The Sparkling Squad vs. Osis

Pelajaran Matematika Bu Dina akhirnya selesai. Rasanya lega banget! Untungnya, aku bisa menjawab soal-soal Matematika dengan benar. Meskipun masih sedikit kesal gara-gara kejadian tadi pagi, setidaknya aku bisa sedikit melupakan masalah itu.

Aku dan The Sparkling Squad – Anya, Anin, Hilda, Salwa, dan Naya – sedang asyik mengobrol ketika Anin tiba-tiba berbisik, wajahnya serius.

"Eh, guys," katanya pelan, "gue dengar ada razia dadakan dari OSIS."

Sontak, suasana berubah tegang. Kami saling berpandangan. Waduh, masalah lagi! Tas kami berlima penuh dengan makeup.

"Seriusan, Nin?" tanya Hilda, panik.

Anin mengangguk. "Iya, katanya Kak Jasver yang memimpin razia. Dia lagi ngumpulin anggota OSIS di lapangan."

Kami langsung panik. Razia OSIS jauh lebih ketat daripada razia guru biasa. Mereka akan memeriksa tas dan laci meja dengan teliti. Makeup kami bisa disita!

"Gimana dong?" Anya panik. "Kalau ketahuan, kita bisa kena hukuman berat!"

"Sembunyiin aja!" Salwa langsung sigap mengeluarkan berbagai macam kosmetik dari dalam tasnya, diikuti oleh kami berenam. Buku-buku pelajaran, kotak pensil, bahkan sepatu pun kami jadikan tempat persembunyian. Kami bekerja sama dengan cepat dan efisien, berusaha agar tidak ada satupun makeup yang terlihat. Suasana tegang sekali. Ini seperti operasi rahasia! Naya dengan cermat memastikan tidak ada satupun jejak makeup yang tersisa di meja kami.

"Semoga aja nggak ketahuan," gumamku, sambil memastikan lipglossku sudah tersembunyi dengan aman . Jantungku berdebar-debar. Rasanya seperti sedang melawan OSIS. Harus berhasil! Kita harus menyelamatkan koleksi makeup kita!

...****************...

...Suasana kelas semakin tegang. Detik-detik menegangkan. Suara langkah kaki terdengar dari luar kelas. Kami saling pandang, jantung berdebar kencang. Itu pasti anggota OSIS!

Pintu kelas terbuka. Kak Jasver, ketua OSIS yang terkenal tegas, masuk bersama beberapa anggota OSIS lainnya. Mereka mulai memeriksa tas dan laci meja satu per satu dengan teliti. Kami pura-pura tenang, mencoba agar tidak kelihatan saraf.

Kak Jasver mendekati meja kami. Deg-degan! Kami berpura-pura fokus pada buku pelajaran, tangan gemetar sembunyi-sembunyi menjaga agar makeup tidak jatuh atau terlihat.

Pemeriksaan berlangsung lambat dan teliti. Kak Jasver memeriksa buku-buku kami satu persatu, kemudian memeriksa kotak pensil. Hati kami berdebar-debar keras.

Untungnya, persembunyian kami cukup aman. Kak Jasver tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Ia lalu beralih ke meja lain.

Satu persatu meja diperiksa. Napas kami baru terlepas saat Kak Jasver dan anggota OSIS lainnya meninggalkan kelas. Kami saling pandang, merasa lega dan bersyukur. Misi menyelamatkan makeup berhasil!

Namun, perasaan lega itu hanya sementara. Kami masih harus berhati-hati. Razia bisa terjadi kapan saja. Kami berjanji untuk lebih berhati-hati di masa yang akan datang. Mungkin kami harus memikirkan tempat persembunyian yang lebih aman dan kreatif.

...****************...

Setelah melewati razia OSIS dengan selamat, suasana kelas kembali normal. Namun, ketegangan belum benar-benar hilang. Kami masih merasa waspada. Bayangan hukuman OSIS masih menghantui pikiran kami.

"Untung aja kita berhasil ngelabui Kak Jasver," kata Salwa, suaranya masih bergetar sedikit.

"Iya, beneran deg-degan banget!" tambah Anya. "Rasanya kayak lagi main film action!"

Kami bersama-sama mengeluarkan makeup dari tempat persembunyian rahasia kami. Satu persatu, kami memeriksa kondisi makeup kami. Untungnya, semuanya masih dalam keadaan baik.

"Tapi, ini nggak bisa terus-terusan gimana, sih?" kata Naya, mengeluarkan sebuah lipstik dari dalam buku matematika. "Kita harus cari cara yang lebih aman untuk menyimpan makeup kita."

"Ide bagus, Nay!" setuju Anin. "Gimana kalau kita buat tempat persembunyian yang lebih rahasia?"

Kami berenam kemudian berdiskusi untuk mencari ide tempat persembunyian yang lebih aman. Berbagai ide muncul, dari menggunakan botol minuman kosong sampai membuat kotak persembunyian yang disamarkan di dalam tas.

"Atau," usul Hilda, "kita bisa minta bantuan Harry buat bikin tempat persembunyian yang canggih!" Harry adalah kembaran Alyssa yang pintar dan kreatif.

Ide Hilda disambut dengan antusias. Kami sepakat untuk meminta bantuan Harry. Semoga dengan bantuan Harry, kami bisa menyimpan makeup dengan lebih aman dan tidak perlu lagi was-was ketika ada razia.

Hari itu juga, setelah pelajaran Matematika, kami menemui Harry di kantin. Dengan hati-hati, kami menjelaskan masalah kami dan meminta bantuannya untuk membuat tempat persembunyian makeup yang rahasia. Harry, dengan senyum mengejeknya, menawarkan bantuannya. Ia menjanjikan tempat persembunyian yang tidak akan pernah ketahuan oleh siapapun. Namun, raut wajahnya agak mencurigakan.

Tanpa menunggu lama, Harry langsung membuat sebuah kotak kecil yang tampak biasa saja. Di dalamnya terdapat sistem persembunyian yang sangat sederhana, hanya sebuah kompartemen tersembunyi di bagian bawah. Kami cukup meragukan keahliannya, tapi karena sudah terlanjur meminta bantuannya, kami tetap menyimpan semua makeup kami ke dalam kotak itu.

Belum sempat kami bernapas lega, tiba-tiba Kak Jasver datang bersama beberapa anggota OSIS lainnya. Mereka langsung mendekati kami dan memeriksa tas kami. Tatapan Kak Jasver sangat tajam dan mencurigakan.

"Saya sudah tahu kalian menyembunyikan makeup," kata Kak Jasver dengan tatapan tajam. Ia kemudian menunjukkan kotak persembunyian yang dibuat Harry. "Harry yang memberitahu saya."

Kami terkejut dan kecewa. Harry telah mengungkapkan rahasia kami dengan cepat. Semua makeup kami disita oleh OSIS. Kami mendapatkan hukuman yang sangat berat. Kepercayaan kami kepada Harry telah dikhianati. Kami sangat marah dan kecewa padanya. Ternyata senyum mengejeknya tadi adalah tanda pengkhianatannya.

Semua makeup kami disita. Hukumannya? Beres-beres lapangan sampai sore! Duh, bete banget! Bukan cuma gara-gara hukumannya, tapi gara-gara Harry, si tukang usil! Ternyata dia balas dendam karena aku bikin dia telat tadi pagi.

Aku liatin Harry dari jauh. Dia malah senyum-senyum nyindir gitu. Ih, sebel!

Deuh, kesel banget. Aku jalan deket-deket dia, tapi diem aja, ngambek gitu. Aku cuma natap dia sambil bibir manyun.

Harry malah makin ngeledek, "Kenapa? Nyesel ngebut pagi tadi? Sekarang kerja keras dong!"

Aku cuma manyun makin keras. Nggak mau ngomong apa-apa. Kesel! Dia tau aku bete banget, tapi dia masih aja ngejek.

"Diem aja deh, ngambeknya nggak berguna," katanya lagi, tapi suaranya agak lemah. Kayaknya dia juga sedikit bersalah.

Aku tetep diem, tapi dalam hati masih kesel banget. Beres-beres lapangan sampe sore ini bener-bener nggak asik! Semua gara-gara Harry! "Awas aja,nanti aku aduin ke Mama" gumamnya Dan aku harus tahan ngambek sampai sore ini. Huft!

...****************...

Beres-beres lapangan hampir selesai. Matahari mulai terbenam. Capek banget! Tiba-tiba, aku lihat Kak Jasver dan beberapa anggota OSIS lainnya nungguin kami. Di antara mereka, ada Joya, anggota OSIS yang penampilannya mencolok banget. Dia emang dari dulu nggak suka sama aku.

Joya langsung nyamperin aku. "Heh, Alyssa! Rok kamu ketat banget! Nggak sopan!" katanya dengan nada sinis.

Aku udah kesel banget seharian ini, jadi aku nggak mau diem aja. "Emang kenapa? Suka-suka aku dong!" jawabku ketus.

"Ya ampun, norak banget sih! Gak lihat aturan berpakaian sekolah?" Joya manyun, matanya melotot.

"Aturan? Aturan apa? Yang mana? Nggak ada yang bilang rok aku ketat, Aku cuma pake SPAN, dasar Kamu yang NORAK!" Aku membela diri.

"Ya jelas nggak ada yang bilang! Karena kamu nggak pernah mau dengerin orang! Selalu merasa paling benar!" Joya makin emosi.

"Eh, jangan asal nuduh ya! Aku nggak salah kok!" Aku membentak balik.

"Salah? Kamu itu selalu pamer kecantikan dan kepintaran kamu! Sok sempurna!" Joya menunjuk-nunjuk aku.

"Ya ampun, lebay banget sih lo! Aku nggak pernah pamer! Dan kepintaran itu bukan kesalahan!" Aku makin kesal. Tiba-tiba aku lihat Harry lagi ngerekam video pertengkaran kami. Dia senyum-senyum jahil.

"Udah-udah! Kalian berdua diem!" Kak Jasver tiba-tiba datang dan memisahkan kami. "Alyssa, karena kamu pakai rok ketat, kamu dapet hukuman tambahan: bersihin kantor OSIS seminggu penuh!"

Aku langsung ngeluh, tapi Kak Jasver udah pergi. Joya cuma senyum-senyum mengejek. Aku liat Harry udah selesai ngerekam. Dia malah ngacungin jempol ke arahku, lalu kirim video itu ke Dafa. ARGHHHH! Keselnya nggak ketulungan! Hari ini bener-bener hari terburuk!

...****************...

Alyissa sampai rumah, Ia menelfon kekasihnya itu

"Iya, Daf. Aku janji. Aku nggak akan pakai rok itu lagi," jawab Alyissa, suaranya sedikit pelan. Ia merasa sedikit tertekan dengan sikap posesif Dafa, tapi ia juga mengerti kekhawatiran Dafa.

"Jangan cuma janji, Cil! Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa lagi! Kamu itu bikin aku khawatir setengah mati tau nggak, harus bersihin ruang OSIS segala!" Dafa masih terdengar sedikit kesal, nada bicaranya menunjukkan posesifitas yang lebih kuat.

Alyissa menghela napas. "Iya, Daf. Maaf. Aku janji aku akan lebih hati-hati. Aku nggak akan pakai rok yang ketat-ketat lagi. Aku nggak mau bikin kamu khawatir lagi."

"Gimana kalau besok aku jemput kamu pulang sekolah, terus kita langsung makan enak? Sebagai hadiah karena udah selesai tugas beratmu," Dafa mencoba melunakkan suaranya, mencoba menunjukkan sisi lembutnya.

"Beneran? Wah, makasih banyak, Daf! Aku mau makan ramen!" Alyissa langsung semangat, lupa sejenak dengan sikap posesif Dafa.

"Oke, deal! Ramen spesial buat Cil kesayanganku. Tapi, janji ya, besok kamu pakai rok yang sopan. Aku nggak mau ada lagi masalah sama OSIS. Dan jangan lupa bawa ponselmu, aku mau foto-foto kamu pakai rok baru itu. Aku mau pastikan roknya bener-bener sopan," kata Dafa, nada posesifnya masih terdengar, tapi dicampur dengan sentuhan manja.

Alyissa sedikit mengerutkan kening, tapi ia tetap menjawab, "Iya, Daf. Aku janji." Ia sedikit risih dengan keinginan Dafa untuk memfoto ia dengan rok barunya, tapi ia tidak mau membantah.

"Terus, kapan kamu pindah ke sini, Daf?" tanya Alyissa, suaranya sedikit lebih bersemangat, mencoba mengalihkan perhatian.

Dafa menghela napas. "Mungkin… minggu depan. Aku lagi urus administrasi pindah sekolahnya. Semoga aja semuanya lancar. Setelah aku pindah, aku bisa selalu jaga kamu, Cil. Aku nggak mau kamu kena masalah lagi." Nada posesif Dafa kembali terdengar kuat.

Alyissa mengangguk, sedikit tertekan tapi juga merasakan kehangatan dari kekhawatiran Dafa. Ia tahu Dafa sangat menyayanginya, tapi kadang sikap posesif Dafa membuatnya sedikit terbebani.

Mereka masih berbincang beberapa saat lagi, membicarakan rencana liburan mereka dan hal-hal lain yang menyenangkan, sampai akhirnya Alyissa memutuskan untuk mengakhiri video call. Ia merasa lebih tenang dan lebih baik setelah bercerita kepada Dafa, tapi juga sedikit terbebani dengan sikap posesif Dafa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!