kota, meninggalkan Alyisa dan tiga kakak laki-lakinya yang tampan, Rayyan, Hilmy, dan Harry (kembarannya), menjaga rumah. Begitu mereka masuk, mata teman-teman Alyisa langsung berbinar. Rumah itu benar-benar luar biasa. Ruang tamu yang luas, dekorasi yang elegan, dan aroma parfum mahal memenuhi ruangan.

Setelah mengobrol dan menjelajahi rumah, mereka berkumpul di kamar Alyisa. Musik mengalun pelan, Hilda memilih baju, Salwa mencari playlist, Naya dan Anya berselfie, dan Anin melakukan video call dengan Kak Jasver untuk mengerjakan tugas. Alyisa masih kesal karena hukuman yang diberikan Kak Jasver di sekolah: membersihkan ruangan OSIS selama seminggu karena lipgloss-nya disita saat razia.

Alyisa, masih cemberut, mendekati Anin dan berbisik ke arah ponselnya, "Kak Jasver, aku masih kesel banget sama hukumannya. Membersihkan ruangan OSIS seminggu itu bener-bener bikin capek tau nggak sih?"

Kak Jasver yang ada di layar tersenyum tipis, "Alyisa, aku sudah menjelaskan konsekuensinya. Kamu melanggar peraturan, jadi kamu harus bertanggung jawab." Suaranya terdengar tegas, tidak menunjukkan tanda-tanda akan meringankan hukuman.

"Tapi, Kak… lip gloss-ku cuma sedikit kok," protes Alyisa, suaranya terdengar sedikit bergetar menahan kesal. "Dan ruangan OSIS itu kotor banget! Aku capek banget!"

"Aku mengerti kamu capek, Alyisa. Tapi peraturan tetaplah peraturan. Kamu harus belajar dari kesalahanmu," jawab Kak Jasver dengan nada yang tetap tegas, namun sedikit lebih lembut. Ia tidak mau terlihat terlalu keras, tapi juga tidak mau mengalah.

Tiba-tiba, Harry muncul di balik pintu. Mendengar percakapan mereka, ia menyeringai jahil. "Kak Jasver, bener tuh. Biar dia kapok, tambahin aja hukumannya jadi dua minggu!" ujarnya sambil tertawa.

Alyisa langsung melotot ke arah Harry, "Harry! Dasar kamu!" teriaknya sambil mengejar Harry. Mereka berlari kejar-kejaran di dalam kamar, Alyisa yang sangat marah berusaha menangkap Harry.

Dalam kejar-kejaran itu, Alyisa berhasil menangkap Harry. Dengan cepat, Alyisa mengambil bedak yang ada di meja rias dan menaburkan bedak itu ke wajah Harry. Wajah Harry pun menjadi putih bersih tertutup bedak. Harry terbahak-bahak, sementara Alyisa masih kesal, tapi akhirnya ikut tertawa juga. Anin dan teman-teman yang lain hanya bisa tertawa melihat tingkah Alyisa dan Harry yang seperti anak kecil. Kak Jasver di layar ponsel Anin ikut tersenyum melihat kekacauan yang terjadi. Suasana kamar Alyisa menjadi lebih riang dan penuh keceriaan, meskipun Alyisa masih sedikit kesal pada Kak Jasver karena hukumannya tidak diringankan.

POV JASVER!

"Anin, perhatikan baik-baik. Jika x + 2y \= 7 dan 2x - y \= 11, maka nilai x dan y adalah…," suaraku terdengar tenang, berusaha fokus menjelaskan soal aljabar kepada Anin di layar ponselnya. Anin, dengan wajah serius, tampak sedang berjuang memahami rumus yang kuajarkan. Ia mengangguk-angguk, sesekali mengerutkan dahi. Ini adalah sesi les online rutin kami. Anin adalah siswi yang cerdas, hanya saja terkadang butuh sedikit dorongan ekstra.

Tiba-tiba, sudut mataku menangkap sesuatu yang bergerak di layar ponsel Anin. Awalnya hanya bayangan, tapi kemudian terlihat jelas: Alyisa dan Harry, yang sedang bertengkar. Alyisa, dengan wajah merah padam, sedang mengejar Harry yang terlihat panik sambil tertawa. Rambut Alyisa sedikit berantakan, dan wajah Harry… oh, wajah Harry! Sepenuhnya tertutup bedak putih!

Aku hampir tertawa terbahak-bahak. Bayangan mereka yang berlarian di layar ponsel Anin sungguh lucu. Aku berusaha keras menahan tawa, karena Anin tampak serius sekali mengerjakan soal matematika. Bayangan Alyisa yang sedang menaburkan bedak ke wajah Harry, dan Harry yang berusaha menghindar sambil tertawa… itu pemandangan yang sangat menghibur. Aku membayangkan bagaimana wajah Alyisa terlihat kesal, sementara Harry terlihat seperti badut dengan wajah putih bersih. Mereka berdua benar-benar seperti anak-anak yang sedang bertengkar.

"Anin, fokus ya," kataku, suaraku sedikit bergetar menahan tawa. "Jika kamu masih bingung, kita coba cara lain untuk menyelesaikan soal ini."

Di sela-sela penjelasan matematika, bayangan Alyisa dan Harry masih terlintas di pikiranku. Aku bisa membayangkan pertengkaran mereka yang mungkin berawal dari hukuman yang ku berikan kepada Alyisa karena lipgloss-nya. Dan Harry, seperti biasa, selalu menambah masalah. Mereka berdua memang seperti Tom dan Jerry, selalu bertengkar tapi tetap lucu. Melihat keakraban mereka, walaupun dalam pertengkaran, tiba-tiba sebuah perasaan muncul. Rasa iri, mungkin.

Aku sendiri tinggal di apartemen kecil, jauh dari keluarga. Orang tuaku sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, dan Aku di kota lain. Kehidupan mereka terasa begitu dekat dan hangat, sementara aku… hidupku terasa sepi dan sunyi. Aku memiliki semuanya: kesuksesan akademik, jabatan sebagai ketua OSIS, tapi kehangatan keluarga… itu yang kurang.

"Jadi, Anin, nilai x adalah 5 dan nilai y adalah 1," jelasku, akhirnya kembali fokus pada penjelasan matematika. Meskipun pikiran masih sedikit teralihkan oleh kekacauan Alysa dan Harry, dan juga oleh perasaanku sendiri, aku berhasil menyelesaikan sesi les online dengan baik. Namun, senyum kecil masih tersungging di bibirku, terbayang-bayang wajah Harry yang tertutup bedak, dan juga rasa haru melihat kehangatan keluarga Alysa. Hari ini, aku tidak hanya mengajar matematika, tapi juga mendapat hiburan gratis dari pertengkaran lucu Alysa dan Harry, dan juga sebuah pelajaran tentang arti keluarga.

...****************...

Cahaya lampu kota menerangi apartemen kecilku. Setelah menyelesaikan sesi les online dengan Anin, bayangan wajah Harry yang tertutup bedak masih membuatku tersenyum. Tapi, di balik senyum itu, rasa sepi dan kehilangan kembali muncul. Aku merindukan Mama. Senyum Mama dalam foto itu masih terasa hangat, tapi sentuhannya sudah tak lagi kurasakan. Kehilangan itu seperti bayangan, selalu ada, selalu terasa dingin.

Aku duduk di sofa, memandangi foto Mama. Ingatan tentang masa kecilku bersama Mama kembali berputar. Bagaimana Mama selalu ada untukku, menemaniku belajar, memasak makanan kesukaanku, mendengarkan keluh kesahku. Sekarang, hanya tinggal kenangan. Apartemen ini terlalu sunyi. Hanya gema langkah kakiku yang menggema di setiap sudutnya. Aku merindukan suara Mama, suara yang dulu selalu menenangkanku.

Aku meraih ponselku, mencoba menghubungi Papa. Tapi, aku ragu. Papa selalu sibuk. Aku meletakkan kembali ponselku, rasa sepi kembali menyelimutiku. Aku berdiri, berjalan ke jendela, memandangi gemerlap lampu kota. Rasanya begitu jauh dan sepi. Bayangan Alyisa dan Harry yang bertengkar, tapi tetap bersama keluarganya, mengingatkanku pada Mama. Aku bisa menyelesaikan soal matematika yang rumit, memimpin OSIS, tapi aku tak bisa mengendalikan air mata ini. Aku rindu bimbingan Mama, pelukannya yang selalu membuatku merasa aman. Hidupku seperti pohon yang ditebang badai. Batangnya masih berdiri, tapi daun-daunnya berguguran, meninggalkan dahan yang gersang dan hampa. Kosong. Hanya itu yang tersisa setelah Mama pergi. Kosongnya pelukan, kosongnya nasihat, kosongnya cinta. Dan yang paling menyakitkan? Kenyataan.

Tiba-tiba, suara notifikasi ponselku membuyarkan lamunanku. Pesan dari Anin. "Kak Jasver, makasih ya udah ngajarin aku matematika tadi. Aku sekarang udah ngerti kok. Oh iya, tadi Alyisa sama Harry berantem lagi, lucu banget! Aku kirim videonya, ya?"

Aku tersenyum kecil, sedikit getir. Aku membuka pesan Anin, dan sebuah video singkat muncul. Mereka masih bertengkar, tapi ada kehangatan di antara mereka. Aku merasa sedikit lega. Meskipun aku sendiri, aku masih bisa merasakan kehangatan dari hubungan saudara, walaupun hanya dari layar ponsel. Tapi, itu tak cukup. Air mata kembali menetes. Bukan air mata sesal, atau penyesalan. Tapi air mata penerimaan. Penerimaan atas kenyataan bahwa kehilangan adalah bagian dari hidup, dan bahwa proses penyembuhan membutuhkan waktu. Mungkin, suatu hari nanti, aku akan lebih ikhlas. Mungkin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!