"Aaaaa… jam berapa sih ini?!" Alyissa mengucek matanya, suara ngantuk masih terdengar jelas. Matahari sudah cukup tinggi di langit, menerobos celah tirai kamarnya yang mewah. Ruangannya, meski tak dijelaskan detailnya, jelas menunjukkan kemewahan yang biasa dinikmati Alyissa. Lemari pakaiannya, yang penuh dengan gaun-gaun dan aksesoris desainer, menjadi saksi bisu kebiasaannya yang sering telat.
Dengan nada manja dan sedikit ngomel, Alyissa bergumam, "Mamaaa… Papaaa… kok nggak dibangunin sih?! Alyissa kan mau sekolah! Kan Alyissa udah bilang mau berangkat jam tujuh!" Ia meraih ponselnya, melihat jam yang menunjukkan pukul setengah delapan. "Duh, telat banget! Gimana ini? Nanti dimarahin Bu Anita lagi…"
Alyissa langsung menuju kamar mandinya. Rutinitas pagi Alyissa tidaklah singkat. Ia memulai dengan membersihkan wajahnya dengan rangkaian skincare mewahnya. Pertama, cleansing milk beraroma lavender yang lembut, lalu toner yang menyegarkan, dan serum anti-aging yang mahal. Setelah itu, ia menggunakan pelembap yang ringan dan tabir surya dengan SPF tinggi. Proses ini ia lakukan dengan teliti, memastikan setiap produk meresap sempurna ke kulitnya.
Setelah mandi dan mengeringkan rambutnya, Alyissa memilih outfit sekolahnya: rok span abu-abu yang cukup ketat, kemeja putih yang dipadukan dengan blazer merah muda pastel, dan sepatu sneakers putih bersih. Rok span itu menonjolkan lekuk tubuhnya yang ramping. Ia mengenakan stocking tipis berwarna hitam. Setelah itu, ia memilih jam tangannya: sebuah jam tangan berbahan emas putih dengan tali kulit berwarna putih. Ia memasangkannya dengan hati-hati di pergelangan tangannya. Sentuhan akhir adalah jepit rambut kecil berhias berlian yang disematkan di rambut panjangnya yang tergerai.
Proses berdandan ini memakan waktu cukup lama. Ia merias wajahnya dengan natural, hanya menggunakan bedak, blush on, dan lip gloss. Ia memastikan penampilannya sempurna sebelum turun ke lantai bawah.
Saat turun ke lantai bawah, pemandangan yang dilihatnya membuatnya mengerutkan dahi. Ruang makan yang biasanya ramai, kini sepi. Hanya ada Harry, saudara kembar Alyissa, yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Di meja makan, sudah terhidang sarapan yang tertata rapi: roti panggang, selai stroberi, dan segelas susu hangat. Semua disiapkan oleh Bibi Ida, yang terlihat sedang membersihkan meja di dekatnya.
Harry, dengan senyum jahil, duduk di meja makan sambil menikmati sarapannya. "Pagi, Yis! Bibi Ida udah siapin sarapan kesukaanmu. Untung Bibi Ida baik banget, ya?" ledek Harry. "Baru bangun, ya? Aku udah siap dari setengah jam yang lalu. Mama sama Papa lagi sibuk, katanya ada acara penting. Kakak-kakak juga udah berangkat duluan. Untung ada aku, jadi kamu nggak sendirian sarapannya." Ia melirik rok Alyissa sekilas, lalu tersenyum jahil. "Rok barumu? Cukup... menonjolkan lekuk tubuhmu, ya?"
Alyissa mendengus kesal. "Ih, kamu mah ngeledek aja! Mama sama Papa kok nggak ngingetin sih? Ini semua gara-gara mereka!" Ia mengambil sepotong roti panggang dan selai stroberi kesukaannya, melahapnya dengan cepat. Ia melirik Bibi Ida sekilas, lalu tersenyum kecil sebagai tanda terima kasih.
Bibi Ida tersenyum lembut. "Makan yang banyak, Nona Alyissa. Jangan sampai sakit."
Alyissa mengangguk, lalu kembali fokus pada sarapannya. Harry tertawa. "Sabar, Yis. Lagian, kamu kan biasa telat. Mungkin mereka udah pasrah." Ia menunjuk ke arah jam dinding yang besar dan mewah. "Cepetan, nanti makin telat!"
Alyissa, meski kesal, buru-buru menghabiskan sarapannya. Ia pamit pada Bibi Ida, lalu bergegas menuju mobil yang sudah menunggu di depan rumah. Hari ini, sepertinya akan menjadi hari yang panjang dan sedikit kacau bagi Alyissa.
Alyissa mengambil sepotong roti panggang dan selai stroberi kesukaannya, melahapnya dengan cepat sambil sedikit mengomel. Ia hanya sempat mengangguk sekilas pada Bibi Ida sebagai tanda terima kasih.
Tanpa banyak basa-basi, Alyissa dan Harry bergegas keluar rumah. Sebuah mobil mewah, dengan sopir pribadi yang sudah menunggu, siap mengantar mereka ke sekolah. Selama perjalanan, Alyissa masih sedikit mengomel karena keterlambatannya, sementara Harry hanya tertawa melihat kekacauan pagi sang kembaran.
Di dalam mobil mewah, AC-nya dingin banget, tapi aku masih sibuk sama skincare. Masih pake lip balm, belum selesai! Sambil itu, aku lagi VC-an sama Dafa.
"Hai Daf! Aku telat banget nih! Gara-gara Mama sama Papa nggak bangunin!" kataku ke Dafa di HP, sambil mengoleskan lip balm.
Eh, si Harry langsung nyeletuk, "Telat lagi, Yis? Biasalah, si ratu telat." Dia tertawa lepas. "Liat deh, masih aja pake lip balm di mobil. Ntar kena macet, make up-mu luntur semua!"
Aku manyun. "Biarin! Emang kenapa? Aku harus selalu tampil sempurna, kan?" Aku lanjutin VC sama Dafa, cuek aja sama Harry.
"Eh, Daf, liat nih rok aku. Keren banget, kan? Ketatnya pas banget!" Aku agak manyun, memamerkan rok span abu-abu-ku.
"Keren sih, Yis, tapi... jangan pake rok ketat terus dong! Nanti nggak enak diliat," tegur Dafa di layar HP. "Lagian, nggak nyaman juga kan?"
Aku mengernyit. "Ih, Daf, kok gitu sih? Ini rok kesukaanku!"
Harry langsung nimpalin, "Iyalah, kesukaan kamu. Soalnya keliatan banget lekuk tubuhnya!" Dia ketawa lagi.
Aku melotot ke Harry. "Diem, Har! Kamu nggak usah ikut campur!" Aku balik ke Dafa. "Iya deh, Daf, besok-besok aku coba pake rok yang lebih longgar."
Dafa tersenyum lega. "Nah, gitu dong. Yang penting nyaman dan tetap kece, kan?"
Sepanjang perjalanan, Harry masih terus ngeledekin aku, tapi kali ini aku nggak terlalu ambil pusing. Peringatan Dafa bikin aku mikir juga. Mungkin dia benar. Meskipun aku suka rok ketat, kenyamanan juga penting. Tapi, yaaa… mungkin besok aja deh aku ganti roknya.
Matahari pagi menyinari lapangan upacara sekolah. Aku, Jasver, Ketua OSIS, berdiri tegak di barisan paling depan, mengamati siswa-siswi yang mengikuti apel pagi. Seragam putih abu-abu mereka terlihat rapi, kecuali satu orang yang baru saja datang terlambat: Alyissa. Ah, Alyissa. Gadis cantik itu memang terkenal dengan kebiasaan telatnya yang luar biasa, namun ia terkenal dengan publik speaking dan multitalentnya. Di sekolah ini, hukuman bagi yang terlambat sudah terkenal kejamnya. Bu Anita, guru BK yang tegas, tak segan-segan memberikan hukuman yang bikin kapok.
Aku melirik Alyissa yang berlari terengah-engah menuju lapangan. Rambutnya yang panjang sedikit berantakan, tapi tetap saja ia terlihat cantik. Ia mengenakan rok span abu-abu yang cukup ketat, kemeja putih, dan blazer merah muda pastel. Gayanya memang selalu modis, walau terkadang sedikit terlalu mencolok.
Alyissa langsung menuju tempat barisan kelasnya. Namun, sebelum sampai, ia beradu mulut dengan Harry, saudara kembarnya. Aku bisa mendengar suara mereka dari kejauhan. Ternyata, mereka bertengkar karena Alyissa telat, membuat Harry harus menunggunya lama. Alyissa terlihat kesal, sementara Harry terlihat jengah. Mereka berbisik-bisik, tapi raut wajah mereka menunjukkan pertengkaran kecil yang biasa terjadi di antara mereka.
Setelah apel pagi selesai, Bu Anita memanggil Alyissa untuk menerima hukumannya. Aku menghela nafas. Alyissa memang cantik, tapi kebiasaan telatnya itu benar-benar merepotkan.
Selesai apel pagi, aku menuju ruang OSIS. Aku duduk di kursiku, menatap cermin kecil yang ada di mejaku. Aku merapikan rambutku sebentar. Aku memang selalu memperhatikan penampilan. Sebagai Ketua OSIS, aku harus selalu terlihat rapi dan berwibawa.
Aku punya banyak penggemar di sekolah ini. Wajahku memang cukup tampan. Banyak yang memuji mataku yang berwarna cokelat tua dan indah, bulu mataku yang lentik, alis tebal yang membentuk bingkai sempurna untuk mataku, hidung mancung yang menambah ketampananku, dan bibir yang penuh dan sensual. Aku selalu menjaga penampilan, bukan hanya karena aku ketua OSIS, tapi juga karena aku percaya diri dengan ketampananku. Aku selalu merasa nyaman dengan diriku sendiri. Itulah mengapa aku selalu tampil kece, ganteng, dan keren. Aku yakin, penampilan yang rapi dan menarik bisa memberikan kesan positif kepada orang lain. Itulah mengapa aku selalu berusaha untuk menjaga penampilan sebaik mungkin.
Hari ini, aku mengenakan seragam OSIS dengan rapi. Aku selalu memastikan setiap detailnya sempurna. Aku ingin menjadi contoh yang baik bagi siswa-siswi lain. Sebagai Ketua OSIS, aku harus menjadi panutan. Bukan hanya dalam hal prestasi akademik, tapi juga dalam hal penampilan dan kepribadian.
Setelah apel pagi selesai, Bu Anita memanggilku. "Jasver," katanya, "Alyissa, Harry, dan Salwa terlambat. Kamu yang urus hukumannya."
Aku mengangguk. Aku tahu hukuman untuk keterlambatan: jalan jongkok 15 kali. Aku menghampiri Alyissa, Harry, dan Salwa yang berdiri di pinggir lapangan, wajah mereka tampak was-was.
"Alyissa, Harry, Salwa," kataku tegas, "kalian bertiga terlambat. Hukumannya jalan jongkok 15 kali masing-masing."
Salwa langsung mulai jalan jongkok dengan wajah cemberut. Harry menghela nafas panjang, lalu mulai mengikuti. Tapi Alyissa? Dia malah melotot padaku.
"Apa?! Jalan jongkok 15 kali?! Gila aja, Kak Jas! Aku nggak mau!" suaranya tinggi, menarik perhatian beberapa siswa lain.
Aku berusaha tenang. "Itu aturannya, Yis. Kamu harus bertanggung jawab atas keterlambatanmu."
"Tapi… ini nggak adil! Salwa cuma disuruh bersih-bersih perpustakaan, kemarin. sekarang giliranku dong! Aku capek, lho!" Alyissa masih mengomel, matanya berkaca-kaca. Ia tampak benar-benar kesal.
"Yis, sudahlah. Lakukan hukumanmu," kataku sabar. "Ini demi ketertiban sekolah."
"Ketertiban sekolah? Atau cuma karena kamu nggak suka aku telat lagi?!" suaranya meninggi. "Kamu kan suka banget ngatur-ngatur! Sok ganteng banget jadi ketua OSIS!"
Aku sedikit terkejut dengan kata-katanya yang kasar. "Yis, bahasa kamu!"
"Biarin! Aku kesel! Ini semua gara-gara Harry! Dia lama banget!" Ia menunjuk Harry yang sedang jalan jongkok dengan wajah pasrah.
Aku menghela nafas. "Yis, sudahlah. Lakukan hukumanmu. Kalau kamu terus berdebat, hukumannya bisa ditambah."
Alyissa masih menggerutu, tapi akhirnya ia mulai jalan jongkok. Sepanjang hukuman, ia terus mengomel, mengkritik peraturan sekolah, dan bahkan sempat menghina penampilan seragam OSISku. Aku hanya berusaha menahan kesabaranku. Setelah selesai, ia langsung pergi tanpa pamit, meninggalkan Harry dan Salwa yang masih menyelesaikan hukuman mereka. Aku menghela nafas panjang. Mengatur Alyissa dan teman-temannya memang pekerjaan yang cukup melelahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments