Pergilah

Seminggu berlalu.

Sikap Sendi semakin menjadi, ia jarang ada di rumah dan kalaupun pulang pasti larut malam. Setiap kali Naya menegur atau bahkan mengomel, Neti pasti melindungi anak lelakinya. Selama satu minggu ini pula, Egi ikut Gathering bersama anak kantornya.

Tidak ada siapapun yang bisa membela Naya di rumah yang ia tinggali, Naya pun bingung harus lari kemana karena ia tidak punya tempat untuk pulang.

Di pagi hari.

Naya sudah memasak untuk sarapan pagi dan sudah menatanya di meja, ia bersikap acuh tak acuh dan lebih banyak diam daripada biasanya. Satu persatu penghuni rumah sudah menampakkan batang hidungnya, saat yang lainnya hendak sarapan Naya pun memilih untuk pergi ke belakang rumah, ia mencuci baju dan juga membersihkan halaman.

"Naya, seragam kerjaku mana!" Teriak Sendi dari dalam rumah.

"Baju pramukaku juga kemana? Kok di tempat setrika dama di lemari juga gak ada sih!" Protes Seni.

Naya memejamkan matanya sejenak, di hirupnya udara agar ia tak kekurangan oksigen begitu masuk ke dalam rumah yang menyesakkan dadanya. Tanpa menunggu lama, Naya menghentikan pekerjaannya dan masuk ke dalam rumah.

Naya mengambilkan seragam kerja untuk suaminya dan seragam pramuka untuk Seni yang ia ambil dari keranjang, semua bajunya sudah di setrika rapi.

"Kamu tuh ya, becus ngerjainnya gak sih? Masa pakaian yang biasa mereka pake kamu sembunyikan di keranjang? Sengaja ya kamu biar Sendi di pecat dan Seni bolos sekolah, iya!" Tuduh Neti.

Naya tak menjawabnya, ia pergi begitu saja karena membalas pun tak akan membuat mertuanya itu mengerti. Sendi hendak menarik tangan Naya, tetapi Neti mencegahnya.

"Gak sopan kamu ya, orangtua lagi ngomong malah ngeluyur begitu aja." Tegur Sendi kesal melihat reaksi Naya.

"Udahlah biarin aja, menantu gak tahu sopan santun begitu kudu di buang aja. Mending sekarang kamu pergi kerja, mau nginep lagi di rumah Sesi pun gapapa, nanti kirim salam dari ibu buat Mamanya Sesi ya." Ucap Neti dengan suara yang pelan.

Selama satu minggu terakhir memang Sendi menginap di rumah Sesi, orangtua Sesi jarang ada di rumah dan Sendi di percaya untuk menemani Sesi agar ada yang menjaganya.

"Iya, Ma. Rencananya juga aku mau nginep di rumah Sesi, kasihan dia sendirian di rumah mana kalo mati lampu dia suka ketakutan lagi. Daripada disini kena omel mulu, mending sama calon istri aja lebih bahagia." Ucap Sendi.

"Jangan lupa Kak, bilangin sama Mbak Sesi buat war skincare lagi buat Seni."Ucap Seni sumringah.

Sendi pun menjawab dengan anggukan serta senyum yang lebar. Tanpa mereka sadari, Naya menguping pembicaraan ketiganya di balik tembok dapur, sekarang ia tak merasa sakit hati ataupun menangis lagi karena hatinya sudah mati untuk suaminya itu.

"Oh, mau nikah lagi ya? Heh, mana sudi aku terus-terusan jadi pembantu sekaligus dimadu? Siapa dia, orang berada aja bukan." Gerutu Naya.

Ting.

Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, Naya merogoh saku celananya dan membuka pesan di dalamnya.

'Naya, Papa sudah pindahkan uangnya ke rekening baru , nanti kamu bisa memakainya sesuka kamu'

-Egi.

Mata Naya berkaca-kaca, Egi begitu baik padanya sampai rela memberikan uang tabungannya kepada Naya. Di balik sikap cueknya Naya ada sosok ayah mertua yang memintanya lepas dari anaknya sendiri, uang tabungan yang Egi berikan pun akan di gunakan untuk mengurus biaya perceraian Naya dan juga Sendi nantinya.

Malam setelah Naya pulang dari rumah orangtuanya, Naya bercerita kepada Egi atas apa yang sudah menimpanya, semakin Naya menyimpan semua lukanya sendiri maka semakin sesak rasanya, jadi dia butuh tempat cerita dan Egi adalah pendengarnya. Egi menatap iba kepada Naya sampai ia meminta Naya pergi dari rumahnya, demi menjaga kewarasan Naya yang tak bersalah dan demi memberi pelajaran kepada putranya yang sudah dzolim kepada menantunya.

'Kalau kamu memang sudah mantap ingin berpisah dengan Sendi, Papa menyetujuinya. Sebagai ayah dari suamimu, Papa meminta maaf karena sudah gagal mendidik anak-anak Papa dan juga istri Papa. Nanti urusan biaya perceraian dan keputusan kamu untuk tinggal dimana pun yang menurut kamu nyaman, semua akan Papa tanggung karena alhamdulillah Papa selalu memiliki bonus dan hasilnya Papa simpan tanpa sepengetahuan Mama'

"Tuhan, terimakasih karena Engkau masih memberikan hamba orang baik." Lirih Naya memeluk ponselnya.

Naya kembali menyapu halaman depan, ia tak sabar menunggu Egi datang dan segera mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan Agama dan ia bisa segera lepas dari neraka. Senyum Naya terbit membayangkan kebebasan nanti yang akan ia rasakan, bahkan ia sudah merencanakan untuk membuat sebuah jasa pembuatan donat dan kue untuk acara-acara penting, seperti ulang tahun ataupun acara lainnya.

Egi menyiapkan uang sekitar 30 juta untuk Naya, ia ikhlas memberikannya kepada Naya sebagai salah satu cara untuk menebus kesalahan yang sudah anak dan istrinya perbuat, bahkan ia melarang Naya yang berniat mengganti uangnya kelak. Bukan Egi tak becus mengurus anak istrinya, sejujurnya ia juga sudah lelah dengan sifat Neti yang tak mau berubah, namun ia masih mengingat amanah dari ayah Neti dimana ayahnya meminta bahkan memohon untuk tidak menceraikan Neti dengan segala kekurangan dan kelebihan yang di miliki istrinya. Egi sudah terlanjur bersumpah di hadapan Tuhan dan orangtua Neti.

"Shhh, kenapa perutku terasa sakit ya? Sshhh, padahal tadi baik-baik saja." Naya meringis memegangi perut ratanya yang terasa nyeri, sejenak ia mengistirahatkan tubuhnya dengan duduk di bawah pohon yang tidak terlalu tinggi.

Dari kejauhan, Naya melihat ketiga manusia Dzolim keluar dari rumah secara bersamaan. Naya tahu kemana saja masing-masing tujuan ketiganya kemana, tidak peduli dengan urusan mereka, gegas Naya berdiri berpegangan pada pohon dan berjalan pelan melalui pintu belakang.

"Sepertinya aku harus makan dulu sedikit, magh ku pasti kambuh lagi." Ucap Naya.

Di meja makan hanya tersisa piring kotor dan juga sedikit lauk, nasi pun hanya tinggal satu piring saja. Naya tersenyum miris melihatnya, meskipun begitu ia tetap makan sembari menahan sakit di perutnya.

"Sabar Naya, sebentar lagi Papa pulang dan kamu akan bebas menghirup udara di luar sana." Gumam Naya.

Setelah selesai makan, Naya membereskan semua piring kotor ke tempat pencucian. Sambil menunggu Egi pulang, Naya mengistirahatkan sejenak tubuhnya dan memanfaatkan waktu selagi 3 setan sedang pergi.

Selang dua jam.

Terdengar suara motor parkir di depan rumah, Naya yakin kalau itu adalah mertua lelakinya yang sudah sampai.

Naya berjalan kearah pintu, ia melihat ayah mertuanya itu turun dari motor dan tersenyum kearah Naya.

"Alhamdulillah, Papa pulang sengan selamat." Naya menyalimi tangan Egi.

"Apa mereka ada di rumah?"Tanya Egi.

"Kebetulan mereka sedang keluar, ibu pasti kumpul arisan di komplek Melati." Jawab Naya.

"Waktu yang pas, ayo kita masuk biar Papa tunjukkan kartunya." Ajak Egi.

Naya dan Egi pun masuk ke dalam rumah, mereka duduk di ruang tamu.

"Naya, ini kartu sama buku tabungannya kamu pegang ya. Pin Atmnya sudah bapak tulis di kertas, kalau kamu butuh bantuan apapun kedepannya jangan sungkan kabari Papa, Papa sudah anggap kamu ssbagai anak Papa sendiri." Ucap Egi menyodorkan buku tabungan beserta kartu Atmnya.

"Ya Allah, Pa. Terimakasih atas kebaikannya, semoga Allah membalas semua kebaikan yang sudah Papa perbuat."Ucap Naya terharu.

"Aamiin. Berjanjilah Naya, kamu harus hidup bahagia kedepannya." Pesan Egi.

Naya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, tenggorokannya tercekat lengkap dengan buliran air mta yang membasahi pipinya.

"Doakan Naya ya, Pa. Naya udah gak kuat, apalagi Naya tadi mendengar percakapan Mama sama Mas Sendi kalau ternyata Mas Sendi seding nginep di rumah mantannya dan parahnya mereka akan menikah." Ucap Naya.

Egi yang mendengar penuturan Naya pun menunduk sedih, ia memegangi dadanya yang terasa sesak begitu egoisnya sang istri dan putranya itu.

"Papa!" Pekik Naya terkejut melihat Egi me**m** dadanya dengan kuat.

"Papa baik-baik saja, keputusanmu sudah sangat tepat Naya. Pergilah, pergi yang jauh dan raih mimpimu. Biar Tuhan yang menghukum segala perbuatan mereka." Ucap Egi.

Hati Egi terasa teriris, terlebih lagi ia melihat pakaian menantunya yang sudah di tambal di beberapa bagian bajunya. Bau keringat pun tercium oleh hidungnya, tangan Naya yang lentik kini banyak balutan plester.

Terpopuler

Comments

Sindy Sintia

Sindy Sintia

baik banget papa Egi, belain menantu nya bukan nya bela anak kandung nya.. pergi lha Naya raih mimpi mu, lakik busuk kayak sendi pantas di buang

2025-03-18

0

jaran goyang

jaran goyang

𝙘𝙥𝙩 𝙡𝙝 𝙠𝙠.. 𝙗𝙠𝙣 𝙣𝙖𝙮𝙖 𝙥𝙞𝙜𝙞.... 𝙜𝙠 𝙨𝙗𝙧 𝙗𝙡𝙨 𝙙𝙚𝙣𝙙𝙖𝙢 𝙣𝙮 𝙜𝙢𝙣...
𝙣𝙖𝙮 𝙨𝙩𝙡𝙝 𝙩𝙪... 𝙟𝙙 𝙡𝙝 𝙬𝙣𝙩 𝙮𝙜 𝙠𝙪𝙖𝙩... 𝙟𝙜𝙣 𝙢𝙖𝙪 𝙙𝙞 𝙩𝙣𝙙𝙖𝙨 𝙤𝙠

2025-03-19

0

Patrick Khan

Patrick Khan

.papa egi baik sehat2 ya.. demi kewarasan pergi yg jauh km naya.. tinggalin suami gila km

2025-03-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!