Membuntuti

Arzan sudah tiba di kantornya, ia di sambut oleh sekertarisnya yang di rekrut oleh ayahnya sendiri.

"Selamat datang, tuan." Sapanya.

"Gak usah sok formal deh kalo lagi berdua kayak begini, rada geli gue dengernya." Ucap Arzan sambil melanjutkan langkahnya menuju ruangannya.

"Ya kan gak tahu kalau tiba-tiba ada orang kantor yang lain dateng, entar dikiranya gue masuk ke sini lewat jalur ordal atau lebih parahnya sebagai penjilat." Ucapnya.

"Emang kebenarannya begitu, loe kan di tarik sama bokap gue." Ucap Arzan.

Arzan menjatuhkan bobotnya keatas kursi singgasananya, tangannya membuka laptop yang sudah ada di atas meja dan melihat beberapa berkas penting miliknya.

"Hadeuuhhh, bosen banget gue ngeliat angka sama tulisan yang selalu beranak pinak." Keluh Arzan menatap berkas yang di bawa sekertarisnya.

Galang hanya tersenyum menanggapi keluhan Arzan yang pasti keluar setiap pekerjaan mulai menumpuk, ia mengambil satu berkas yang sudah Arzan tandatangani dan memisahkannya ke meja yang ada di sofa.

"Yang ini sama yang ini harus di tandatangani cepet, nanti jam 3 ada investor yang dateng." Galang menunjukkan berkas yang ia maksud, tak lupa ia juga memberitahukan jadwalnya pada Arzan.

"Si Karel belum balik juga?" Tanya Arzan.

"Belum, bos." Jawab Galang.

Karel adalah asisten pribadi Arzan yang biasanya menyiapkan segala keperluannya, tetapi karena Karel di tugaskan ke luar kota untuk meninjau resort yang ada di bali, jadi Galang yang menggantikannya untuk sementara waktu.

Arzan tidak mau mempekerjakan wanita sebagai pendampingnya, selain tidak nyaman tentunya Arzan saat pertama kali menggantikan posisi ayahnya, ia menghargai perasaan Karina.

Di tengah kesibukannya, Arzan mendapatkan telpon dari orang yang tak di kenal. Perasaannya tiba-tiba saja tak nyaman namun, ia tetap menjawab telponnya.

Begitu sambungan telpon terhubung, Arzan tertegun mendengar suara dari sebrang sampai tangannya bergetar namun tatapannya kosong. Galang yang menyadari perubahan dari Arzan segera mendekat, bersamaan dengan itu pula sambungan telpon terputus dan hp Arzan jatuh ke lantai sampai retak.

"Zan, hey!" Galang memegang bahu Arzan guna menyadarkan bos sekaligus temannya itu.

"G-Gak! G-gak mungkin." Arzan beberapa kali menggelengkan kepalanya, keringat dingin mulai muncul membasahi wajahnya.

Galang mencoba menyadarkan Arzan, ia terus berusaha mengajak Arzan berkomunikasi dan ketika Arzan sadar pun Galang langsung mengambilkan obat yang biasa Arzan bawa di saku jasnya.

"Minum dulu, tenangin diri loe." Ucap Galang.

Arzan meminum obat yang di berikan Galang, berulang kali Arzan mengucap istigfar untuk menenangkan dirinya.

"Lu kenapa sih, Zan? Perasan tadi dateng baik-baik aja, terus kenapa setelah dapet telpon badan loe langsung bereaksi?" Tanya Galang penasaran.

"G-Gue syok, Lang. Tadi ada yang telpon gue dan dia gak bilang siapa namanya, tapi yang jelas dia ngomong kalau Karina meninggal bukan murni karena penyakit, tapi sengaja di bunuh." Arzan menjawab dengan tangan gemetar, mendapat kenyataan tak terduga membuatnya syok berat mengingat sampai saat ini ia masih belum terima akan kepergian tunangannya.

"What?!" Pekik Galang tak percaya.

Arzan pun terdiam dengan berbagai pertanyaan di dalam benaknya, baginya secara sekilas tidak ada yang mencurigakan saat kematian tunangannya dan yang menjadi pertanyaan garis besarnya yaitu 'Siapa yang sudah tega membunuh Karina'. Seingat Arzan selama mengenal Karina tunangannya itu tak memiliki musuh, bahkan ia adalah wanita yang pendiam dan ramah sehingga banyak orang menyukai kepribadiannya termasuk dirinya sebagai salah satunya.

Tangan Arzan kembali mengambil hpnya yang sempat terjatuh tadi, meskipun ada beberapa bagian layar yang retak namun itu hanya tempered glassnya saja jadi masih bisa di gunakan. Ia kembali mencoba menghubungi nomor yang menghubunginya tadi, namun tiba-tiba saja nomor itu tidak aktif dan Arzan pun semakin gusar.

"Ahhhh, a*u!" Umpat Arzan.

"Biar gue sama Karel yang cari tahu." Ucap Galang.

Arzan membuang nafasnya panjang, ia mengepalkan tangannya dengan mata terpejam dan mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Jika memang benar kepergian Karina karena di bunuh, maka Arzan tak akan membiarkan pembunuh itu berkeliaran dengan bebas disaat pujaan hatinya sudah tak bernafas.

****

Keesokan harinya.

Naya sudah di perbolehkan pulang, Rhea yang selalu setia menemani Naya membantu kepulangannya. Egi menyiapkan taxi dan memindahkan barang bawaan Naya, bayi perempuan yang akan di panggil baby Khalisa tertidur lelap di dalam gendongan ibunya, suara bising Rhea pun tak membuatnya terbangun, ia hanya menggeliat kemudian kembali menutup mata.

Dari kejauhan, seseorang memperhatikan Naya dengan penuh tanda tanya. Ia adalah Sendi yang tengah mengantar istrinya untuk pemeriksaan kembali karena semalaman Sesi mengeluhkan rasa nyeri di bagian perutnya, begitu ia keluar mencari makan netranya menangkap sosok mantan istrinya tengah menggendong seorang bayi dan disana juga ada ayahnya.

"Naya? Bayi siapa yang dia gendong?" Gumam Sendi.

Sendi hendak menyusul Naya, akan tetapi Naya sudah masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan area rumah sakit.

"Nay, Naya!" Teriak Sendi memanggil nama istrinya.

Di dalam taxi, Egi melihat dari kaca spion dimana putra sulungnya sedang berdiri di belakang mobil yang ia tumpangi. Naya maupun Rhea yang duduk di belakang tidak menyadari keberadaan Sendi karena mereka fokus kepada Khalisa.

"Tidak akan Papa biarkan kamu mengetahui keberadaan anakmu, Sen. Papa tahu kalau sudah dua kali kamu kehilangan calon bayimu, Papa tidak mau dengan kamu atau ibumu tahu Khalisa anak Naya dan kalian berniat mengambilnya hanya untuk di pamerkan saja" Batin Egi.

Diam-diam Egi memantau keadaan di dalam rumahnya, ia juga menguping pembicaraan Neti saat hendak mendatangi rumah yang sudah bertahun-tahun di tinggalinya. Status Egi masih menjadi suami dari Neti, ia tetap memberikan nafkah untuk istrinya dan juga Seni meskipun hanya sedikit.

Saat ini Egi tengah berusaha menarik anak perempuannya dari pergaulan bebas, Seni sudah sulit untuk di kendalikan dan di tuntun ke jalan yang benar, sikapnya menjadi keras akibat perbuatannya sendiri. Surat pengajuan perceraian sudah Egi layangkan ke pengadilan Agama.

"Kenapa firasatku mengatakan kalau itu anaknya Naya? Kalau benar anaknya Naya, apa mungkin kalau itu adalah anakku? A-aku sudah menjadi ayah?" Sendi mulai cocokologi dan mengingat kapan perceraiannya dengan Naya, jantungnya berdebar dengan penuh harap kalau anak yang Naya bawa memanglah anaknya. Tanpa berpikir panjang, Sendi segera berlari menuju parkiran dan mencari motornya, tanpa basa-basi lagi ia melajukan motornya mengikuti taxi yang Naya tumpangi dari belakang.

Terpopuler

Comments

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

jangan sampe si sendi menemukn temoat tinggal naya jg khalis..paati pa egi akan trs melindungi naya jg cucuy

2025-04-10

1

🍌 ᷢ ͩˡ Murni𝐀⃝🥀

🍌 ᷢ ͩˡ Murni𝐀⃝🥀

moga aja Sendi nggak bisa mengikuti mobil yang ditumpangi Naya dan anaknya

2025-04-11

0

Nur Faris

Nur Faris

enak aja habis manis sepah dibuang kini mau ngakuin ank,mimpi aja Lo sen😏😏😏

2025-04-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!