Sendi berusaha menyusul taxi Naya dengan kecepatan tinggi, Egi menyadari dari dalam mobilnya kalau Sendi berusaha menyusul taxinya.
"Pak, bisa ikuti arahan saya?" Egi menatap supir taxi di sampingnya.
Supir taxi menganggukkan kepalanya, ia mengikuti intruksi dari Egi untuk menambah kecepatan mobilnya dan membelokan mobilnya menuju jalur lain. Naya mengernyitkan dahinya begitu menyadari kalau jalanan yang di lewati bukan jalur yang biasa di lewati menuju kontrakannya, tetapi baru saja Naya ingin membuka suaranya Egi sudah memberikan intruksi agar Naya tak bersuara.
Sendi tak dapat melihat taxi Naya, ia malah terjebak di lampu merah dan semua usahanya pun tak membuahkan hasil untuk mendapat jawaban dari pertanyaan yang memenuhi kepalanya saat ini.
"Ahhh, sial!" Umpat Sendi kesal, ia memukul pahanya sendiri untuk melampiaskan emosinya.
*
*
Beberapa saat kemudian.
Naya mengernyitkan dahinya kala Egi menghentikan taxinya di depan sebuah rumah yang sederhana, di sekelilingnya masih terlihat hijau dan sedikit melipir dari ramainya jalanan.
"Pa, kenapa kita disini? Kontrakan aku kan bukan disini?" Bingung Naya.
"Turunlah, nanti juga kamu pasti mendapatkan jawabannya." Jawab Egi seraya membuka seatbeltnya.
"Ayo cepet, Nay." Ajak Rhea sambil membantu Naya berjalan.
Egi membayar uang taxinya kemudian berjalan memasuki rumah yang sudah tak berpenghuni, Naya dan Rhea menyusul masuk ke dalam sambil menatap setiap sudut ruangan.
"Loh, kok ada tas baju punyaku? Perlengkapan baby Khalisa juga ada disini?" Naya semakin dibuat bingung, ia menatap Egi sampai kedua netranya bertemu.
"Rumah ini adalah peninggalan dari orangtua Papa, harta satu-satunya yang masih Papa pertahankan karena selebihnya sudah di jual oleh perempuan itu (Neti). Sengaja Papa rahasiakan rumah ini, lalu Papa sewakan kepada Sahabat Papa dan karena beliau sudah memiliki rumah sendiri, maka rumah ini kosong dan menurut Papa kamu serta cucuku harus tinggal disini. Tidak mungkin kan kalau kalian tetap mengontrak sedangkan kalian juga harus tetap berjualan kue? Pokoknya anak dan cucuku harus hidup dengan layak." Tutur Egi.
"Tapi Pa, ini terlalu berlebihan sedangkan anak kandung Papa sendiri pasti lebih butuh bukan?" Naya sungguh tak enak hati, pasalnya Egi sudah terlalu baik kepadanya sampai ia bingung harus membalasnya bagaimana.
Egi mengacak-acak rambut Naya yang ia anggap layaknya anak kandung sendiri, tak lupa tangannya juga mengusap pipi lembut Khalisa.
"Biarkan mereka menjadi urusan Papa. Lagipula rumah ini bukan untukmu dan Khalisa saja, tetapi untuk seseorang yang spesial juga." Ucap Egi seraya mengalihkan tatapannya kepada Rhea.
Naya mengikuti kemana arah mata Egi, matanya membulat kala tetapan Egi mengarah pada Rhea dan Rhea sendiri pun tersipu malu.
"Apa aku harus menuntut penjelasan disini? Sepertinya ada sesuatu hal yang tidak aku ketahui? Ah, sayang sekali."Ucap Naya.
Pipi Rhea kian memerah, sedangkan Egi berusaha menghindar dari Naya yang pastinya akan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.
"Hei, hei! Kalian mau menghindar ya, yakkk.... Aku di kacangin!" Naya mengerucutkan bibirnya, wajahnya di tekuk saat dua orang yang selalu menemaninya itu pergi begitu saja.
***
2 bulan kemudian.
Hari demi hari Naya lewati dengan suka dan duka, menjadi sosok ibu sekaligus ayah bagi Khalisa bukan lah sesuatu yang mudah. Belum lagi Naya harus tetap berjualan kue karena ia tak mau terus bergantung pada Egi, Rhea juga pasti kewalahan bila mengerjakannya sendirian.
"Nay, ada pesenan 20 cheesecake nih." Ucap Rhea yang tengah membaca pesan masuk ke wa, ia sebagai admin tentunya memantau setiap pesanan masuk.
Naya yang tengah menyusui putrinya berpikir sejenak, Rhea senantiasa menunggu keputusan Naya sambil kembali melihat pesanan masuk. Meskipun Naya sudah pindah tempat, para pelanggan tetap setia kepada Naya sehingga orderannya pun tak pernah sepi.
"Kayaknya kita harus merekrut orang baru deh, aku gak mau mengecewakan pelanggan sekaligus menyia-nyiakan rezeki yang masuk. Kalau gak ngambil orderan yang masuk, bingung juga soalnya biaya sehari-hari bergantung disana." Ucap Naya.
"Em, kita coba cari aja di medsos, siapa tahu ada yang mau kerja sama kita." Saran Rhea.
"Buat pesenan Cheesecakenya ambil aja, lumayan buat tambahan tabungan kita buka toko. Mudah-mudahan aja rezekinya ngalir terus ya, jadi kita bisa nambah orang buat ngerjain kerjaannya."Ucap Naya.
"Oke siap, bos!" Seru Rhea bersemangat.
Naya menidurkan Khalisa di atas kasurnya, ia berjalan kearah dapur guna memeriksa kulkas dan juga semua bahan kue yang masih ada. Nyatanya Naya harus berbelanja untuk memenuhi semua kebutuhannya, ia bergegas mengganti pakaiannya dan mengambil tasnya bersiap untuk berbelanja.
"Rhe, gue titip Khalisa bentar ya mau belanja dulu." Uca Naya.
"Biar aku aja yang belanja, Nay." Rhea berdiri dari duduknya menghampiri Naya.
"Udah, jagain aja Khalisa sebentar. Kasihan kalo gue harus terus ngerepotin lu terus, gue tahu lu juga cape makanya sekarang gih sekalian istirahat sama baby Khalisa." Tolak Naya.
"Yaudah deh, hati-hati perginya ya. Kalau ada apa-apa hubungi aku, jangan sampai hilang jejak lagi." Pesan Rhea.
Naya memberikan hormat layaknya seorang prajurit yang mematuhi jenderalnya, kakinya melangkah keluar rumah mencari kendaraan umum yang akan ia tumpangi.
Tak kunjung mendapatkan kendaraan, Naya akhirnya memesan kendaraan via driver online dan tak lama kemudian sebuah motor datang menghampirinya.
"Tujuannya sesuai aplikasi ya, mbak." Ucap Driver.
"Iya Mas," Jawab Naya.
*****
Arzan duduk di taman yang indah, banyak teka-teki yang belum terpecahkan yang membuat pikirannya tak tenang. Baik Karel maupun Galang belum menemukan tanda-tanda akan jawaban yang ia butuhkan, kematian Karina yang dinilai murni karena penyakit yang di deritanya justru berbanding terbalik dengan kenyataannya.
"Sayang, kenapa saat kamu sudah pergi fakta itu datang padaku? Apa kamu tidak tenang disana? Lalu bagaimana aku menemukan kebenaran itu, aku harus bagaimana?" Lirih Arzan menatap langit biru dengan mata mengembun.
Krriiingggg...
Suara panggilan masuk ke hp Arzan, segera Arzan merogoh saku celananya dan memeriksa siapa yang memanggilnya.
"Hah, nomor itu lagi?" Gumam Arzan.
Arzan menggeser tombol berwarna hijau untuk menjawab panggilan tersebut, terdengar suara pintu yang di kunci di seberang sana dan begitu pemilik suara berbicara Arzan harus memasang telinganya dengan baik karena suaranya berbisik.
'T-tuan, t-tolong bantu a-aku'
'Apa yang terjadi? Siapa kamu? Kenapa suaramu berbisik?'
'T-tuan, aku tidak tahu meminta bantuan pada siapa, demi ketenangan nona Karina aku harus sembunyi-sembunyi memanggilmu. D-Dia di r-racuni oleh n---'
Tutttt...
"Hallo, hallo!" Arzan berusaha memanggil orang yang menelponnya, akan tetapi begutu memeriksa hpnya nyatanya sambungan di putus secara sepihak.
"Haissshhh, sial! Lagi dan lagi gue harus tetap di hantui rasa penasaran." Umpat Arzan kesal.
Tangan Arzan mengepal dengan kuat, ia mencoba melacak lokasi si penelpon namun, lokasinya tak dapat di temukan.
"Mungkin orang itu menon-aktifkan lokasi, firasat gue bilang kalau orang itu dalam pengawasan orang lagi, gue harus cepet-cepet cari informasi lagi."
Arzan beranjak dari kursinya, ia setengah berlari menuju mobilnya dan segera pergi dari taman. Karel masih harus memantau pekerjaan di luar kota, Nando tidak memperkenankan Arzan ikut serta karena mentalnya belum benar-benar pulih sepenuhnya, untuk itu Arzan akan meminta bantuan kepada Langit dan Raja untuk mencari informasi yang dia butuhkan.
"Semoga bang Raja maupun bang Langit bisa bantuin gue." Gumam Arzan.
*
*
Naya sudah selesai berbelanja, barang bawaannya cukup banyak dan saat ini ia sedang menunggu taxi lewat. Sambil menunggu taxi datang, Naya bertukar pesan dengan Rhea untuk menanyakan Khalisa yang ia tinggal. Rhea mengatakan pada Naya kalau Khalisa tengah di jaga oleh kakeknya yang pulang dari pengadilan agama memenuhi sidang keputusan perceraiannya dengan Neti.
"Terimakasih, Nak. Kamu sudah mau diajak kerjasama, gak pernah rewel kalau Mama sibuk kerja." Gumam Naya sambil menatap foto Khalisa di layar hpnya.
Salah seorang pria memicingkan matanya memastikan penglihatannya, ia berjalan mendekat kearah Naya dan mulai memberanikan menepuk pundak Naya.
"N-Naya?" Panggilnya.
Naya menoleh ke belakang, alangkah terkejutnya ia melihat Sendi tengah berdiri dengan tatapan yang tak bisa di artikan. Kedua mata mereka saling beradu, dulu tatapan keduanya di penuhi cinta namun, lain halnya sekarang ini karena semua sudah berubah total.
"Nay, beneran ini kamu Naya." Sendi menggenggam kedua tangan Naya, ada rindu dalam sorot matanya.
Naya menarik tangannya dengan kasar, tatapannya berubah menajam seakan kemarahannya dan juga semua rasa sakit yang tercipta oleh pria yang saat ini di hadapannya itu muncul seketika.
"Jangan sentuh gue pake tangan kotor loe itu!" Tekan Naya.
"loe-gue? Sejak kapan kamu pakai kata loe-gue, Nay?" Tanya Sendi kaget melihat perubahan Naya. Mulai dari penampilan, cara bicara dan tatapannya sungguh jauh berbeda dengan yang ia kenal.
"Serah gue dong!" Acuh Naya.
"Nay, ada yang mau aku tanyakan sama kamu." Ucap Sendi.
"Gue gak punya waktu!" Ketus Naya.
Naya hendak pergi, tetapi Sendi segera menahan pergelangan tangan Naya.
"Nay, aku mohon." Sendi menatap Naya penuh permohonan.
"Cepat katakan." Ucap Naya tanpa membalas tatapan Sendi, ia lebih memilih membuang wajahnya.
"Nay, sekitar dua bulan lalu aku melihatmu di rumah sakit menggendong bayi, katakan Nay! Apa bayi yang kamu gendong saat itu adalah anakmu, anak kita?" Tanya Sendi.
Degh...
Jantung Naya bergemuruh hebat, matanya memanas bersamaan dengan kobaran api di dalam hatinya. Naya menatap Sendi dengan tajam, sedangkan Sendi membalas tatapan Naya dengan penuh harapan.
"Kau sedang menyindir? Anak mana yang kau maksud? Bukankah aku di hinakan karena dianggap mandul?" Cibir Naya.
"B-bukan itu maksudku~" Sendi berusaha menjelaskan, akan tetapi Naya mengangkat tangannya mengisyaratkan agar mantan suaminya itu diam.
"Jangan usik aku dengan pertanyaan konyolmu itu, urus saja urusanmu sendiri! Sekarang aku sudah jauh lebih bahagia atas keputusanku, aku harap dimana pun dan kapanpun kita di pertemukan, anggap saja kita tidak pernah saling mengenal. Aku tak mau menjadi fitnah di dalam rumah tanggamu, aku bukan perempuan yang bisa masuk seenaknya ke dalam rumah orang lain dan mengambil penghuni rumah." Tukas Naya.
"Naya, aku menyesal. Tolong kembalilah padaku, aku akan menceraikan Sesi kalau kamu kembali padaku." Mohon Sendi sambil meraih tangan Naya.
"Tidak! Aku adalah perempuan yang memiliki harga diri, aku tidak akan melakukan hal yang sama seperti yang istrimu lakukan padaku karena aku tahu rasa sakitnya seperti apa." Naya menekankan kat-katanya dan menarik tangannya paksa, ia segera mengangkat barang belanjaannya dan berjalan meninggalkan Sendi.
Tak tinggal diam, Sendi pun kembali mengejar Naya. Tak peduli panggilan Sendi, Naya tetap melanjutkan langkahnya sampai ia melihat taxi dan segera menghentikannya.
"Naya, tunggu!"
Naya segera masuk, ia memasukkan barangnya ke dalam taxi dan segera menutup pintunya dengan rapat.
"Pak, cepat jalan! Ada orang gila yang ngejar saya." Titah Naya.
Supir taxi pun segera melajukan mobilnya, Naya menatap lurus kedepan saat sendi mengetuk-ngetuk kaca mobil meminta Naya membukanya. Mobil pun melaju dengan cepat, Sendi meninju udara melampiaskan kekesalannya.
"Ah, brengsek!" Umpatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
smg naya sm khalis tdk sksn ktmu sm sendi lg dlm waktu yg lsma..wah pa,egi ada rasa nih sm rhea smg aja cpt nikah ya oa,egi..dan naya dapat jodoh yg baik lg
2025-04-12
1
🍌 ᷢ ͩˡ Murni𝐀⃝🥀
hahahahaha emang enak dikacangin dan dicuekin seperti itu Sendi! Nah itulah yang telah dirasakan oleh Naya dulu waktu menjadi istrimu😭😭😭😭
2025-04-13
0
Dewi kunti
gmn rasanya:sakitnya tuch disini didlm hatiku
2025-04-12
0